Mohon tunggu...
fadel hil hakim
fadel hil hakim Mohon Tunggu... lainnya -

pembelajar tanpa henti, praktisi kajian strategis pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Money

Membandingkan RPJMN 2015 dan MP3EI

7 Januari 2016   15:51 Diperbarui: 7 Januari 2016   16:10 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Reformasi regulasi dapat dipandang secara strategis, baik di negara maju maupun berkembang, sebagai salah satu instrumen inti yang dimiliki pemerintah untuk mengelola ekonomi, mempengaruhi perilaku usaha dan melaksanakan kebijakan sosial. Dalam iklim ekonomi global saat ini yang menhadapi tantangan dari berlanjutnya ketidakstabilan di pasar keuangan di satu sisi dan semakin meningkatnya beban fiskal untuk menyediakan layanan umum penting seperti kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial

Sebagai negara modern Indonesia semestinya  memanfaatkan kekuasaannya dengan regulasi untuk menjadi lebih cerdas, jika bukan lebih sempit. Dalam konteks Indonesia, reformasi regulasi juga merupakan salah satu ambisi usaha negara tersebut untuk mengonsolidasikan proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang demokratis, meningkatkan secara pesat pertumbuhan ekonominya untuk menyaingi ekonomi besar lain di wilayahnya dan mewujudkan tujuan-tujuan kesejahteraan sosial yang penting. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, sekitar 6.000 di antaranya berpenghuni, yang meliputi area seluas nyaris 2 juta kilometer persegi.

Indonesia  memiliki jumlah penduduk suku bangsa dan agama yang sangat beragam dengan jumlah sekitar 241 juta orang. Pada tahun 2011, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada paritas daya beli adalah USD 4.809. Setelah mulainya era Reformasi pada tahun 1999, Indonesia telah meraih kemajuan pesat dalam menerapkan unsur-unsur pokok demokrasi modern, mulai dari pemilihan umum terbuka hingga kebebasan media. Lebih lanjut, proses desentralisasi yang dicirikan sebagai big bang telah mentransformasi pemerintah Indonesia menjadi salah satu pemerintah paling terdesentralisasi di seluruh dunia.

Indonesia juga telah berhasil menjalankan pemulihan ekonomi yang kuat setelah anjloknya produksi yang terburuk dalam sejarah pasca-kemerdekaannya pada tahun 1998. Meskipun demikian, kemunculan demokrasi dan desentralisasi “dentuman besar” belum cukup untuk mewujudkan pasar yang kompetitif dan rezim regulasi yang menunjang perdagangan. Transformasi kelembagaan yang luas dalam administrasi negara Indonesia selama satu dekade terakhir juga mengakibatkan proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang rumit, jika bukan tidak teratur.

Demikian pula, proses desentralisasi yang pesat menimbulkan banyak peraturan yang tumpangtindih dan tidak konsisten di antara kementerian lembaga pemerintah pusat, di antara pemerintah pusat dan daerah serta di antara pemerintah daerah. Yang kemungkinan lebih mengkhawatirkan, desentralisasi juga dapat menciptakan lebih banyak peluang korupsi dengan meningkatkan jumlah pembuat keputusan di seluruh Indonesia yang memiliki kekuasaan mengeksploitasi proses penyusunan kebijakan untuk keuntungan pribadi.

Seperti kita ketahui bersama bahwasanyya produk indonesia lebih kepada keunggulan bahan baku namun lemah dalam pengelolaan, sehingga saat ini dituntut peran pemerintah untuk lebih bisa memberikan nilai tambah terhadap berbagai bahan baku yang di anugerahkan tuhan kepada bangsa indonesia

Presiden telah mencanangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015, sebagai cetak-biru resmi perencanaan pembangunan dalam masa pemerintahannya. Dalam dokumen resmi yang tersedia, perencanaan pembangunan dalam RPJMN hendak “meneguhkan kembali jalan ideologis”, Pancasila dalam rangka “membangun jiwa bangsa, menegaskan fungsi publik negara; menggelorakan kembali harapan di tengah krisis sosial yang mendalam”.

RPJMN 2015 sebagai dokumen resmi juga secara eksplisit mencantumkan Trisakti (berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, berkeribadian secara budaya) sebagai paradigma utama dalam orientasi pembangunan Indonesia di bawah kepemimpinannya. Setidaknya, secara selintas, RPJM 2015 hendak memunculkan orientasi yang berbeda dengan rezim pemerintahan sebelumnya. Retorika kerakyatan yang sempat dipakai oleh Jokowi selama masa kampanye kepresidenan menjadi semangat dasar dari perencanaan pembangunan.

Akan tetapi, sebagaimana perilaku setiap elit di Indonesia, apa yang dimunculkan secara retorik belum tentu adalah apa yang akan secara nyata dilakukan. Di sini, the devil is in the detail  i think Pembacaan mendalam atas RPJMN justru menunjukkan rupa yang kontra produktif denga apa yang tercantum  dalam RPJMN, agenda imperialisme di Indonesia memasuki babakan baru. Jargon-jargon pembangunan ala MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia)-nya SBY, seperti “konektivitas”, “koridor ekonomi”, “pembangunan infrastruktur” masih begitu dominan dalam argumen-argumen mengenai strategi pembangunan dalam RPJMN.

Dalam hal ini, kita perlu mengingat kembali kajian Sajogyo Institute (2014) yang melihat MP3EI sebagai rencana besar dalam melakukan percepatan dan perluasan Krisis Sosio-Ekologis di Indoneisia. Jika kita bersepakat bahwa “MP3EI pada dasarnya adalah desain pembangunan yang sejak awal hanya ditujukan dan dibuat melalui konsultasi, diskusi, dan partisipasi dunia bisnis dan pemilik korporasi raksasa” (Rachman 2014), maka dengan ditemukannya dominasi kosakata MP3EI dalam RPJMN, maka kita dapat menyimpulkan bahwa RPJMN adalah kelanjutan dari proyek imperialisme di Indonesia.

Benar bahwa RPJMN memiliki prioritas pembangunan yang berbeda dengan MP3EI. Namun perbedaan prioritas ini bukanlah sesuatu yang sepenuhnya berbeda dalam trajektori imperialisme itu sendiri. Hal ini setidaknya dapat dilihat pada bagaimana peralihan prioritas pembangunan dari darat ke wilayah laut-pesisir. Banyak orang yang beranggapan bahwa Jokowi hendak mengajukan orientasi pembangunan yang visioner melalui pentingnya pembangunan wilayah kelautan melalui kritiknya perihal, “kita sudah lama memunggungi laut”  akan tetapi yang terjadi pada kenyataannya adalah peralihan ini adalah konsekuensi dari mekanisme struktural akumulasi primitif yang merupakan bagian dari operasi imperialisme dalam MP3EI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun