Menjadi Indis
Mereka yang diwawancarai menggunakan 2 jenis wancana untuk menunjukan persamaan dan perbedaan di dalam masyarakat mereka. Wacana rasial digunakan untuk menunjukan adanya perbedaan, wacana budaya kultural mengunkapkan garis besar persamaan maupun perbedaan. Menjadi jelaslah bahwa perbedaan antar anggota masyarakat terutama dibahas sembari merefleksikan hidupnya di Hindia-Belanda. Dalam seluruh cerita mereka tentang masa colonial, istilah indis digunakan untuk mendefiniskan orang-orang keturunan campuran Eropa dan Asia. Suatu perbedaan rasial yang sama dibuat, baik oleh wanita-wanita dengan warisan campuran dan mereka yang kedua orangtuannya Eropa, ketika menggambarkan anak-anaknya dengan siapa mereka pergi sekolah. Odentifikasi diatas adalah landasan rasial dengan jelas dalam memori masa anak-anak dari banyak orang yang lihat jelas krtika seorang perempuan meidentifikasi anak-anak perempuan dan laki-laki saat dia anak pergi ke sekolah. Perbedaan budaya juga dibahas ketika mendefinisikan kelompok warga Negara Belanda berdarah penuh, beberapa digambarkan sebagai mereka yang mengkombinasikan unsur-unsur Eropa dan Asia di dalam gayahidup mereka, yang lainnya sebagai mereka yang secara kultural lebih berorientasi barat. Ini juga memberika contoh dalam intisari di datas dimana seorang wanita yang membuat suatu perbedaan antara Belanda dan “Belanda-asli – anak totok”. Seluruh uraian hidup mereka di bekas wilayah penjajahan, wanita-wanita itu menguraikan bahwa kelompok warga kebangsaan Belanda di Hindia tidaklah Homogen. Ras, bahasa, kebangsaan dan gaya hidup digambarkan sebagai pertanda batasan-batasan di dalam masyarakat Eropa pada saat sekarang ini. Ketika mendifinisikan masyarakat indis Belanda di Australia, pembedaan tersebut Nampak tidak diberlakukan lagi sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang perempuan Indis. Indis kini digambarkan sebagai orang Eropa yang pernah mengalamu suatu masa lampau di Hindia-Belanda. Masa lalu dalam masyarakat colonial secara nostalgia digambarkan sebagai Tempo-Doeloe masa lalu yang gemilang. Walaupun memori tentang Tempo-Doeloe sangat individualistic dan berpusat pada keluarga, mereka sekarang menghubungkan wanita-wanita itu dengan sebuah komunitas yang lebih luas dan nilai-nilai referensi di masa lalu. Membayangkan dan mengkomunikasikan pengalaman bersama dengan orang lain telah menjadi sebuah aspek sentral untuk mendefinisikan ke-Indisan dalam konteks poskolonial. Seperti halnya memori kolektif tentang kehidupan colonial yang menetapkan batasan-batasan di dalam kelompok ini di Australia.
Identitas kolektif mereka juga dibahas malalui nilai-nilai dan usur-unsur budaya bersama. Ketika para wanita itu ditanya pertanyaan langsung tengang kebiasaan tradisional Indis Belanda yang mereka amati di dalam kehidupan sehari-hari mereka, jawaban yang paling umun adalah berhubungan dengan makanan. Pilihan untuk hidangannya bergaya Indonesia, diilhami oleh tradisi memasak yang telah berabad-abad usiannya dengan menggunakan bumbu rempah-rempah yang sepertinnya menjadi unsur yang abadi dari budaya Indis.
Menjadi orang Belanda
Dalam analisa sensus Australia tahun 1986, Mangiri dan Coughlan menggunakan istilah kelahiran Indonesia ketika mengacu pada bangsa Belanda yang di lahirkan di kepulauan Nusantara. Wantita-wanita yang diwawancarai menekankan bahwa mereka tidak dilahirkan di Indonesia, mereka dilahirkan di Hindia-Belanda. Walau secara luas mereka mengacu pada geografis yang sama, mereka menggambarkan suatu perbdedaan penting antara Indonesia pada masa sekarang dengan masa saat mereka di lahirkan atau saat mereka hidup ketika tempat tersebut berada di bawah kekuasaan Belanda. Ketika berefleksi tentang kehidupan mereka di Hindia, semua wanita itu menafsirkan unsur-unsur Belanda dalam pendidikan dan gaya hidup mereka, terlepas dari garis keturunan mereka. keBelandaan mereka di garis bawahi dengan menekankan bahwa mereka berbicara dan mempelajari bahasa Belanda. Pendidikan jauh lebih di anggap memainkan peran utama di dalam asuhan Barat mereka. Ketika diminta untuk menguraikan bagaimana contoh orientasi hidup orang Belanda di negeri jajahan, kebanyakan wanita menguraikan pokok-pokok materi yang diajarkan di sekolah. Karakteristik yang obyektif seperti bahasa dan kebangsaan dilihat sebagai indikasi tentang adanya persamaan hubungan antara orang-orang dari Belanda. Hubungan historis dengan Belanda itu juga digunakan sebagai sebuah indicator untuk suatu afilasi di antara kedua kelompok tersebut. Bahwa kaita erat antara kedua Negara dialami dengan cara yang berbeda oleh orang Belanda di Belanda yang menjadi jelas bagi kalangan Indis Belanda ketika mereka, sebagai hasil proses dekolonisasi “pulang kembali” ke Belanda, sebelumnya mereka telah bermigrasi ke Australia. Kebanyakan mereka yang datang awalnya terkejut dengan di antara mayoritas warga Negara Belanda tidak ada pengertian tentang hubungan antara kedua Negara dan penduduknya. Selama mereka menghabiskan waktu di Belanda, wanita-wanita itu menjadi sadar akan perbedaan antara orang Belanda Eropa dan kebudayaaannya yang kultur colonial yang telah mereka alami di Hindia. Perbedaan-perbedaan tersebut sebagaian besar dibahas dalam pemahaman seperti pemakaian bahasa yang berbeda, selera humor yang berbeda, makanan yang berbeda, dan gagasan yang berbeda tangtang keramahtamahaan dan kesehatan. Kesadaran tentang perbedaan kehidupan di Belanda dan kehidupan sehari-hari mereka di negeri bekas Hidua dulu, mereka menekankan bagaimana mengatasi masalah tersebut, semua wanita-wanita itu menyesuaikan diri terhadap unsur-unsur kebudayaan Belanda yang berbeda setelah beberapa tahun. Walaupun kebanyakan wanita-wanita itu menyatakan bahwa mereka sudah membangaun persahabatan dengan Hollanders di Australia, mereka menunjukan bahwa melibatkan mereka dalam percakapan tentang peperangan yang mereka alami di Hindia-Belanda adalah sangat sulit dan di sana hanya ada 1 pemahaman yang samar bahwa peperangan di Asia Tenggara berbeda dengan yang mereka alami dari peperangan di Eropa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI