Mohon tunggu...
Evi Ghozaly
Evi Ghozaly Mohon Tunggu... Konsultan - | Penulis | Praktisi pendidikan | Konsultan pendidikan |

Tebarkan cinta pada sesama, melalui pendidikan atau dengan jalan apapun yang kita bisa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Orangtua Hebat, Anak Dahsyat

11 Mei 2020   18:10 Diperbarui: 11 Mei 2020   20:46 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali saya bertemu dengan orang mulia, saya selalu mbatin, duh apa ya doa rutin dan tirakat kedua orang tuanya? Amalan apa yang selalu dilakukan, pernah hidmah pada siapa dan dengan cara apa?

Ketika kemudian saya berani mengungkapkan tanya,  jawaban yang saya dapatkan selalu mirip. Tak putus berdoa dan punya lelaku batin yang istiqomah dilaksanakan dengan tulus, ikhlas. Bertahun-tahun tak henti, yang pada akhirnya mengundang keberkahan. Keberkahan itu membaluri sekujur diri sendiri, meluber pada pasangan, putra putri hingga masyarakat. Ini yang kemudian saya kenal dengan tirakat. Dalam bahasa tasawuf disebut riyadhoh.

Gus Rijal pernah bercerita tentang seorang muadzin langgar kecil di Jombang. Dengan ciri khas beduknya yang nyaris lapuk, istiqomah melantunkan adzan lima waktu. Tak pernah terlambat. Saking istiqomahnya, masyarakat sekitar tak berani berbuka puasa sebelum mendengar lantunan adzannya, sekalipun sayup telah terdengar adzan dari kampung sebelah. Saat muadzin ini wafat, putranya masih kecil. Di kemudian hari putranya keluberan keberkahan hidmah ayahnya, dapat menghafal Al Quran tak lebih dari tiga bulan.

Bagi penggemar Ust. Abdus Somad, saya bisikin ya. Menurut cerita  saudaranya, selama UAS menuntut ilmu di Kairo, Mesir, tiap malam sang Bunda berdoa dan membaca fatihah seratus kali. Hingga kata UAS, "Pantas selama disana saya jarang sakit dan banyak mendapat kemudahan".

::

Sekarang coba kita ingat kembali, doa dan amalan kecil apa yang rutin dilakukan oleh orang tua kita?

Bapak saya tidak punya titel, tak pernah lulus kuliah. Hanya seorang santri yang kemudian karena bisa membaca kitab, lulus sebagai kepala KUA. Ibu saya juga perempuan biasa, sendirian merawat sembilan putra putrinya. Tanpa tahu teori pendidikan. Tak paham ilmu parenting.

Tapi saya menyaksikan betapa Bapak saya sangat istiqomah belajar dan mengajar. Setiap waktu luang, beliau selalu muthola'ah kitab. Tak ada istilah kitab kecil buat Bapak saya, semua dipelajari, berkali-kali. Siapapun anaknya yang lewat depan beliau, pasti dipanggil lalu 'dipaksa' menyimak. Makanya saya lebih baik mlipir haha.

Usai saya mengisi program Kiswah di TV9 tahun lalu, Gus Hakim Jayli sang Direktur bercerita, "Ning, Yai Ghozaly itu istiqomah banget. Kalau bulan puasa, mbalah kitab Ihya Ulumuddin ba'da dhuhur. Sudah kitab berat, pada jam ngantuk. Santri yang nyimak hanya sedikit. Tapi ngendikan beliau, meski hanya empat santri, akan tetap hadir ngaji".

Ingatan lain tentang Bapak adalah kejujuran dan keukeuh menjaga apa yang dimakan. Saat Bapak pensiun, Pak Camat bertamu dan terheran melihat gubuk kami yang dedel duwel. Sangat sederhana sekali. Untuk biaya sekolah dan mondok putra putrinya, Bapak mengandalkan hasil sawah yang tak seberapa luas.

Bapak juga selalu berprasangka baik meski kadang terkesan naif, sampai saya pernah didukani karena berkomentar buruk tentang Eyang Soeharto. Bapak saya sangat hormat pada presiden RI kedua itu, sebut namanya aja nggak kersa njambal. Tiap pidato tahunan ditungguin di TV. Meski saat Bu Tien wafat, Bapak pernah keceplosan ndak dangu niki pun. Tapi ketika Bapak tahu saya akan ikut demo 1998, Bapak mendudukkan saya sampai lungkrah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun