Mohon tunggu...
Faiz Nur
Faiz Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - pelajar, tetap pelajar, dan selalu belajar

Mahasiswa, tertarik menulis (sastra dan ilmiah) dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa Salahku?

11 November 2017   09:59 Diperbarui: 11 November 2017   10:40 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku berjalan menyusuri gang-gang kecil di sudut perkampungan. Menyapa berpuluh-puluh mata, mwrwka tak menjawab, bahkan berkedip juga tidak sama sekali. Apa yang sebenarnya terjadi, aku terus berjalan entah kemana akupun juga tak faham. Dari kejauhan terlihat beberapa orang berkumpul dan bercanda dengan kepulan asap menari indah di atas mereka, aku merjalan kearah mereka tapi tiba-tiba mereka diam  serubu bahasa, terus aku berjalan menghampiri mereka, tarian asap mulai hilang diatas mereka, sampai aku di sana mereka beranjak pergi dan hanya meninggalkan bekas keramaian dan kesenangan mereka. 

Aku kembali menuju rumahku, instana, tempat dimana seakan semua yang aku ingin ka ada di situ, dan tempat aku menghabiskan waktu, kususuri jalan yang tadi belum kulewati, menjelajahi jalan dari yang ramai mobil mewah sampai yang hanya bisa dilewati seorang. Setap orang yang kusapa berpaling secepat cahaya, dimana ada keramaian kudatangi sepi tampak seketika.

Sampai aku di istana. Ku buka pintu gerbang yang besar dan menjulang tinggi, tampak beberapa orang yang duduk mengelilingi meja bundar ditemani minuman keras, memanggil-manggil aku sambil terus bermain kartu dan menghisap cerutu, aku abaikan panggilan dan terus berjalan menuju pintu rumah, sampai di depan pintu kusempatkan mengintip dari jendela, pandanganku tak jelas tertutupi kepulan asap dan lampu kelap-kelip, samar-samar kudengar gelak tawa gembira beberapa orang, mengurungkan niatku membuka pintu. 

Kubelokan badanku menuju pintu belakang dan terjadi lagi, aku harus melewati perkumpulan dan keramaian yang sama seperti yang aku jumpai di depan dan di balik pintu rumah, aku diam seakan tak mendengar apa-apa, terus berjalan melewati semua yang harus kulewati, langkah kupercepat agar sampai dengan cepat, sesampainya aku di pintu belakang, aku langsung masuk dan menuju kamar tidurku.

Sampailah aku dikamar tidurku, langsung kukunci pintu dan berbaring merenung, sampai kapan aku terkucil di tempat yang dulu kujadikan taman bermain bersama teman masa kecil ini, ku dapati sepi di tempat yang kuinginkan dan kudapati gemerlap yang biadab di tempat yang tak kuanggap, aku harus bertindak agar semua berubah dan menjadi sebagaimana masa kecilku dulu, bermain menjelajahi sudut-sudut perkampungan, berjamaah lima waktu digandeng ayah dan ibu tercinta, mengaji dengan pak ustadz di mushola dan pulang dengan berlomba-lomba dengan teman sepengajian, aku termenung sambil terbaring, diluar kamar ini ramai menghantui, ramai yang membuatku merasa sepi, dimanapun.

 Aku mulai berfikir solusi dan solusi. Bagaimana mengatasi hal ini, aku mulai menyusun dan menyusun sebuah cara, agar aku bisa bicara berkumpul dan bercanda kapanpun dan dimanapun, aku punya banyak cara, aku hanya tinggal memberanikan diri. Dan aku kemas barangku lalu pergi dari rumahku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun