Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Good Bye 2016 : Apakah Kita Masih Layak Tersenyum?

24 Desember 2016   19:08 Diperbarui: 24 Desember 2016   19:14 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : enjoyfestivals.com/welcome-new-year-2017-whatsapp-sms-text-messages-wishes/6633/

Sore ini saya duduk sendiri di sebuah kafe, niat hati hanya ingin minum Americano dengan suasana tenang. Setelah beberapa teguk, perasaan saya tiba-tiba mendayu-dayu. Entah dikarenakan suasana kafe yang begitu sendu, atau alunan akusitk Boyce Avenueyang jadi penyebabnya. Tahun 2016 adalah tahun yang berat untuk saya, begitu saya pikir. Saya beruntung bisa mencapai penghujung tahun yang penuh dengan luka ini.

Saya coba hilangkan pikiran itu. Saya coba hilangkan pikiran bahwa 2016 adalah tahun yang penuh luka. Saya coba ingat-ingat apa yang membuat saya senang di tahun 2016. Saya mulai menghitung, mulai dari season terakhir Game Of Throne dan House Of Cards yang awesomebanget, kemudian film baru Harry Potter juga lumayan. Oya, saya juga menambah koleksi seri lengkap buku Harry Potter saya yang dengan serial berbahasa Russia dan Melayu. Saya juga menghabiskan waktu dengan menghabiskan serial How I Met Your Mother dan Modern Family, kegiatan yang sangat saya suka. Apalagi? Sepertinya cuma itu…

Damn….pikir saya. Semua yang saya suka di tahun 2016, selalu berkaitan dengan fiksi, tidak nyata. Wah ini tidak baik, saya harus mencari apa hal menyenangkan yang terjadi, paling tdak kepada dunia pada 2016. Tidak lama setelah itu, saya kembali menghela nafas, tidak ada kesenangan pada dunia yang bisa saya temukan. Ini tahun terakhir saya akan sering melihat Michelle Obama (I love that woman). Kemudian  Trump menjadi presiden AS, bukan saya membela Hillary (I hate that woman) dan membenci suami dari Melania (I really hate that woman), tetapi paling tidak dia less evil menurut saya. Kemudian kejahatan pada umat muslim di Rohingya, pada umat Kristen Pakistan, peristiwa-peristiwa terror di seluruh dunia, konflik perairan China Selatan, konflik rasial di mana-mana serta berbagai bencana alam. Dan yang terakhir, konflik di Jakarta, ah saya tidak mau membahas hal yang terakhir itu, melelahkan.

Akhirnya saya kembali kepada hal yang menyedihkan, yang membuat saya terluka sepanjang 2016. Di pertengahan tahun, saya hampir kehilangan kepercayaan saya kepada Tuhan. Beberapa harapan saya jatuh di depan mata saya, tanpa saya bisa berbuat apapun. Ketika itu saya merasa bahwa Tuhan mempermainkan saya, dan manusia pada umumnya. 

Saya melihat manusia adalah kumpulan mainan dan Tuhan adalah seorang anak kecil yang memainkan mainannya. Sakit hati saya kepada Tuhan begitu dalam ketika itu, sampai pada suatu titik, saya menolak kalau Tuhan itu tidak mungkin jahat, karena apa yang saya rasa terjadi kepada manusia dan saya pada khususnya adalah kejahatan, maka mungkin Tuhan itu tidak ada, karena tidak mungkin Tuhan itu jahat. Saya kehilangan keimanan saya.

Saya pun berbuat bodoh. Otak bodoh saya mengatakan “Evha, jika kamu ingin benar-benar membuktikan Tuhan itu ada atau tidak, cara yang paling mungkin adalah apa yang kamu temukan setelah kematianmu”. Pikiran bodoh itu saya bawa berhari-hari, sampai saya meninggalkan pekerjaan saya, mengurung diri di kamar saya berminggu-minggu. Pada akhirnya pikiran itu meledak, menjadi sebuah aksi. 


Pada suatu malam, sambal terisak, tidak tahu apa yang ada dalam pikiran saya, saya berkata “Tuhan, apapun agama yang engkau ridhoi, jika engkau melihat ciptaanmu ini di antara 7 trilyun manusia yang lain, beri saya tanda, sebelum mala mini menghabiskan gelapnya, bila engkau tidak memberi tanda, izinkan saya untuk membuktikan keberadaanMu sendiri dalam matiku”.

Berjam-jam sudah berlalu, tanpa tanda. Saya menghabiskan waktu dengan mencucurkan air mata. Saya tidak pernah bermimpi bahwa akhir hidup saya seperti ini. Paling tidak, saya mati karena keputusan saya sendiri, begitu pikir saya. Beberapa menit sebelum matahari terbit, saya sudah bersiap mengkahiri hidup saya, yang saya anggap merupakan ungkapan protes saya kepada Tuhan, bahwa saya bisa tentukan kematian saya.

Tiba-tiba pintu kost saya diketuk, suara dua oktaf teman kost saya terdengar, “Evha…vhaaa… “ pekiknya. Saya pun membuka pintu, terlihat teman saya dengan mata ngantuk dan jilbab yang dipakai sekenanya mengatakan bahwa Bapa saya menghubungi saya tetapi tidak nyambung. Akhirnya beliau menghubungi teman saya minta untuk memeriksa kamar saya. 

Teman saya pun bertanya kenapa mata saya bengkak? Saya hanya berkata “biasa”, kemudian dia berkata kalau saya ada masalah agar saya bilang ke dia. Saya pun menutup pintu kamar, sambal berlalu dia mengingatkan untuk segera hubungi Bapa saya. Setelah pintu tertutup, saya menangis sejadi-jadinya. Belum pernah saya menangis sederas waktu itu. Beberapa menit saya tenangkan diri, kemudian mengaktifkan Hp saya dan menghubungi Bapa, sambil berkata kalau saya tidak apa-apa, hanya Hp yang lupa discharge.

Saya bersyukur kepada Tuhan, ia menunjukan keberadaaNya atau itu yang saya percayai. Jika tidak, saya mungkin tidak akan hadir menulis seperti ini sekarang ini. Setelah peristiwa itu, saya tidak hanya sering ke gereja, saya juga belajar memahami Tuhan dari perspektif agama lain. Saya melihat Tuhan dengan segala keindahannya, tidak hanya dari agama saya. Dan sampai saat ini, pengalaman baru ini sungguh menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun