Mohon tunggu...
Fahryansyah Nugraha
Fahryansyah Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa yang ingin meluapkan isi pikirannya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mereview artikel pak Dr.Study Rizal

6 Oktober 2025   23:17 Diperbarui: 6 Oktober 2025   23:17 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Artikel milik Dr.Study Rizal yang berjudul "Kerusuhan sebagai Bahasa yang Putus: Membaca Tragedi, Arogansi Elite, dan Solusi Komunikasi Kritis" yang diterbitkan di Kompasiana, menyoroti fenomena kerusuhan sosial dari sudut pandang komunikasi politik dan moralitas sosial. Pak Dr.Study Rizal berupaya menunjukkan bahwa kerusuhan bukan semata-mata tindakan anarkis, melainkan refleksi dari kegagalan komunikasi antara rakyat dan elite. Gagasan utama artikel ini berangkat dari premis bahwa ketika ruang dialog publik tertutup dan suara masyarakat diabaikan, maka kekerasan dapat muncul sebagai bentuk "bahasa terakhir" dari rakyat yang tidak lagi memiliki saluran ekspresi.

Pak Dr.Study Rizal mengawali argumennya dengan mengangkat kasus tragis Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang menjadi korban dalam situasi kerusuhan. Kisah ini berfungsi sebagai representasi penderitaan masyarakat kecil yang kerap menjadi korban konflik sosial dan politik yang mereka tidak ciptakan. Melalui contoh tersebut, penulis mengkritik sikap para elite yang dianggap menampilkan "arogansi simbolik", baik melalui ucapan maupun tindakan yang dinilai tidak peka terhadap realitas sosial rakyat. Kritik ini menyoroti adanya jarak moral dan komunikasi antara penguasa dan masyarakat, yang menjadi faktor pemicu terjadinya krisis kepercayaan publik.

Selain menawarkan kritik, penulis juga mengemukakan gagasan solusi melalui konsep "komunikasi kritis". Ia menekankan pentingnya membangun ruang dialog yang lebih terbuka dan empatik antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat sipil. Dalam pandangannya, komunikasi kritis dapat menjadi sarana untuk menumbuhkan kesadaran kolektif dan menghindari kekerasan sebagai ekspresi terakhir dari kekecewaan sosial.

Secara konseptual, artikel ini memiliki keunggulan dalam menyampaikan pesan moral dan sosial yang kuat. Penggunaan metafora "bahasa yang putus" merupakan representasi simbolik yang efektif untuk menggambarkan kondisi komunikasi yang terhenti antara rakyat dan elite. Gaya penulisannya yang reflektif dan emosional juga membuat gagasan yang disampaikan mudah diterima pembaca umum. Namun demikian, dari sisi akademis, artikel ini masih memiliki beberapa kelemahan. Pertama, terdapat kecenderungan generalisasi dalam menggambarkan elite sebagai kelompok yang sepenuhnya arogan tanpa dukungan data empiris yang memadai. Kedua, solusi yang ditawarkan masih bersifat normatif dan belum menjelaskan secara konkret mekanisme implementasi komunikasi kritis dalam konteks sosial-politik Indonesia.

Meskipun demikian, artikel ini tetap memiliki nilai penting dalam memperkaya wacana publik mengenai hubungan antara kekuasaan, komunikasi, dan kesadaran sosial. Penulis berhasil menempatkan isu kerusuhan dalam kerangka komunikasi yang lebih luas, sehingga pembaca dapat melihat bahwa konflik sosial tidak hanya berkaitan dengan tindakan fisik, tetapi juga dengan kegagalan memahami dan mendengar satu sama lain. Dengan demikian, tulisan ini dapat dianggap sebagai refleksi kritis terhadap kondisi komunikasi politik di Indonesia, serta sebagai ajakan untuk membangun budaya komunikasi yang lebih inklusif, empatik, dan berkeadilan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun