Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Para Guru, Yuk, Kalahkan Kerikil-kerikil Tajam Mengajar!

3 Juni 2020   23:15 Diperbarui: 3 Juni 2020   23:12 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seperti proses belajar, proses menjadi guru pun merupakan sebuah perjalanan panjang yang melewati kerikil demi kerikil, bukan terantuk oleh sebuah gunung besar, yang jika sabar menghadapinya tentulah sampai ke tujuan. Kerikil pertama itu bernama penilaian dipandang sebelah mata. 

Profesi guru tampaknya terlalu biasa bagi para calon dokter atau insinyur. Seorang teman berceloteh bahwa pada akhirnya paling tidak, aku bisa menjadi tukang mengajar yang rupanya akan dibandingkan mana lebih hebat dengan predikat tukang insinyur. Hal itu dapat dipatahkan dengan argumen bahwa setiap orang penting dengan tugasnya masing-masing. 

Sederhananya, menteri, presiden, atau wartawan toh tetap memerlukan petani yang jadi kontributor untuk makanan pokok mereka. Tak ada yang bisa membantah bahwa profesi petani sama penting, mulia, terhormat, dan dibutuhkan dengan caranya yang unik. Semestinya begitupun untuk profesi guru.

Kerikil kedua dan yang terpenting adalah memahami bagaimana cara mengajar. Mengajar anak-anak dengan mengajar orang dewasa tentu saja memerlukan seni yang berbeda. Sayangnya, banyak lulusan pendidikan guru yang kurang mengaplikasikan ilmu mengajar yang tepat sehingga ritme kegiatan mereka menjadi sekedar transfer ilmu saja. 

Pembelajaran semacam ini jelas tak meninggalkan kesan di jiwa. Sementara hakikatnya belajar harus membekas di jiwa dan bila tidak maka hanya akan menjadi butiran pasir di padang gersang, dahan rapuh yang terjatuh dari pohon, atau suara-suara yang hanya pantas masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri.

Perumpamaan yang terakhir mungkin kurang tepat, sebab seolah tak ada adab dari seorang pembelajar terhadap gurunya. Namun tak sepenuhnya salah si pembelajar jika orang yang bertanggung jawab mengambil tangan mereka mengantar ke gerbang ilmu abai dengan metode-metode yang sepantasnya dihadirkan untuk melibatkan pembelajar menemukan dan memahami dunianya.

Mengakui dan menghargai setiap pembelajar sebagai pribadi yang istimewa dan unik menjadi jalan keluar yang jitu. Kita bisa mulai mengenal sifat dan pembawaan istimewa dari setiap anak yang hadir di kelas kita. Bertemu muka setiap hari dengan mereka menjadi cara yang unik untuk mengenal dan memahami bagaimana enaknya kita bisa berkomunikasi atau menyemangatinya. 

Kehangatan menular dengan cepat saat sebuah penguatan positif dan pandangan guru yang terjun ke alam pikiran atau kesukaan anak-anak dapat menimbulkan keriangan di ruang kelas. Seolah sebuah ikatan terbentuk. Aku gurumu, tapi aku juga asyik jadi teman diskusimu. Sepertinya kita akan berteman baik sepanjang tahun ini.

Kerikil ketiga itu bernama status guru. Banyak guru yang masih digaji di bawah standar kelayakan. Namun benar bahwa hitungan manusia tidak sama dengan hitungan Ar Razzaq, Sang Pemberi Rizki. Seorang teman berbincang ringan saat kami selesai melaksanakan salat dhuhur berjamaah bersama anak-anak di masjid yang dekat dengan sekolah kami. Beliau bercerita tentang masa-masa saat beliau bekerja sebagai guru wiyata bakti. 

Saat itu kalau dihitung nominalnya gajinya tak seberapa, namun entah bagaimana beliau selalu merasa bahwa uang itu selalu ada saat diperlukan. Berbeda dengan saat ini ketika jumlah nominal sebagai seorang guru PNS mencapai angka yang dapat disyukuri, namun justru pengelolaan keuangan menjadi keteteran. 

Kesimpulan obrolan ringan itu adalah bahwa keberkahan rizki bukan sesuatu yang hanya di angan-angan saja. Keberkahan adalah hal yang nyata dan harus kita upayakan. Selain itu ketenangan jiwa, nyamannya belajar untuk ikhlas, dan niat mulia untuk mengamalkan ilmu kepada anak-anak didik kita adalah energi yang tak pernah habis memantik semangat kita untuk datang ke sekolah setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun