Mohon tunggu...
Exnasius Jaka Purnama
Exnasius Jaka Purnama Mohon Tunggu... Administrasi - Guru di SMP Taruna Nusa Harapan

Karena berani mencoba saya menjadi bisa. Karena terus mencoba saya menjadi terbiasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuhan Yesus Selamatkan Nyawa Putri Saya (Mukjizat Tuhan I)

11 Agustus 2016   12:35 Diperbarui: 11 Agustus 2016   12:44 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rabu Wage, 30 Maret 2016. Seperti biasa, pagi ini alarm Handphone membangunkan saya pada pukul 04.00. Istri saya masih terlelap. Anak saya juga masih terbuai dalam mimpinya. Tak tega saya untuk membangunkan mereka. Semalam, istri saya menghadapi ketidaknyamanan di masa kehamilan kesembilan bulan sedangkan anak saya harus begadang karena masih terserang batuk dan pilek.

Saya mengawali hari ini dengan berdoa persembahan pagi sendirian. Saya pasrahkan segala yang akan terjadi kepada Yang Mahakuasa. Tak lupa, saya mendoakan orang-orang terkasih dan kedamaian bagi dunia ini. Terutama doa bagi istri saya yang sebentar lagi akan melahirkan.

Selesai berdoa, saya melanjutkan aktivitas dengan berolahraga jogging di jalan kompleks perumahan. Meskipun singkat, aktivitas itu membuat saya cukup berkeringat. Lumayan untuk menjaga badan agar tetap sehat.

Setelah berolahraga, saya bercengkerama di teras rumah dengan Marcell (panggilan akrab anak pertama saya). Kami menikmati pisang goreng dan secangkir teh buatan istri. Saya melirik jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00. Waktunya saya untuk mandi sekalian memandikan Marcell. Usai mengenakan seragam, kami menyantap sarapan pagi. Wah,nasi goreng telur ceplok tampaknya menjadi menu andalan wajib masakan istri saya.

Setelah menikmati sarapan pagi, saya mengantarkan Marcell ke sekolah. Tiba di halaman sekolah, saya lepaskan dia dengan pelukan, ciuman di kening, dan bisikan motivasi agar selalu bersemangat dalam belajar. Sesudah itu, saya bergegas menuju ke kantor dan melakukan aktivitas saya seperti biasa.

Tiba di kantor, ada semacam perasaan tidak nyaman menyelinap di pikiran saya. Saya mencoba menelepon istri dan menanyakan keadaannya. Istri saya mengabarkan bahwa belum ada tanda-tanda bahwa dia akan segera melahirkan. Kondisi masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Aneh, padahal sudah melewati satu minggu dari prediksi dokter kandungan. Namun, saya tetap bersikap santai. Yang meyakinkan saya untuk tetap santai dan tidak panik adalah kata-kata seorang bidan yang juga menangani kehamilan istri saya. Beliau berkata bahwa masa kehamilan masih wajar.


Tiba waktunya pulang kerja. Saya bergegas pulang karena perasaan tidak enak itu terus saja memainkan perasaan saya. Saya khawatir sesuatu hal akan terjadi terhadap istri saya. Benar saja. Tiba di rumah, istri saya mengatakan bahwa perutnya mulai terasa mulas. Kami pun segera menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan di rumah sakit. Namun, istri saya masih menawar untuk menunda ke rumah sakit karena tanda-tanda itu masih kadang-kadang muncul kadang-kadang hilang.

Kira-kira pukul 15.00, kami memutuskan harus berangkat ke rumah sakit. Rumah sakit yang kami tuju adalah salah satu rumah sakit swasta terkenal yang ada di kota tempat tinggal kami. Tiba di rumah sakit, kami menuju ke bagian klinik kebidanan. Kami mendaftar dan memberikan surat rekomendasi dokter yang selama ini memeriksa kehamilan istri saya di rumah sakit itu. Kami disambut dengan sangat baik dan ramah. Pegawai rumah sakit yang juga seorang bidan bertanya, “Mau kamar yang mana ini, Pak”. “kelas I, Bu”, jawabku santai. 

Setelah itu, petugas itu mendata istri saya dengan meminta identitas diri. Iseng-iseng saya bertanya kepada petugas rumah sakit, “Apakah kami bisa menggunakan fasilitas BPJS?” Cling…Aneh bin ajaib, bukan sulap bukan sihir, tiba-tiba saja pegawai rumah sakit itu berkata bahwa kamar sudah penuh. 

“Bu, bukannya tadi ibu bertanya memilih kamar yang mana kok tiba-tiba kamar penuh”, Tanya saya memastikan. Tanpa memberi alasan yang jelas, pegawai itu mengatakan kamar sudah penuh. Kalau mau kamar VIP dan VVIP juga harus nginden urutan kelima. “Saya tidak akan menggunakan fasilitas BPJS, Bu. Saya hanya bertanya apakah di sini kami bisa memakai fasilitas BPJS?” Tanya saya. “Iya, Pak.Tapi, kamar sudah penuh.” Kata pegawai itu membela diri. “Apakah itu artinya istri saya tidak bisa melahirkan di sini?” Tanya saya. “Maaf, Pak.Kamar di semua kelas sudah penuh.” Jawab pegawai itu seraya mengembalikan identitas istri saya tanpa memandang ke arah saya. Saya mulai curiga jangan-jangan karena saya bertanya apakah bisa memakai fasilitas BPJS tadi, pegawai itu berpikir saya tidak mampu membayar. Sebagai pegawai administrasi, saya berpikir Ibu itu sebenarnya tahu bahwa kamar masih tersedia atau tidak sebelum seorang calon pasien mendaftar. Semestinya pegawai itu memberi informasi kepada kami di awal bahwa sudah tidak ada kamar dan bukan bertanya mau kamar yang mana. Saya menyimpulkan bahwa secara halus rumah sakit itu telah menolak kami.

Setelah ditolak di rumah sakit itu, saya putuskan untuk membawa istri saya ke rumah sakit lain yang terdekat. Ketika akan meninggalkan rumah sakit itu, sesuatu yang tidak saya harapkan terjadi. Saat di pintu keluar keluar klinik kebidanan, ketuban istri saya sudah pecah. Dalam situasi seperti ini bayi harus segera lahir. Istri saya menangis menahan sakit dan sedih. Satpam rumah sakit yang melihat kejadian itu merasa iba lalu berlari melapor ke bagian kebidanan. Satpam itu berkata,”Bu, Ibu diminta kembali.” Namun, dengan tegas saya menjawab,”Tidak, Pak. Tadi kami sudah ditolak.” Saya segera berlari mengambil mobil yang terparkir di sudut lain rumah sakit. Ya Tuhan, parkir mobil saya terjebak. Ada sebuah mobil yang parkir melintang di depan mobil saya. Saya panggil tukang parkir yang bertugas mengatur tatanan mobil. Beruntung, mobil tidak dikunci oleh pemiliknya sehingga kami bisa membuka hand rem dan mendorongnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun