Mohon tunggu...
Fahrul Rozi
Fahrul Rozi Mohon Tunggu... Penulis - Saya adalah seorang pembelajar yang ingin tahu banyak hal

Aku berkarya maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kuasa Bersifat Taktis

17 Februari 2020   17:56 Diperbarui: 18 Februari 2020   08:55 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The History of France Philosophy


Jika kita melihat bahwasannya dewasa ini, khususnya di Indonesia banyak sekali yang berlomba-lomba untuk berebut kursi atau singgasana kekuasaan. Mereka kerap kali melakukan tindakan inskonstitusi dan berusaha dengan berbagai cara untuk untuk mewujudkan apa yang dia inginkan itu. 

Padahal menurut Foucault, kekuasaan sifatnya hanya teknis belaka, dimana terjadi pergeseran-pergeseran saja antar struktur yang bersifat hierarki. Pergeseran itu disebabkan oleh strategi itu sendiri. Sehingga dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwasannya kuasa hanyalah bersifat taktis. Memang banyak hal yang bertubrukan antara satu praksis dengan praksis lainnya, namun itu juga upaya untuk berkuasa dan lagi-lagi kita harus mengatakan bahwa itu adalah taktis belaka. Bosan rasanya, namun itulah yang terjadi.

Menurut Foucault, kuasa tidaklah bersifat negatif dan melalui represi. Justru kuasa berjalan melalui apa yang kemudian disebut regulasi sebagai bentuk daripada "disiplin" dan menghukum. Terdapat lembaga-lembaga tertentu yang menggunakan pengetahuan dengan tujuan politis. Hal-hal yang selama ini kita saksikan di media elektronik maupun cetak, itu merupakan bentuk daripada kekuasaan. Bahkan meme sekalipun yang orang terhibur karenanya, itu juga diproduksi oleh kekuasaan. 

Secara empiris, penulis merasa skeptis dengan data yang pemerintah selalu khawatirkan dan sekaligus banggakan. Pada kasus mengkhawatirkan misalnya, pemerintah merasa khawatir lantaran manusia-manusia Indonesia yang kehilangan pekerjaannya akan bersatu untuk kemudian melakukan aksi massa. Disitu pemerintah juga merasa takut akan tuntutan rakyat yang dilayangkan kepadanya. Secara rasa, pemerintah merasa galau, ia merasa khawatir dan bingung..

Begitupun angka-angka yang kerapkali pemerintah banggakan misalnya data kenaikan pendapatan perkapita yang sebenarnya adalah pengeluaran individu yang dibuat dengan metode induktif oleh pihak BPS. Lalu apa manfaatnya data-data tersebut yang kemudian tidak berpengaruh apa-apa terhadap kemajuan Indonesia. Orang bekerja di Indonesia hidupnya begitu-begitu saja, gak kaya-kaya. Kurang lebih begitu, sehingga apa kita harus pindah saja dan berimigrasi ke Amerika untuk menjadi warga negaranya. 

Nampaknya itu sangatlah indah. Karena negara masa depan adalah negara yang mengutamakan ilmuwannya dibandingkan persoalan remeh temeh apalagi mengurusi soal selangkangan. Lucu memang negeri ini, dibangun dengan susah, kemudian dirusak lagi dengan segala upayanya. Mulai dari korupsi yang sudah mendarah daging bahkan hingga masuk ke nukleus atau inti sel. Serta oknum pejabat yang kerap kali hanya membuat pencitraan atas dirinya sendiri agar terlihat baik di mata rakyatnya. Padahal kelakuan mereka sangatlah rakus bak serigala yang melihat mangsanya ketika lapar.

Dalam istilah Durkheim, organisasi layaknya tubuh manusia, memiliki kepala, kaki, tangan badan dan seterusnya. Namun ketika kepala telah berbuat baik, berniat baik, sayangnya mereka-mereka yang berada dibawahnya mengalami suatu patologi yang sangat sulit disembuhkan. Mereka sakit, mereka berkeliaran dan tak dirawat bagaimana rumah psikopatologi merawatnya. Alhaslis, apa yang dicanangkan pemerintah tentu tidak berjalan baik lantaran ulah segelintir kelompok. 

Kita jangan hanya serta merta menyalahkan pemerintah pusat, maka sampai kapanpun tak akan pernah bertemu dengan yang bernama solusi, coba kita sadar diri, apakah kita sudah berbuat baik kepada negara? Sejauh apa kontribusi kita untuk memajukan negara? Apa hanya dengan diam saja? Hanya dengan bermain tiktok saja layaknya pengangguran yang tak memiliki pekerjaan. Apakah hanya dengan bermain tiktok, apa hanya dengan bermain hal-hal yang tidak jelas lainnya akan membuat kas negara meningkat? Silahkan Anda renungkan sendiri jawabannya, karena saya yakin anda tahu. Namun jika Anda tahu, kenapa Anda diam saja?

Padahal banyak cara untuk kita memberikan sumbangsih kepada negara, baik itu lewat budaya yang kita kenalkan kepada dunia internasional atau dengan edukasi. Banyak cara sebenarnya, namun itu lagi-lagi berangkat dari kemauan masing-masing. Pesan terakhir dari penulis, janganlah kau bertanya berapa banyak yang telah negara berikan kepadamu, tapi tanyakanlah kepada dirimu sendiri apa yang telah kau berikan kepada negaramu.

Fahrul Rozi, 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun