Mohon tunggu...
Saepudin Zuhri
Saepudin Zuhri Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik

Belajar mendidik diri

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Children of Heaven", Film Klasik yang Mendidik

9 Mei 2020   08:33 Diperbarui: 9 Mei 2020   08:33 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokpri, screenshot

Harus diakui tidak banyak film yang saya tonton. Bukan karena tidak suka menonton film, namun lebih karena ada kegiatan lain yang harus dilakukan. Karena itu, kali ini saya akan mengambil pelajaran dari sebuah film yang dapat disebut klasik, karena sudah ditonton di Indonesia sejak tahun 2000. Film ini berkali-kali saya tonton, dan menjadi film yang filenya masih tersimpan di harddisk. Boleh jadi pembaca juga menjadi salah satu diantara yang pernah menontonnya.

Film ini masuk kepada genre anak, tapi film ini mendapatkan sambuatan luar biasa dari berbagai usia, hampir di seluruh dunia. Beberapa penghargaan internasional disematkan pada film ini. Film Children of Heaven, merupakan film yang ditulis dan disutradarai Majid Majidi. Film ini berasal dari Iran dan berbahasa Farsi. Sehingga pernah masuk menjadi film berbahasa asing terbaik di Academy Award 1998.

Film ini berkisah tentang sepatu yang hilang, namun eksplorasi nilai-nilai di dalamnya yang membuat film ini selalu terkenang dan membuat haru para penontonnya. Film bersetting pinggiran kota Teheran Iran ini menceritakan tokoh adik kakak, Ali dan Zahra yang hidup dalam kemiskinan.

Kehilangan sepatu mungkin hal biasa bagi sebagian orang, kalau hilang ya tinggal beli lagi. Tapi tidak bagi mereka berdua, kehilangan sepatu adalah cobaan yang penuh kesabaran. Sepatu menjadi barang mewah yang tidak mudah mereka dapatkan, terlebih sang ayah bekerja serabutan dengan pendapatan yang tidak menentu. Gambaran itu terlihat saat adegan pemilik rumah, yang terus menagih uang sewa rumah pada sang Ibu yang sedang sakit.

Film ini memberikan semangat, bahwa kemiskinan bukan untuk diratapi, ini sangat terlihat pada diri Ali dan Zahra yang tetap bercanda walau mereka dalam kesederhanaan. Hilangnya sepatu satu-satunya Zahra walaupun membuatnya kecewa, namun tidak ingin membuat ayah dan ibunya khawatir. Sehingga otomatis orangtuanya tidak tahu.

Mereka membuat solusi sederhana walau melelahkan, dengan menggunakan sepatu milik Ali. Mereka bergantian menggunakan sepatu sepulang sekolah, karena ini Ali diperingati oleh guru karena kesiangan masuk sekolah. Walaupun Ali sudah berlari, tetap saja kesiangan.

Pembelajaran sabar dan kepedulian yang dapat dipetik dari jalan cerita yang sederhana itu. Bagaimana seorang anak berupaya untuk tidak membebani orangtuanya, mereka bersabar bersama mencari solusi terbaik walau penuh perjuangan. Bahkan pernah saat Zahra berlari kencang. Sepatu milik kakaknya itu terjatuh ke selokan karena kebesaran. Adegan mengambil sepatu itu cukup menyentuh.

Bagaimana pembagian tugas di antara mereka juga menjadi adegan indah. Antara anak yang patuh terhadap orangtuanya dan sang Ayah yang memberi apresiasi atas pembuatan teh oleh Zahra.

Kemiskinan juga tidak membuatnya menghalalkan segala cara, jelas terlihat pada adegan ayahnya yang meminta gula untuk tehnya. Ayahnya yang sedang menghaluskan gula milik masjid, tidak diperkenankan diambil Zahra. "Tidak Zahra, gula ini bukan milik kita, ini milik masjid" ucap ayahnya. Kejujuran adalah nilai yang tetap tertanam walau dalam keterbatasan.

Film ini juga memberikan pelajaran tentang indahnya berbagi, walaupun dalam kekurangan. Bagaimana di tengah keterbatasan masih berbagi sup untuk tetangganya. Nilai berbagi juga terlihat bagaimana seorang guru yang memberikan pulpen indah untuk Ali, karena memperoleh  nilai matematika tertinggi di kelasnya.

Nilai kerja keras juga dapat ditemui saat Ali berjuang untuk mengikuti lomba lari. Ia ingin memberi adiknya dengan sepatu yang merupakan hadiah juara 3 lomba itu. Ali semula tidak berminat untuk ikut lomba, namun saat melihat hadiah sepatu Ia teringat adiknya. Kerja keras yang dilandasi kasih sayang. Kerja keras juga mudah ditemui pada berbagai adegan kegiatan belajar mereka, yang tetap bersemangat belajar walau dalam keterbatasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun