Mohon tunggu...
Eka Prastama
Eka Prastama Mohon Tunggu... pekerja sosial -

pemerhati disabilitas, pendidikan inklusif, dan kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari Ananda Fira

24 Juli 2014   03:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:25 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

ANANDA FIRA,  seandainya saya tidak di hadapanmu waktu itu, tentu saya tidak mampu menahan rasa haru ini. Jari kelingking, jari manis, dan jempol tangan kananmu terlihat kaku dan tidak mudah digerakkan. Pun demikian dengan seluruh jemari tangan kanan dan kaki kiri. Menurut ceritamu, keadaan ini disebut Cerebral Palsy jenis Spasial. Kursi roda adalah ‘malaikat’ kecilmu yang selalu setia membawamu menyusuri ruang demi ruang di tempat kerjamu. Selama percakapan berlangsung, kaki kirimu tergantung kaku seirama dengan tangan kirimu. Ah, tidak jadi masalah buatmu. Karena memang demikianlah kau anggap Allah SWT menghadirkanmu ke dunia dengan sebaik-baik manusia…

Dengan keterbatasanmu, kedatanganku pun kau sambut dengan menu buka puasa sebotol aqua, segelas bubur, serta sepiring nasi sayur dan ikan. Sambil berbuka, dengan setengah ragu mulai kau luncurkan cerita  keseharianmu. Juga tekanan hidupmu. Sebagai anak yatim dengan dua bersaudara, kamu mulai gelisah dan cemas dengan ibumu yang semakin rapuh.  Kamu pun menyadari bahwa ibundamu galau akan masa depanmu. Dengan keadaanmu. Seminggu sudah ibundamu terbaring di RS NU Tuban karena hipertensi. Selama itu pula kamu tidak bisa menemui ibundamu.

FIRA, semangat dan ketegaranmu semakin menyentakku. Sungguh aku berupaya menahan rasa haru. Dari parkiran menuju ke dalam engkau mesti digendong menuju kursi roda malaikatmu itu. Demikian juga sebaliknya. Malam itu, setelah kita berdiskusi ditemani beberapa penyiar radio dan seorang guru GTT yang dekat denganmu, Pak Tua tukang becak langgananmu dengan lincah dan tulus menggendong dan mendudukkanmu di kursi becaknya. Kemudian melajulah kalian berdua menyusuri jalan-jalan Kota Wali menuju rumahmu. Tidak jauh memang, sekitar 2 Km kira-kira.

Begitulah ternyata kau setiap hari, Ananda FIRA. Demi kemajuan dirimu, 7 hari seminggu kau sediakan 4-5 jam untuk bekerja sebagai penyiar sebuah radio swasta di kotamu. Ibundamu memperjuangkan masa depanmu dengan mencoba menawarkan dirimu sebagai penyiar radio, 2 tahun lalu. Alhamdulillah, pemilik radio tidak melihat kelemahanmu namun potensi dan daya juangmu. Kau pun diterima sebagaimana penyiar lainnya. Pun kau ceritakan, meski honor yang didapat tidak seberapa – apalagi jika dikurangi ongkos becak Rp. 10.000 sekali jalan  mungkin malah minus- , itu adalah kesempatan yang tidak ingin kau sia-siakan untuk menapaki jalan terjal hidupmu. Sungguh, aku merasa tersanjung bisa mengenalmu..

Ceritamu pun kau lanjutkan, tentang sulitnya memenuhi keinginan dosen atas penyelesaian skripsimu. Ya. Kau kerja sambil kuliah di jurusan akuntansi di sebuah sekolah swasta. Kau hampir menyerah karena sudah 3 kali konsultasi, selalu disalahkan. Bukan isinya, tetapi teknis penulisannya. Tentu kau bingung, karena keterbatasan kondisi membuatmu tidak bisa memainkan jari-jarimu di atas tuts keyboard computer. Kau bayar rental computer untuk mengetik skripsimu, menerjemahkan ide dan pikiranmu. Sementara alokasi waktu batas pengajuan semakin sempit. Aku tahu.. kau ingin membahagiakan ibundamu, meringankan bebannya dengan membuktikan bahwa kuliahmu akan segera selesai.. hmm .. aku hanya bisa memberimu semangat dan sedikit janji untuk membantumu jika memang nanti “deadlock”.. Tapi percayalah, janjiku serius ..

Ananda FIRA, sungguh aku banyak belajar darimu.. negara tidak serta merta menjamin pemenuhan hak konstitusi untuk perjuanganmu. Anak sepertimu mesti menghadapi semuanya dengan usaha kerasmu sendiri. Kamu sangat menyadari hal itu. Ayat-ayat suci, teks kebijakan dan regulasi, janji-janji pemimpin negeri, kau biarkan saja lalu-lalang setiap waktu di sekelilingmu. Mungkin dalam hatimu tersenyum kecut merasakannya. Tapi aku yakin, Ananda FIRA selalu MERENDA ASA demi masa depannya. Demi ibundanya.. demi dunia akhiratnya. Sungguh sangat bangga mendengar keinginanmu untuk bisa berkarya dan bekerja dengan lebih baik lagi setelah kuliahmu selesai.

Aku tahu, sambil bercerita kau meneteskan airmata membayangkan jika nanti ibundamu telah pergi, kemana mesti menapakkan kaki melangkah ke depan. ..

O iya, sebagaimana kau minta kepadaku untuk membantumu meyakinkan ibundamu bahwa FIRA sudah semakin mandiri, aku sudah menemui beliau di rumah sakit. Aku sampaikan sebagaimana pesanmu, dengan sisa keberanianku. Ibundamu pun terdiam dan mengucapkan beberapa patah kata dengan lirih. Sambil terbatuk-batuk..

Ananda Fira.. Jangan pernah merasa sendiri, karena pintu-Nya selalu terbuka untukmu..

Aku – dan teman-temanku- akan berupaya semampu kami mensupportmu. Karena kau bisa menjadi pelajaran bagi kami dan teladan untuk anak-anak sepertimu di pelosok negeri ini…

Sungguh aku belajar dari Ananda Fira, melebihi berbagai ceramah sepanjang bulan Ramadhan ini …

Tuban, 23 Ramadhan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun