Berbeda dari pendekatan konvensional, program ini juga mengintegrasikan praktik spiritual sebagai bagian dari terapi. Metode MITS (Mengamalkan Istighfar, Tahlil, dan Shalawat) dirancang untuk membantu pasien menenangkan pikiran, mengurangi stres, dan menumbuhkan harapan serta ketenangan batin.
"Diabetes bukan hanya penyakit tubuh, tetapi juga hati dan pikiran. Dengan mengajak pasien berdzikir, mengamalkan istighfar, tahlil, dan shalawat secara rutin, mereka merasa lebih dekat dengan Tuhan dan memiliki kekuatan mental yang lebih baik untuk menghadapi tantangan hidup," ungkap salah satu tokoh agama setempat yang terlibat dalam program.
Peran Keluarga sebagai Pilar Dukungan
Kegiatan penyuluhan ini juga menempatkan keluarga sebagai mitra utama dalam proses pemulihan dan perawatan. Anggota keluarga tidak hanya didorong untuk memahami kondisi medis pasien, tetapi juga dilatih untuk memberikan dukungan emosional dan motivasi positif. Mereka dibekali modul edukasi tentang makanan sehat, pengelolaan stres, serta cara membantu pasien memantau kadar gula darah secara mandiri.
Saya jadi lebih tahu bagaimana menyiapkan makanan yang sesuai untuk bapak saya. Kami juga sekarang sering berdzikir bersama setelah salat. Ternyata sangat menenangkan," tutur salah satu warga RW 03 yang menjadi peserta program.
Hasil Nyata: Kontrol Gula Darah dan Kualitas Hidup Meningkat
Evaluasi program selama 4--6 minggu menunjukkan hasil yang menggembirakan. Sebagian besar pasien mengalami penurunan kadar gula darah yang signifikan, penurunan stres, serta peningkatan rasa percaya diri dalam mengelola keseharian mereka. Selain itu, kualitas hidup pasien juga membaik, terutama dalam aspek hubungan sosial, spiritual, dan kesejahteraan emosional.
"Sebelum ikut program ini, saya sering merasa lelah dan sedih. Sekarang saya lebih semangat, dan saya tahu saya bisa mengatur hidup saya dengan lebih baik," ujar seorang peserta penyuluhan.
Harapan dan Keberlanjutan
Melihat keberhasilan ini, program pemberdayaan keluarga berbasis SEEIP + MITS + DSME diharapkan dapat terus berlanjut dan diperluas ke wilayah lain di Surabaya. Kolaborasi antara tenaga kesehatan, tokoh agama, kader, dan keluarga pasien menjadi kekuatan utama dalam memastikan keberlanjutan program ini.