Mohon tunggu...
Faisal L. Hakim
Faisal L. Hakim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat harmoni

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan, Pendidik, dan Pedidik

14 Mei 2016   10:10 Diperbarui: 14 Mei 2016   10:17 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbicara pendidikan, kita harus membedakan dengan pengajaran. Saya yakin Anda tahu perbedaannya. Jika pengajaran bersifat teknis: dari yang tidak bisa menjadi bisa, maka pendidikan tidak se-simpelitu. Pendidikan lebih kompleks sebab berhubungan dengan implementasi kehidupan sebagai wujud “wakil Tuhan di muka bumi”.

Berat, bukan? Nah, kemarin saya kaget ketika menjadi narasumber sebuah diskusi kecil gara-gara tema yang diusungnya “Pendidikan Berkualitas guna Meningkatkan Daya Saing Bangsa”, saya pikir itu terlalu sempit, jika tidak boleh dikatakan picik. Mengapa?

Pendidikan berkualitas di sana dipahami agar daya saing atas bangsa lain meningkat. Lantas, jika sudah tidak ada yang bisa menyaingi lagi, mau apa?  Jika sudah seperti negara-negara maju yang pendidikannya berkualitas, lantas mau apa?

Apakah akan menjadi negara pengembang dan produsen senjata untuk menumpas manusia di belahan bumi lain? Apakah lantas ingin menguasai dunia? Untuk mewujudkan itu, gampang, ajarkan manusia Indonesia yang sangat kreatif ini ilmu-ilmu teknis dan sediakan fasilitas yang menunjang, merata, dan sungguh-sungguh. Selesai.

Selanjutnya, masih di area tema pada kesempatan kali ini. Sebenarnya yang ditingkatkan kualitasnya itu pendidikannya atau orangnya? Jika pendidikannya maka sudah berapa banyak sisitem pendidikan yang dipakai di negara ini yang bisa membuat kita bangga? Jika orangnya, kok menciptakan sistem pendidikan nggaktuntas-tuntas?

Kasus kekerasan seksual, jika Anda ­me-like fanpageJPNN.com, hampir tiap hari ada berita “begituan”. Dari ayah memperkosa putrinya sendiri, perselingkuhan, hingga Yuyun si gadis SMP yang diperkosa 14 pemuda. Dan baru-baru ini malah di Manado seorang gadis diperkosa 19 orang, tetapi belum terungkap jelas.

Oke, kembali ke pendidikan. Dari sini seolah pendidikan dan subjeknya/orangnya adalah dua elemen yang tak terpisahkan, tetapi mari kita pisah dulu sembari kita analisis. Saya ambil dari sudut bahasa, setidaknya ada tiga unsur: tuturan, penutur, dan petutur. Maka: 1) Pendidikan,  adalah kata benda, 2) Pendidik, adalah subjek, 3) Pedidik, adalah subjek yang dianggap objek.

Dari ketiga unsur di muka, pendidikan diisi oleh pendidik dan pedidik. Keduanya sama manusiaanya. Artinya, pendidik adalah manusia, pedidik juga manusia. Karena itu, pendidikan tidak bisa dibatasi hingga usia berapa atau gelar apa, tetapi batas finis pendidikan adalah kematian dan hasilnya harusnya adalah kabaikan-kebaikan yang jujur.

Sedangkan pendidikan sendiri adalah sebuah konsep alami manusia yang terlahir dari berbagai aspek kehidupan baik seni, olah raga, sains, moral, budaya dan sebagainya. Pendidikan ada karena ada manusia. Selanjutnya, pendidikan dibuatkan sistem-sistem, temasuk rancangan kurikulum di sebuah negara. Artinya, tanpa rancangan sistemik pun pendidikan tetap akan berlangsung sebab ada proses eliminasi sosial di sana.

Hamat saya, yang dibutuhkan bukan sistem pendidikan, tetapi pengantar/guru untuk menuju kearifan, kebijkasanaan, dan pola pikir yang ideal sesuai ukuran yang dibutuhkan di mana manusia itu hidup. Kalau bisa ukuran Tuhan.

Sampai sini, saya yakin Anda sudah tahu maksud saya, yaitu pendidikan adalah pintu gerbang belantara ilmu di mana pendidik sebagai guidedan pedidik adalah tamu yang berkunjung untuk mengambil haknya. Lalu pengajaran? Adalah tutorial yang menjabarkan cara-cara teknis. Karena itu saya sangat benci dengan pertanyaan “bagaimana caranya?” tanpa memahami apa yang ia perjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun