Mohon tunggu...
Mamuth
Mamuth Mohon Tunggu... Full Time Blogger - teman bagi jiwa-jiwa yang bersahabat

kali, pagi, dan mentari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah Saja, Rejeki Itu akan Mengikuti

14 Februari 2023   22:14 Diperbarui: 14 Februari 2023   22:36 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awalnya merasa begitu kesal ketika mendengar banyak orang yang berlaga bijaksana menyarankan untuk segera menikah. Orang yang berbeda-beda mengucapkan kalimat yang serupa, "menikah saja! percayalah, rejeki itu akan mengikuti."Mereka seringkali mencontohkan orang-orang yang berhasil setelah menikah. Tak jarang pula menunjukkan kasus-kasus yang dialaminya sendiri. Dia mendapat rejeki yang tidak disangka-sangka saat ada kebutuhan yang mendesak. 

Namun seiring berlalunya waktu, semakin banyak lagi orang-orang 'bijak' dijumpai yang memberikan saran yang persis. Perasaan pun berubah, dari kesal menjadi iba. Betapa tidak? Mereka hanya menangkap realitas secara parsial. Segelintir orang yang berhasil saja yang dilihat, tapi mereka menutup mata pada lebih banyak orang yang tidak beruntung. 

Bahkan mereka hanya mengingat sedikit kasus mujur yang dialaminya saja, sedang yang meleset dilupakannya. Tak semua orang yang telah menikah karirnya menanjak dan ekonominya membaik. Tak selamanya pula ketika ada kebutuhan yang mendesak, rejeki yang tak disangka-sangka datang membludak. Tetap saja  banyak orang yang setelah menikah hidupnya masih belangsak. 

Kemudian timbulah kecurigaan, bila para sok bijaksana hanyalah menjerumuskan orang lain untuk jatuh ke jurang yang sama dengan dirinya. Toh kehidupan rumah tangga mereka tidak baik-baik saja. 

Pada kesempatan berikutnya, tak sedikit orang-orang yang telah memberikan saran itu bercerita dan mengeluh masalah ekonomi yang dihadapinya. Mereka benar-benar lupa dengan kebijaksanaannya sendiri. Dari sana munculah kesimpulan, bahwasanya mereka hanyalah korban dari sebuah doktrin. Bila tidak ada yang berteriak, korban-korban berikutnya akan terus berjatuhan.

Besar kemungkinan, semula kalimat tersebut sebetulnya adalah nasihat. Hanya saja orang yang mendengarkan mengimaninya begitu saja lalu mengikuti serta menyebarkan pada orang-orang berikutnya, diwariskan turun-temurun sehingga menjadi dogma yang menyesatkan. Kalimat ini merupakan penjelasan dari ungkapan populer: Harta -Tahta - Wanita. Dimana, sumber utamanya ialah falsafah Artha-Yasa-Kama. Di masa lalu kama diartikan sebagai wanita, maklum saja mengingat jamannya masih maskulin. Untuk saat ini tentunya sudah tak relevan. Akan lebih baik jika kama itu ditransliterasi sebagai pasangan.

Nah, falsafah Artha-Yasa-Kama merupakan nilai-nilai ideal bahwa Artha (harta/rejeki) dan Yasa (tahta/jabatan:opsional) hendaknya diraih lebih dulu. Setelah itu barulah Kama (pasangan) dicari. Bila kama didahulukan konsekuensinya Artha belakangan. Artinya, jika menikah saja dulu rejeki mengikuti. Namanya mengikuti atau dibelakang anda tidak pernah tahu, apakah dibalik gedung, dipunggung gunung, atau di seberang tanjung. Ibaratnya orang menikah itu berangkat dari Jakarta ke Surabaya. Masih mending kalau rejekinya menyusul ke Tambak Beras. 

Tapi jika setelah sampai ke Surabaya, rejeki yang mengkutinya masih di semarang pastinya babak bebelur. Apalagi seandainya baru sampai di Bandung. Hari ini pasangan minta belanja, gajiannya masih dua minggu lagi. Macam-macam yang namanya orang minta, ada yang merengek, ada yang memaksa, ada juga yang mengancam. Pilih saja salah satu. Sederhananya bila menikah didahulukan sebelum rejeki terkumpul, wajar saja terjadi aksi todong-menodong dalam rumah tangga.

Niat ga selamanya kesampaian. Usaha ga melulu berbuah manis. Kepengennya sih begitu. Ngumpulin gono-gini dulu, baru kawin. Tapi setelah bertahun-tahun bekerja masih ga punya apa-apa selain utang. Apa ga usah cari pasangan aja? 

Meskipun kelak terkuak  pernikahan bukanlah aturan yang dibuat tuhan, melainkan dari manusia, hasrat untuk mendapatkan pasangan tidak bisa dihilangkan. Hasrat itu dipenuhi karena memang kebutuhan, bukan disebabkan oleh  dorongan orang lain yang disertai dengan mimpi-mimpi palsu. Dengan menyadari bahwa orang yang memberikan saran tidak menjamin akan selalu ada di saat pasangan mendapat kesulitan, masing-masing pihak akan menganggapnya sebagai resiko yang harus dihadapi. Masing-masing pihak tidak akan saling menuntut dan memberatkan. Sehingga tak perlu ada kekerasan dalam rumah kontrakan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun