Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... GURU - PENCARI MAKNA

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Terbalik: Materi di Rumah, Diskusi Seru di Kelas

29 Mei 2025   08:04 Diperbarui: 29 Mei 2025   08:04 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa berdiskusi aktif dalam kelas flipped classroom—mengganti ceramah dengan kolaborasi dan dialog. (Pexels)

Mengapa kita masih mengajar seperti dulu di era digital? Pelajari bagaimana flipped classroom bisa menghidupkan kelas dan meningkatkan keterlibatan siswa. 

Kenapa Kita Masih Mengajar Seperti Dulu?

Bayangkan Anda membeli tiket bioskop, duduk nyaman di kursi, tapi ketika film dimulai, layar hanya menampilkan daftar nama tokoh dan ringkasan plot dalam format PowerPoint. Tidak ada adegan, tidak ada dialog, tidak ada konflik atau klimaks. Apa yang Anda rasakan? 

Mungkin kecewa, bingung, atau bahkan marah. Anehnya, itulah yang terjadi setiap hari di banyak ruang kelas: siswa datang hanya untuk "menonton" guru membacakan materi. Lalu, PR yang seharusnya menjadi ruang eksplorasi justru menjadi ladang kebingungan yang sunyi. Tidakkah sudah waktunya membalikkan cara kita mendidik?

Flipped Classroom: Membalikkan Paradigma, Bukan Sekadar Metode

Model pembelajaran flipped classroom atau "kelas terbalik" bukanlah tren sesaat. Ia lahir dari keprihatinan bahwa ruang kelas sering kali menjadi tempat pasif. 

Dalam model kelas terbalik, materi pelajaran (dalam bentuk video, podcast, atau bacaan) dipelajari siswa di rumah, sementara waktu di kelas digunakan untuk diskusi, tanya jawab, pemecahan masalah, dan kolaborasi. Pembelajaran bergeser dari satu arah menjadi dialogis.

Secara logika, ini sangat masuk akal. Jika waktu guru hanya dihabiskan untuk menyampaikan informasi, mengapa tidak serahkan bagian itu kepada teknologi? Sementara waktu yang berharga untuk interaksi justru dioptimalkan di ruang kelas. Apakah kita mau terus membiarkan kelas menjadi ruang monolog, ataukah kita berani menjadikannya ruang hidup penuh dialog?

Meningkatkan Keterlibatan dan Pemahaman

Mari kita hadapi kenyataan: tidak semua siswa bisa menyerap pelajaran dengan baik hanya dengan mendengarkan ceramah satu arah. Ada yang butuh mengulang, ada yang belajar lebih visual, ada yang harus mencatat pelan-pelan. Di sinilah flipped classroom menjawab kebutuhan diferensiasi belajar.

Ketika siswa belajar materi di rumah dengan kecepatannya sendiri, mereka punya kendali atas proses belajarnya. Ini bukan hanya soal fleksibilitas waktu, tetapi tentang hak siswa untuk memahami dengan caranya sendiri. Di kelas, waktu digunakan untuk bertanya, mendebat, mengaitkan teori dengan praktik. Diskusi menjadi arena latihan berpikir kritis. Bukankah itu inti dari pendidikan sejati?

Sumber Daya Digital Sudah Ada: Mengapa Tidak Dimanfaatkan?

Dulu, mungkin sulit membayangkan guru merekam videonya sendiri atau siswa belajar dari YouTube. Tapi kini, akses ke video pembelajaran, podcast edukatif, bahkan AI tutor bukan lagi kemewahan. Pertanyaannya bukan lagi apakah bisa, tetapi mengapa belum dilakukan?

Dengan platform seperti Google Classroom, Edpuzzle, atau bahkan WhatsApp, guru bisa membagikan materi dengan mudah. Bayangkan energi yang bisa dihemat dari menjelaskan hal dasar berulang kali, dan sebaliknya digunakan untuk membimbing pemahaman mendalam. Teknologi bukan pengganti guru, melainkan alat penguat peran guru sebagai fasilitator.

Menjawab Kekhawatiran: "Bagaimana Jika Siswa Tidak Belajar di Rumah?"

Kritik umum terhadap flipped classroom adalah kekhawatiran bahwa siswa tidak akan menonton video atau membaca materi di rumah. Ini kritik yang valid, tapi bukan alasan untuk menolak seluruh konsep. Apakah kita juga tidak menghadapi masalah serupa dalam model konvensional, ketika siswa tidak mengerjakan PR?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun