Mohon tunggu...
Fadil S. Isnan
Fadil S. Isnan Mohon Tunggu... Konsultan - Teman Bercakap

Semesta Mendukung

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Semangat Antiposmodernisme

17 April 2015   04:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya pernah mendengar bahwa salah satu penyebab Indonesia tidak kunjung naik tingkat dari gelarya sebagai negara berkembang adalah masyarakat yang postmodernisme. Postmodernisme sendiri kurang-lebih artinya tidak menjunjung tinggi kebenaran. Masyarakat Indonesia cenderung mau untuk dipengaruhi orang lain. Inginnya terima jadi.

Contohnya saja ketika kita sekolah. Kita cenderung mengangguk-angguk saja kepada guru atau dosen kita tanpa mau berpikir lebih jauh apakah itu benar atau tidak. Selama otak kita mau menerima, ya sudah.

Pun sama halnya yang terjadi di dunia. Amerika sendiri, orang-orangnya sudah tidak lagi berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Inilah sebabnya, saat ini jarang ada ilmuwan-ilmuwan baru yang luar biasa seperti Einsten dan Issac Newton.

Berpikir kritis sama sekali tidak melanggar aturan Tuhan. Namun, sebaliknya, berpikir kirits terhadap kebenaran suatu masalah adalah sebuah anjuran Tuhan. Dalam rangka mensyukuri nikmat berupa akal, hendaknya kita rajin merawatnya dengan cara terus memacu agar tetap bekerja. Otak harus tetap bekerja karena sekali berhenti, akan susah untuk menstimulasikan kembali, kecuali bagi orang-orang yang memang diberi anugerah lebih atas otak yang cemerlang.

Hal ini tidak menutup kemungkinan, orang yang otaknya biasa-biasa saja akan menjadi seseorang yang luar biasa dengan memunculkan cara berpikir yang tidak biasa. Tidak masalah kita bodoh atau pintar. Masalahnya adalah berusaha atau tidak. Memangnya Tuhan menyuruh kita agar bisa memastikan hasilnya baik? kan tidak. Manusia hanya disuruh untuk berusaha semaksimal mungkin. Hasil itu hak prerogatif Tuhan.

Dengan tulisan ini, saya mengajak para pembaca untuk bisa lebih berpikir kritis. Pun terhadap media-media yang mulai tidak jelas. Kita memang harus pandai menyortir dan memilah mana berita yang benar dan yang tidak. Kemampuan seperti inilah yang sedang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

Saya pun masih agak malas-malasan untuk memikirkan suatu hal yang tidak nyampe di otak saya. Namun, setidaknya saya sadar bahwa hal ini agaknya keliru.

Mari bersama-sama memiliki semangat antiposmodernisme. Jangan mau dicucuk hidungnya oleh zaman. Kita memang tetap mengikuti arus, tapi ikutilah dengan cara yang berbeda, dengan gaya kita masing-masing.

Be the best. But if you cannot be the best, be the only one.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun