Mohon tunggu...
FAISAL ANWAR
FAISAL ANWAR Mohon Tunggu... Penulis

ISLAMIC ECONOMICS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karang Taruna Desa: Dulu Garda Depan Sosial, Kini 'Ormas' Seremonial? Sebuah Kritik dan Jalan Keluar

23 September 2025   15:06 Diperbarui: 23 September 2025   15:08 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di desa Anda, apa kabar Karang Taruna? Apakah mereka adalah motor penggerak kreativitas pemuda, pencetus usaha ekonomi, dan solusi bagi masalah sosial? Ataukah mereka hanya muncul setahun sekali, sibuk menjadi "panitia 17-an" yang setelah itu kembali mati suri?

Fenomena ini, sayangnya, terjadi di banyak tempat. Karang Taruna (KT), yang sejatinya didesain sebagai pilar kesejahteraan sosial di tingkat desa, kini mengalami krisis identitas. Alih-alih menjadi wadah unik pemberdayaan pemuda, banyak KT yang perannya terdegradasi, tak ubahnya seperti Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) generik. Mereka menjadi sekadar penyelenggara acara seremonial, atau lebih parah lagi, terseret menjadi "tim sukses" dalam politik praktis tingkat desa. 

Penyimpangan ini bukan sekadar masalah internal organisasi. Ini adalah cerminan dari potensi besar generasi muda yang tersia-siakan. Ketika Karang Taruna kehilangan ruhnya, negara kehilangan salah satu ujung tombak terpentingnya dalam menangani masalah sosial dari akarnya. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa Karang Taruna bisa "melenceng dari tujuan," apa beda fundamentalnya dengan Ormas, dan yang terpenting, bagaimana kita bisa mengembalikannya ke khitah yang semestinya.

Mengingat Kembali Jati Diri Karang Taruna: Lebih dari Sekadar Klub Pemuda

Untuk memahami sejauh mana penyimpangan terjadi, kita perlu kembali ke "buku manual"-nya. Menurut Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 25 Tahun 2019, Karang Taruna bukanlah organisasi biasa. Ia adalah "organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sebagai potensi dan sumber kesejahteraan sosial" yang keberadaannya diamanatkan di setiap desa dan kelurahan. 

Ada dua hal yang membuatnya sangat unik dan berbeda dari organisasi lain:

  1. Keanggotaan Otomatis (Stelsel Pasif): Setiap pemuda yang berusia 16 hingga 30 tahun (berdasarkan Permensos No. 9 Tahun 2025) yang tinggal di desa tersebut, secara otomatis adalah anggota Karang Taruna. Ini artinya, Karang Taruna bukan milik pengurusnya saja, melainkan milik seluruh pemuda desa. Sifatnya yang inklusif ini memberinya tanggung jawab untuk merangkul semua, bukan hanya kelompok tertentu.
  1. Wajib Nonpartisan: Ini adalah jantung identitas Karang Taruna. Aturan secara tegas menyatakan prinsipnya harus nonpartisan. Bahkan, Permensos terbaru secara eksplisit melarang pengurus Karang Taruna di tingkat desa/kelurahan untuk menjadi anggota partai politik. Tujuannya jelas: agar fokusnya murni pada kesejahteraan sosial, bukan terpecah belah oleh kepentingan politik sesaat.

Fungsinya pun jauh melampaui sekadar mengadakan lomba atau turnamen. Karang Taruna ditugaskan untuk mencegah masalah sosial (seperti kenakalan remaja dan narkoba), menyelenggarakan rehabilitasi sosial, mengembangkan usaha ekonomi produktif (UEP), hingga memelihara kearifan lokal. Singkatnya, Karang Taruna adalah mitra strategis pemerintah di garda terdepan. 

Beda Karang Taruna, Beda Ormas: Kenapa Sering Tertukar?

Kritik bahwa Karang Taruna "sudah seperti Ormas" muncul karena fungsinya yang menyempit. Padahal, keduanya dirancang dengan filosofi yang sangat berbeda. Ormas, menurut UU No. 17 Tahun 2013, didirikan secara sukarela oleh masyarakat atas dasar kesamaan aspirasi atau kepentingan. Sifatnya fleksibel, tujuannya ditentukan sendiri oleh anggota, dan keanggotaannya berbasis pilihan. 

Perbedaan keduanya sangat fundamental. Misi Karang Taruna secara spesifik dimandatkan oleh negara melalui Permensos untuk fokus pada kesejahteraan sosial dan pengembangan pemuda. Sebaliknya, misi Ormas ditentukan sendiri oleh anggotanya dan diatur dalam payung hukum yang lebih umum (UU Ormas). Dari sisi keanggotaan, Karang Taruna bersifat otomatis bagi semua pemuda di desa, sementara keanggotaan Ormas bersifat sukarela. Perbedaan paling tajam terletak pada sikap politik: Karang Taruna diwajibkan nonpartisan, sedangkan Ormas boleh memiliki afiliasi politik. Terakhir, hubungan Karang Taruna dengan pemerintah bersifat kemitraan struktural dengan sistem pembina yang jelas, berbeda dengan Ormas yang hubungannya lebih bersifat regulatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun