Mohon tunggu...
Fadhil Nugroho Adi
Fadhil Nugroho Adi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Paruh Waktu

Pembelajar, penyampai gagasan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pergerakan Buruh di Hindia Belanda 1900-1942

1 Mei 2017   13:12 Diperbarui: 1 Mei 2017   13:23 2160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: tabloidguru.wordpress.com

( apresiasi untuk Sandra, seorang pegawai Kementerian Perburuhan dekade 50-60an)

Dalam lintasan sejarah bangsa, kaum buruh mencetuskan sebuah pergerakan mendekati akhir abad XIX, tepatnya pada 1897. Adalah Nederland Indies Onderw. Genootsch (NIOG) , serikat pekerja pertama yang didirikan pada pemerintahan Hindia Belanda. Sebelumnya, di negara-negara Asia lainnya seperti India dan Filipina, berturut-turut serikat buruh didirikan. Sejumlah alasan melatarbelakangi pembentukan serikat pekerja, seperti buruknya syarat-syarat bekerja, rendahnya upah, serta perlakuan yang sewenang-wenang.

Sepuluh tahun pascapembentukan NIOG, pada tahun 1907, dibentuklah serikat buruh perkebunan. Cultuurband, Vereniging v. Asssistenten in Deli misalnya, industri gula, Suikerbond (1906) dan perdagangan, Handelsbond (1909). Dan berturut-turut selanjutnya tumbuh serikat buruh di sejumlah instansi pemerintah seperti Posbond (1905), Spoorbond (1913), dan berbagai serikat buruh lainnya termasuk di tempat-tempat pekerjaan partikelir.

Tumbuhnya pergerakan buruh saat itu dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, munculnya pertumbuhan pergerakan buruh di Nederland pada dekade 1860-1870 dengan National Arbeids Secretariaat sebagai induk organisasi. Kedua, kebangkitan rasa nasionalisme seiring berdirinya Budi Utomo pada 1908. Sebelum tahun 1908, perserikatan tersebut hanya beranggotakan bangsa Belanda yang berpangkat tinggi dan menengah. Serikat buruh yang diinisiasi kaum pribumi baru terbentuk pada 1908 yakni melalui Vereniging v. Spoor en Traam Personnel (VSTP) yang beranggotakan para pegawai kereta api partikelir. Perserikatan tersebut dipimpin oleh Semaun dan beranggotakan bangsa Belanda dan pribumi.

Sesudah itu lahir organisasi-organisasi lain yang hanya beranggotakan kalangan pribumi, seperti Perkumpulan Bumiputra Pabean (1911), Perkumpulan Guru Bantu (1912), Persatuan Pegawai Pegadaian Bumputra (1914), Upium Regie Bond (1916), dan Vereniging van Inlandsch Personeel Burgerlijk Openbare Werken (1916). Di sektor partikelir, muncul persatuan dari pegawai perkebunan pada 1915 dan disusul oleh pegawai-pegawai di industri pada 1917, antara lain Personeel Fabriek Bond yang beranggotakan ratusan pegawai pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara dari kalangan bangsa Tionghoa, pada 26 September 1909 di Jakarta dibentuk Tiong Hoa Sim Gee yang dipimpin Lie Yan Hoei.

Pergerakan buruh yang semakin luas ini mengundang reaksi Ketua Persatuan Pegawai Pegadaian Bumiputra, Sosrokardono, dalam kongresnya pada Mei 1919 di Bandung. Dalam orasinya, ia mengatakan, kesatuan buruh berperan penting untuk menekan pemerintah agar memperhatikan dan mempertinggi adanya perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Sebagai respon, kongres SI yang diselenggarakan pada Oktober 1919 mengamini pandangan tersebut melalui pembentukan “panitia pergerakan kaum buruh” yang bertugas mempelajari kebutuhan-kebutuhan pergerakan buruh dan cara mempersatukannya.

Segera setelah itu diselenggarakan rapat pembentukan pada akhir bulan Desember di tahun yang sama di Yogyakarta. Rapat yang diikuti 22 organisasi itu melahirkan sebuah federasi Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) sebagai induk organisasi buruh dari kalangan Indonesia yang pertama. Sebagai ketua Semaun dan Soerjopranoto sebagai wakil ketua, dan nama-nama beken seperti H. Agus Salim dan Alimin sebagai pengurus. Ada hak-hak buruh yang diatur dalam anggaran dasar PPKB. Seperti upah minimum, waktu kerja delapan jam pada siang hari dan enam jam untuk malam hari, serta ketentuan dapat libur selama 14 hari dalam setahun dengan mendapat bayaran. PPKB juga meminta perhatian dari majikan dalam hal jaminan sosial dan hak berpolitik.

Masa Malaise

Pada masa Malaise, persatuan-persatuan buruh bangsa Indonesia tak tinggal diam. Seperti diketahui, krisis Malaise mendesak onderneming-onderneming dan kantor-kantor perdagangan yang mengurangi bahkan menutup usahanya. Akibatnya pemutusan hubungan kerja banyak mendera, dan tingginya angka pengangguran tak bisa dihindarkan.

Tuntutan kaum buruh dan sejumlah pemogokan banyak terjadi antara tahun 1920-1925. Sebagai pelopor adalah Personeel Fabriek Bond pada tahun 1920. Di Surabaya, pada 15 November, aksi pemogokan di Droogdok Maatschappij diikuti sekitar 800 orang. Berturut-turut kemudian aksi buruh pelabuhan Surabaya pada Agustus 1921, 1200 orang dari Persatuan Pegawai Pegadaian Bumiputra pada pertengahan Januari 1922, dan 8500 orang pegawai kereta api dan tram pada April 1923.

Usaha-usaha tersebut membuahkan hasil. Pemerintah mulai berpikir akan adanya UU Perburuhan. Dengan putusan pemerintah tanggal 30 Desember 1921, dibentuklah Kantor Perburuhan (Kantoor van Arbeid) di bawah Departemen Kehakiman. Kantor tersebut merupakan perluasan dari Kantor Pengawasan Perburuhan (Arbeidsinspectie).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun