Mohon tunggu...
fadia nurul azmi
fadia nurul azmi Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembentukan Karakter Anak pada Masa Covid-19

2 Agustus 2020   21:39 Diperbarui: 2 Agustus 2020   21:32 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

COVID-19 merupakan penyakit yang tegolong baru dimana penyebab, asal muasal virus ini belum diketahui secara pasti (Chan dkk, 2020). Corona Virus Disease (COVID-19) sangat meresahkan masyarakat dunia selama dua bulan terakhir ini. Wabah ini disebabkan oleh Novel Coronavirus (SARS-Cov-2) (World Health Organization, 2020a). 

Sebelumnya penyakit jenis ini sama sekali belum pernah terdeteksi dalam dunia medis. Wabah ini memang pertama kali dilaporkan mewabah di Wuhan, China. 

Virus ini berkembang dengan cepat menginfeksi manusia melalui sistem pernafasan. Per April 2020, sekitar 1.8 juta jiwa terinfeksi oleh virus ini dan sekitar ratusan ribu jiwa tersebut tidak mampu bertahan terhadap virus tersebut atau mengalami kematian di sekitar 213 negara di dunia (World Health Organization, 2020b

Begitu berbahayanya penyakit ini, sehingga pemerintah berupaya keras untuk menanggulangi penyebaran COVID-19 ini. Sampai saat ini belum ditemukannya obat serta vaksin untuk masalah ini sehingga jalan satu-satunya hanyalah memutus mata rantai penyebaran COVID-19 ini. Cara yang paling ampuh untuk memutus rantai penyebaran wabah ini adalah dengan melakukan pembatasan sosial (sosial distancing)dan pembatasan fisik (physical distancing) (Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri, 2020). Pembatasan sosial ialah menjaga jarak dalam bersosialisasi, menjaga jarak dalam melakukan aktivitas sosial, termasuk membatasi diri untuk melakukan sosialisi di masyarakat meminimalisir kotak dengan individu yang lain. Begitu pula pembatasan fisik maksudnya ialah pembatasan dengan menjaga tubuh secara fisik dengan jarak 1-2 meter ketika melakukan kontak atau bersinggungan dengan individu lainnya. Disamping itu pola hidup bersih dan sehat juga sangat penting untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini seperti selalu menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dll (Zhou, 2020).

 Untuk mengatur hal tersebut pemerintah telah dengan tegas mengeluarkan berbagai kebijakan di segala bidang (Suharyanto, 2020). Di bidang kesehatan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Di bidang pendidikan kementerian pendidikan telah mengeluarkan surat edaran mengenai pembelajaran dari rumah (Learning from Home) (Sekretaris Kabinet, 2020). Begitu pula di bidang lainnya juga telah diatur tentang pembatasan dan kebijakan terbaik supaya terhindar dari pademi ini. Sangat miris memang, namun inilah yang saat ini bias dilakukan. Terutama di bidang pendidikan, siswa terpaksa harus belajar dari rumah dengan melakukan pola pembelajaran jarak jauh (Remote Teaching) (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020)

Nah inilah kondisi yang dialami siswa sekarang ini. Siswa lebih banyak berinteraksi di rumah. Sebenarnya pembelajaran jarak jauh yang dilakukan oleh siswa di rumah selama pandemi ini tidaklah sepenuhnya menjadi buruk (Abdussomad, 2020). Seperti halnya yang telah dipaparkan tadi, bahwa ada sikap karakter positif siswa yang mungkin bisa tumbuh di dalam dirinya selama pembelajaran jarak jauh dari rumah ini. Salah satunya yaitu kemandirian. Karakter nerupakan hal yang hakiki dimiliki oleh setiap orang. Karakter juga menjadi ciri setiap individu yang satu dengan individu yang lainnya (Sudrajat, 2011). Bahkan karakter membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Pemahaman terhadap karakter memang relatif dan berbeda-beda bagi setiap ahli. Menurut Sjarkawi karakter merupakan kepribadian atau ciri yang mencirikan seseorang yang didapatkan melalui proses pembentukan dalam lingkungan hidupnya (Kusuma, 2010).

Karakter sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu ini berkembang. Walaupun karakter bisa juga dipengaruhi oleh faktor bawaan, namun hal itu persentasenya sangatlah kecil. Seorang anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan moral yang baik, tentu akan menjadi anak yang memiliki moral yang baik, begitu pula sebaliknya. Karakter tidak muncul begitu saja, namun berproses dari lingkungan yang dikontruksikan secara terus menerus secara simultan. (Lickona, 2012). Ahmadi (2017) menyatakan bahwa karakter bisa dibentuk dan dikondisikan oleh seseorang. Dalam hal ini bisa dikondisikan oleh guru di sekolah dan para orang tua di rumah serta lingkungan masyarakat. Namun yang paling memiliki peranan di sini tentu Guru dan orang tua di rumah. Guru dan orang tua mempunyai peran yang vital dalam pembentukan karakter anak (Wulandari & Kristiawan, 2017). Guru dan orang tua harus menyediakan atau mengkondisikan wadah yang subur sebagai tempat penyemaian nilai-nilai karakter yang nantinya dapat membentuk setiap individu memiliki pembeda yang mencirikan dan memiliki perilaku moral yang baik.

Memang sebenarnya lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang baik dalam mengembangkan sikap atau karakter positif siswa. Keluarga merupakan lingkungan awal seorang anak melakukan interkasi, mengalami tumbuh kembang secara fisik dan emosinya (Hulukati, 2015). Selama ini juga sesungguhnya siswa lebih banyak berinteraksi di rumah, walaupun selama ini mata kita seakan hanya fokus terhadap pendidikan dalam hal ini pengembangan karakter anak di sekolah. Tetapi di rumah semestinya menjadi tempat yang baik dan bahkan lebih baik untuk melakungan pengembangan sikap karakter tersebut. Interaksi ini akan membentuk pola yang baik, mengakrabkan para anggota keluarga dengan berkomunikasi secara intens, sehingga memiliki quality time yang baik pula (Prasetiawan, 2016). Di sinilah orang tua mempunyai banyak waktu dalam membentuk anaknya agar memiliki karakter yang baik dan kuat. Tentu orang tua harus menjadi seorang pendidik, menggantikan guru di sekolah, mengambil peran yang sentral sebagai life educator di rumah selama masa pandemi ini. Inilah saatnya kondisi yang baik ini diharapkan menjadi momentum penanaman hal yang positif bagi anak (Anwar, 2013).

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan Pendidikan Karakter. Tujuan dari Perpres ini tentu untuk membentuk pribadi bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai karakter yang digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Penguatan Pendidikan Karakter yang disingkat PPK ini adalah merupakan upaya pemerintah di bawah satuan pendidikan untuk memeperkuat karakter peserta dididk melalui harmonisasi olah hati, olah pikir, olah raga, melibatkan tiga satuan pendidikan yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat. Kemudian ditindaklanjuti dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), memperkuat pendidikan karakter yaitu dengan melaksanakan pendidikan karakter yang berdasar asas Pancasila dengan menanamkan sikap religious, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Semua sikap tersebut merupakan penjabaran dari 5 (lima) nilai pokok yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.

Di sekolah, penguatan pendidikan karakter ini telah dilakukan dengan baik yaitu dengan menyelipkan nilai-nilai karakter ini pada setiap aktivitas pembelajaran (Dalyono & Lestariningsih, 2016). Namun hal ini tidak akan berjalan maksimal karenasemestinya pendidikan karakter harus melibatkan semua aspek lingkungan secara garis besar yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat (Supranoto, 2015). Di masyarakat pola pendidikan karakter ini sebenarnya telah dilakukan melalui aturan norma serta kearifan lokal yang berlaku di masyarakat, sehingga setiap individu akan dibatasi dan dilurskan oleh aturan norma serta kearifan lokal tersebut sehingga menjadi terbiasa dalam sikap karakter yang sesuai dan diterima di masyarakat itu sendiri (Ruyadi, 2010). Sedangkan pendidikan karakter di lingkungan keluarga merupakan pendidikan karakter terbaik yang bisa dilakukan. Namun, selama ini usaha optimalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga ini kurang maksimal atau belum dikonsep dengan baik (Syarbini, 2014). Karena kurangnya kesadaran orang tua dalam pendidikan karakter untuk ananknya, kesibukan orang tua, dan ketidaktahuan orang tua bagaimana cara membentuk karakter anak yang baik (Muslikhin, 2019).

Inilah momentum yang baik bagi semua pihak, baik guru dan orang tua untuk memngembangkan pendidikan karakter anak. Saat ini 24 jam anak berada di rumah, sehingga sangat tepat guru dan orang tua berkolaborasi mendesain pola pendidikan karakter yang baik selama pembelajaran jarak jauh di rumah ini. Kualitas komunikasi orang tua dan anak yang semakin baik akan meningkatkan kepercayaan anak terhadap orang tuanya (Badudu, 2019). Di sinilah seharusnya orang tua mengambil peran sebagai pendidik karakter yang handal. Pendidikan karakter di lingkungan keluarga harus bisa dioptimalkan dalam kondisi ini. Jangan dibiarkan terlewat begitu saja. Inilah momentum yang baik untuk menebar benih karakter tersebut. Wadah atau tempat penyemaian sudah cukup baik tinggal bagaimana cara menyemainya. Tentu tidak semua orang tua paham akan hal itu. Disamping itu, sangat diperlukan bantuan guru di sekolah untuk tetap melakukan sinergitas dengan para orang tua selama pandemi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun