Mohon tunggu...
Fainal Wirawan
Fainal Wirawan Mohon Tunggu... Konsultan - Dokter yang sangat peduli dengan pencegahan penyakit

Dr. Fainal Wirawan, MM. MARS dokter, pernah bekerja sebagai kepala puskesmas kecamatan, dokter di rumah sakit, pejabat Departemen Kesehatan, setelah pensiun bergabung dengan KNCV Tuberculosis Foundation. membantu Kementerian Kesehatan dalam penanggulangan penyakit TBC. Mengikuti pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TBC (PPI TB) yang diselenggarakan oleh WHO. Anggota Tim penyusunan Pedoman PPI TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Kontributor penyusunan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Standar Terkait Praktik Kedokteran

15 Desember 2013   21:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:53 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa dr Ayu di Sulawesi Utara, telah membuka mata semua stakeholder pelayanan kedokteran, begitu rumitnya pelayanan kedokteran dan belum adanya kesepahaman tentang istilah dan pengaturan yang ada. Polemik yang terjadi di media televisi membuat masyarakat menjadi lebih bingung, khususnya tentang standar. Apakah benar pelayanan kedokteran belum ada standar? Kalau ada standar apa namanya, bagaimana penerapannya? Apakah harus ada standar nasional yang disusun Kementerian Kesehatan?

Pelayanan kedokteran termasuk salah satu profesi tertua di dunia termasuk Indonesia, dalam perjalanannya jutaan nyawa manusia telah diselamatkan, dicegah dari penyakit berbahaya, direhabilitasi agar dapat beraktivitas kembali dengan baik. Walaupun tak dapat dipungkiri banyak pula yang tak berhasil diselamatkan atau terjadi kesalahan dalam penanganannya. Agar pelayanan kedokteran memperoleh manfaat, mencegah dan meminimalisasi terjadinya kesalahan dalam pelayanan, tentu profesi kedokteran harus mengacu pada standar yang diatur oleh peraturan dan perundang undangan yang berlaku.

Nama standar untuk pelayanan kedokteran

Perihal terminologi standar, prof Dr.dr. Sudigdo Sastroasmoro (anggota Kosorsium Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI) dalam workshop standar pelayanan kedokteran (13 November 2013 di Jakarta) mengungkapkan tentang begitu banyaknya terminologi yang beredar, sehingga disebut “The jungle of terms”antara lain: “Standar pelayanan”, “standar pelayanan kedokteran”, “standar pelayanan kesehatan”, “standar prosedur operasional”, “prosedur operasional standar”, “standar profesi”, “standar fasilitas”, “standar pelayanan medis”, “pedoman pelayanan medis”, “panduan pelayanan medis”, “panduan praktik klinis”, “prosedur baku”, dan sebagainya.

Tulisan ini berdasarkan rujukan peraturan perundang undangan yang berlaku, serta makalah workshop yang dihadiri oleh penulis. Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat membuat pencerahan tentang pelayanan kedokteran.

Peraturan tentang standar

Bila saat pendidikan,  seorang calon dokter diatur Undang-Undang Pendidikan Nasional dan harus memenuhi standar kompetensi yang ditentukan, jika sudah lulus dan berpraktik sebagai dokter, maka yang mengatur adalah Undang Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UUPK).

UUPK bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, termasuk dokter dan dokter gigi.

Pasal 44 jelas menyebutkan: ayat 1 dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti Standar Pelayanan Kedokteran atau kedokteran gigi, ayat 2 standar pelayanan sebagaimana yang dimaksud dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan, ayat 3 standar pelayanan untuk dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri. Dengan demikian isilah yang benar adalah standar pelayanan kedokteran (SPK).

[caption id="attachment_284057" align="aligncenter" width="149" caption="Workshop Standar Pelayanan Kesehatan"][/caption] Merujuk pada amanah Undang Undang tersebut, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang nomor 1438 / MENKES / PER / IX / 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran (PMK 1438, 2010). Peraturan ini bertujuan agar pasien memperoleh pelayanan kedokteran berdasarkan nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien. Disebutkan dalam PMK 1438, Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) meliputi Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO).

PNPK (Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran)

PNPK disusun oleh kelompok pakar kedokteran, kedokteran gigi atau profesi lain yang dianggap perlu. PNPK disusun bagi penyakit atau kondisi yang memenuhi satu atau lebih persaratan: paling sering dan yang paling banyak terjadi; memiliki risiko tinggi; memerlukan biaya tinggi; dan terdapat variasi/keragaman dalam pengelolaannya.

PNPK memuat penyataan secara sistematis berdasarkan pada bukti ilmiah (scientific evidence), untuk membantu dokter dan lain lain, tentang tata laksana penyakit atau kondisi klinis yang spesifik. PNPK disahkan oleh Menteri Kesehatan.

[caption id="attachment_284058" align="aligncenter" width="262" caption="Buku-buku PNPK"]

1387118642820332128
1387118642820332128
[/caption]

SPO (Standar Prosedur Operasional)

SPO bersifat wajib disusun oleh staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dikoordinir oleh komite medis ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Professor Sofyan Ismael, Ketua Konsorsium Upaya Kesehatan pada workshop tentang Standar Pelayanan Kedokteran, menyampaikan bahwa SPO yang digunakan dalam peraturan tersebut mengacu pada Ashton (2002): Taxonomy of Health System Standards, dengan modifikasi standard operating procedure menjadi: clinical practice guideline (panduan praktik klinis , PPK), - clinical pathway (alur klinis), - algorithmic (algoritme), - protocol (protocol), - procedure (prosedur),  Bila suatu penyakit atau kondisi tertentu belum disusun PNPKnya, maka PPK yang disusun oleh komite medis rumah sakit dapat berdasarkan Literatur, artikel asli seperti Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), dan lain lain asalkan memiliki bukti ilmiah (scientific base) yang sah. Dengan adanya PMK 1438, istilah dapat berlaku secara universal, mengingat Indonesia masuk dalam AFTA.

Alur klinis

Menurut Joanne Ashton dalam Taxonomy of Health System Standards, alur klinis adalah penjabaran rencana pelayanan pasien terstandar hari demi hari (a day by day patient standardized plan of care) dalam suatu lembaran kerja. Alur klinis dibuat bilamana pelayanan bersifat multi disiplin yaitu oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan lainnya, sehingga memperjelas penerapan pelayanan dan mempermudah monitoring kemajuan pasien.

PPK dalam pelayanan

Merujuk pada UUPK, Penyusunan SPO disesuaikan dengan jenis dan strata fasilitas yang dimiliki oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan demikian SPO di Rumah sakit kelas A berbeda dengan SPO di rumah sakit kelas C. Contoh rumah sakit yang memiliki MRI, CT Scan berbeda dengan yang hanya memiliki alat X Ray biasa. Untuk pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional dibedakan antara penyelenggara pelayanan primer, sekunder dan tertier, sehingga PPK dan alur klinisnya juga berbeda.

Dengan adanya alur klinis, maka dapat dijabarkan lebih lanjut untuk menghitung biaya pelayanan pada penyakit atau kondisi tertentu berdasarkan unit cost. Namun hal tersebut hanya terbatas pada penyakit dengan kondisi yang pada umumnya dapat diprediksi perjalannya hingga jumlah hari perawatan dapat ditentukan.

[caption id="attachment_284060" align="aligncenter" width="454" caption="Skematik PMK 1438/2010"]

1387118934809797390
1387118934809797390
[/caption]

Kesimpulan

Keadaan yang muncul akhir akhir ini lebih diakibatkan kurangnya upaya diseminasi informasi oleh Kementerian Kesehatan kepada para pelaku kepentingan pelayanan kedokteran, workshop Standar Pelayanan Kedokteran (tanggal 13 November 2013 di Jakarta),  menginformasikan bahwa Kementerian Kesehatan telah menghasilkan 5 PNPK tata laksana: Preklamsia, Bayi Berat Lahir Rendah, Trauma, HIV/AIDS dan Tuberkulosis. Dengan demikian fasyankes sudah bisa menyusun SPO dalam bentuk PPK yang mengacu pada PNPK tersebut. Bagi penyakit atau kondisi yang belum ada PNPK nya, maka fasyankes tetap wajib menyusun  PPK mengacu pada rujukan lain yang memiliki scientific evidence.

Masalah dr. Ayu dapat dilihat dari pengaturan yang ada baik UUPK maupun Undang Undang Nomor 44 tahun 2004 tentag Rumah Sakit (UURS), terkait tentang kewajiban dan hak rumah sakit maupun pasien, serta audit kinerja dan audit teknis.

Dalam UURS disebutkan rumah sakit berkewajiban melakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali, sehingga setiap rumah sakit harus memiliki SPO yang mengacu pada pedoman, standar yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan

Masalah yang timbul dapat dihindari atau diselesaikan dengan mengacu pada peraturan perundang undangan yang ada. Kemajuan informasi teknologi memudahkan untuk memperoleh informasi peraturan yang berlaku.

Saran kami adalah, para praktisi pelayanan kedokteran harus sering mengupdate atau mencari informasi, dan terus melakukan penyesuaian dengan keadaan yang berubah dengan cepat, sehingga dapat menghindari kekisruhan penggunaan istilah dan rujukan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Dr. Fainal Wirwan. MM. MARS

Pemerhati pelayanan kesehatan

Daftar pustaka:

1.Undang Undang  Republik Indonesia, Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran,

2.Undang Undang Republik Indonesia nomoe 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit

3.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran

4.Joanne Ashton, Taxonomy of Health System Standards.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun