Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Retrospektif: Hidupku di Antara Suku Dayak Bukat dan Punan (I)

2 Juni 2013   11:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:39 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_246800" align="aligncenter" width="518" caption="Salah Satu Medan Tersulit di Hulu Sungai Kapuas (dokpri)"][/caption]

Selama tahun 2009-2010, saya mengunjungi perkampungan-perkampungan Dayak di perhuluan Sungai Kapuas. Ada 5 perkampungan Dayak yang menjadi penjaga hulu sungai yang membelah hampir semua wilayah Kalimantan Barat tersebut yakni: Kampung Nanga Balang dan Matalunai (Suku Dayak Bukat), kampung Nanga Lapung, Nanga Bungan, Tanjung Lokang dan Bu'ung (Suku Dayak Punan). Meskipun keduanya sama-sama Dayak, tetapi tetap ada karakteristik khas dari keduanya yang membedakan satu sama lain baik dari segi bahasa, adat-istiadat, dan kebiasaan.

Untuk menjangkau kampung-kampung ini tidak ada alternatif lain selain menggunakan speedboat/longboat. Biasanya masyarakat Bukat dan Punan mendesain perahu yang lebih panjang, pipih, dan sedikit mancung di bagian depannya. Menurut mereka, dengan desainan seperti ini memudahkan perahu membelah gelombang-gelombang riam oleh karena semakin ke hulu, makin banyak bebatuan yang menonjol di permukaan air yang menyebabkan riam-riam yang bisa saja mengaramkan perahu mereka. Desain perahu seperti ini berbeda dengan desain perahu sesamanya hidup di wilayah hilir Sungai Kapuas.

Dengan demikian, perahu khas ini menjadi satu-satunya alat transportasi mereka menuju Kota Putussibau, Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu. Sebab belum ada jalan darat yang menghubungkan Kalbar dan Kaltim. Biaya untuk hilir-mudik dari Hulu Sungai Kapuas ke Ibu Kota Kabupaten sangat mahal, karena umumnya mereka menggunakan mesin tempel 15-40 Pk (tenaga kuda). Mesin-mesin tempel ini harus diisi bensin yang dicampur oli. Tidak mengherankan jika sekali milir ke Kota mereka membawa banyak jerigen untuk membeli stok BBM bagi kebutuhan mereka selama sebulan di Hulu Sungai. Rata-rata setiap keluarga memiliki perahu dan mesin tempel untuk alat transportasi keluarga karena hampir semua aktivitas vital harus melalui Sungai. Selain itu, tidak ada perahu secara khusus menjadi angkutan umum. Jika mau ke Ibu kota kabupaten, tidak ada cara lain selain menggunakan perahu pribadi atau menumpang perahu keluarga lain yang kebetulan ke kota, tentu dengan pernjanjian mengganti ongkos BBM.

[caption id="attachment_246649" align="aligncenter" width="432" caption="Perjalanan menuju Hulu Sungai Kapuas dengan long boat (dokpri)"]

1370148570630210166
1370148570630210166
[/caption]

Mahalnya biaya hidup di Hulu Sungai membuat mayoritas masyarakat adat Hulu Sungai Kapuas ini bekerja sebagai penambang emas di Hulu Sungai Kapuas. Awalnya mereka hanya menggunakan teknologi sederhana seperti menyelam dengan menggunakan kaca mata renang untuk mengambil butiran-butiran emas di dasar sungai. Kemudian mulai memodifikasi kompresor untuk menjadi alat bantu pernafasan ketika menyelam. Namun seiring perkembangan zaman dan kompleksitas kebutuhan, mereka mulai menggunakan mesin-mesin penyedot pasir emas yang mereka namakan "mesin jek." Sehingga jika ditanya apa pekerjaannya, mereka akan menjawan: "ngejek emas."

Butiran-butiran emas yang diperoleh selama sebulan di Hulu Sungai inilah yang akan mereka jual sekali sebulan ketika milir ke Ibu Kota Kabupaten. Dari penjualan butiran emas, mereka dapat membelanjakkan aneka kebutuhan hidup (logistik) untuk sebulan selama di Hulu Sungai mulai dari sembako, BBM, pakaian, dll. Singkatnya, dari  butiran emas inilah mereka menggantungkan hidup keluarga mereka.

Selain itu, untuk kebutuhan lauk pauk mereka biasanya memancing ikan di Sungai dan berburu binatang dari hutan. Ruang mereka untuk berladang semakin sulit karena umumnya mereka hidup di kawasan inti Taman Nasional Betung Kerihun, yang mempersempit ruang gerak mereka untuk berladang selain faktor kawasan yang berbukit-bukit dan tidak terlalu bagus untuk dijadikan ladang padi.

[caption id="attachment_246642" align="aligncenter" width="415" caption="Medan yang Makin Sulit Menuju Hulu Sungai dengan Semakin Banyak Bebatuan dan Riam (dokpri)"]

13701476571621791535
13701476571621791535
[/caption]

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun