Mohon tunggu...
Fahrizal Muhammad
Fahrizal Muhammad Mohon Tunggu... Dosen - Faculty Member Universitas Prasetiya Mulya

Energi Satu Titik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teruslah Bergerak dan Berkarya

27 Februari 2020   07:18 Diperbarui: 27 Februari 2020   07:26 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu dia berkata,"Saya memang harus move on, Pak. Tahun lalu termasuk tahun yang luar biasa buat saya karena sejumlah kegagalan: pertama, gagal menjadi polisi. Kedua, gagal jadi dosen di kota provinsi. Ketiga: gagal nikah.

Akhirnya, ia berkomentar banyak tentang yang ketiga. Sepintas ceritanya sangat biasa dan wajar, tetapi kemudian ada yang menarik tentang bagaimana ia mengucapkan move on yang memang diperlukannya. 

Ia mengatakan kalau move on buat dia adalah sesuatu yang sangat mudah dan simple. Ia tidak memerlukan waktu lama untuk kembali ke kondisi normal untuk hal yang satu ini. Apa pasal? Karena, ia tidak pernah "menyerahkan 100%" perasaannya pada hubungan itu. Saya penasaran. Jadi berapa persen? "Paling saya berikan 30%, Pak." Selebihnya, logika! Wow, luar biasa.

Kita tidak pernah tahu, bagaimana persisnya dua orang di atas menggunakan kekuatan "mantra move on" untuk hati mereka yang luka. Kita juga tidak bisa mengatakan bahwa yang pertama lebih berat daripada yang kedua atau sebaliknya. Yang kita tahu, keduanya mengucapkan mantra yang sama untuk prahara hatinya masing-masing.

Menggenapkan Impian

Paparan di atas adalah bagian pertama dari konteks penggunaan mantra move on. Masih ada satu kondisi yang memungkinkan kita mengaktifkan kekuatan mantra move on. Apa itu?

Konteks ini adalah pencapaian tertinggi dan maksimal dalam segala kekuatan yang mungkin. Adalah wajar bila dalam seluruh proses pencapaian yang kita lakukan adalah upaya sadar untuk menggenapkan setiap impian. Dalam perjalanan itulah kita akan bertemu dengan sejumlah kondisi yang tidak ideal: kondisi ekternal di luar kendali dan kondisi internal yang membelenggu dan membatasi (block).

Pada gilirannya, kita akan berhadapan dengan sejumlah hambatan. Merekalah yang berkolaborasi sehingga membuat kita menyerah (quit) sebelum melangkah, kalah sebelum berperang. Mengapa ini bisa terjadi? A set of knowledge dan a set of value yang kita peroleh dari masa lalu dan lingkungan tanpa sadar telah membentuk dan mengkristalkan sejumlah block.

Kondisi lain, tidak jarang kita terlenakan dengan semua bentuk pujian yang tulus, setengah tulus, atau bahkan pura-pura tulus. Sakitnya perjalanan, rasa puas, dan hati yang senang memanjakan diri sendiri bertemu dengan situasi seolah-olah manis itu. 

Terbentuklah suasana nyaman. Kenyamanan itulah yang pada waktunya membenarkan istirahat panjang dan sikap santai. Kita berhenti pada satu titik nyaman dengan mematut-matut pencapaian yang belum seberapa (campers). Kita lupa, bahwa perjalanan belum selesai. Kita masih harus terus berjalan apa pun kondisinya. 

Di kondisi inilah kekuatan mantra move on kita butuhkan dengan penuh kesadaran untuk pencapaian maksimal. Mari kita kembali. Mari genapkan energi satu titik yang telah terikrarkan dan senantiasa hidup dalam balutan doa dan dzikir. Mari kembali ikhlash untuk bermetamorfosis sepenuh hati menggenapkan apa pun yang menjadi goal setting di awal perjalanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun