Mohon tunggu...
Esti Estiarati
Esti Estiarati Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis untuk Menikmati Hidup

Hai, menurut saya kehidupan kita di dunia ini ibarat sebuah roda yang sedang berputar. Saat berada di atas ,atau di bawah, gembira atau sedih, sehat atau sakit, semua itu adalah bagian yang akan kita hadapi, tak peduli siapa dia. Tetaplah tenang, dan jangan berlebihan. Mari kita berbagi lewat tulisan.. karena saya seorang ibu rumah tangga yang tinggal di kota Depok, senang membaca dan menyanyi buat suami dan anak, dan sangat membutuhkan ilmu dan wawasan yang bermanfaat. Semoga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kan Kukejar Halal Hingga ke Jepang Sekalipun

7 November 2017   14:52 Diperbarui: 7 November 2017   15:09 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kompas.com/ Farid Assifa

Ini cerita lalu, tentang kehidupan kami di negeri Sakura selama enam tahun lamanya. Awalnya kami berpikir, mengapa Jauh-jauh pergi ke Jepang, jika hanya akan mendapatkan kesulitan mendapatkan makanan halal?  Orang mungkin membayangkan kehidupan kami di Jepang serba enak dan mudah. Pendapat seperti ini benar juga. Mudah dan tenang, aman dan nyaman. Kondisi lingkungan yang bersih dan serba teratur, membuat kami merasa aman dan nyaman berada disana. 

Sampai urusan sekolah anak, transportasi dan keamanan kami yang notabene orang asing, mendapatkan perlakuan yang sama baik dan cukup melegakan. Ya, selama kita tidak melanggar aturan yang ada, insya Allah kehidupan kita akan baik-baik saja. Orang Jepang sangat menghargai orang asing yang ikut menjaga aturan negerinya. Gaya hidup kita, usahakanlah sama dengan mereka, misal mengenai kedisplinan dan kesopanan. Adapun kami warga Indonesia disana -konon menurut cerita-, adalah orang asing yang paling disukai karena keramahtamahan budaya kita bangsa Indonesia. 

Yang membedakan mereka dengan kami adalah masalah agama saja. Kami Muslim, sementara kebanyakan mereka beragama Shinto, Budha dan lainnya. Namun, hampir tiada bedanya, karena kamipun bergaul dan bertetangga dengan mereka sebagaimana umumnya. Profesi Muslimpun bermacam-macam, banyak yang menjadi pekerja, pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga seperti saya ini. Demikian pula dengan status sosial kami, banyak juga yang sudah lumayan mapan dari segi pendapatan dan daya beli. Beberapa keluarga Indonesia bahkan ada yang memilih tinggal disana selama mungkin. Mengapa? Ada apa dengan Jepang? Kami Muslim, mengapa betah tinggal disana?

Keteraturan  hidup di Jepang inilah yang membuat kami kerasan. Bahkan tingkat kejahatan rendah sekali. Pemerintah Jepang, bekerja dan berusaha melindungi kehidupan warganya, tanpa pandang bulu, hingga kami sejenak bisa melupakan kesulitan yang sebenarnya masih tersisa. Namun kami malu mengatakan ini sebagai sebuah kesulitan, karena toh, kami masih bisa mengatasinya. 

Ya, betul sekali, waktu itu kami mengalami kesulitan dalam mencari makanan halal, khususnya makanan dan minuman siap saji. Untuk pendatang baru, masalah ini mungkin agak sedikit merepotkan karena perbedaan bahasa. Hampir semua produk makanan Jepang, ingredientsnya menggunakan bahasa lokal yaitu dengan huruf hiragana, katakana dan kanji yang sudah barangtentu tidak bisa kami hafal semuanya. Untuk membantu memilih makanan halal, saya selalu membawa catatan atau list kanji makanan haram saat berbelanja. Atau bertanya secara langsung kepada pelayan supermarket dan  restaurant tentang bahan makanan yang dipakainya. 

Alhamdulillah ternyata mereka terbuka sekali, tidak ditutup-tutupi. "Makanan itu menggunakan alkohol", "ada emulsifier dari bahan lemak babi pada roti ini", informasi seperti ini disampaikannya juga kepada kami. Hingga hal yang detail sekalipun, mereka akan menjawabnya apa adanya. Kami merasa sangat terbantu.

Sekarang, ketika kami melanjutkan hidup di tanah air tercinta, rasanya tidak perlu repot lagi mencari makanan halal. Hampir semua restaurant dan rumah makan bisa dengan mudah kita masuki. Hal yang mana tidak bisa kami lakukan dengan mudah di Jepang, dan seringkali membuat anak-anak kami mengeluh, ingin seperti anak Jepang yang bebas memakan apa saja. Begitulah, setiap hari saya pun harus selalu memasak sendiri makanan untuk bekal makan siang mereka di sekolahnya. 

Sayapun mencoba menyesuaikan menu sekolah dengan menu halal kami. Hasilnya, tidak mengecewakan juga. Hmm, kenangan hidup ini penuh dengan makna. Anak-anak jadi belajar bersabar. Tidak mudah mengeluh lagi, khususnya ketika ibunya terlihat sibuk memilihkan makanan yang akan dibeli, rupanya cukup memakan waktu karena harus kami perhatikan baik-baik kandungan makanannya. Tangan kanan memegang kertas petunjuk huruf kanji yang haram, sementara tangan kiri memegang produknya. "Sabar ya, Nak..." Huhu..

Seorang teman Jepang sampai bertanya pada kami, mengapa Muslim Indonesia sangat ketat dalam masalah halal haram ini? Apakah Tuhanmu akan marah? Sedikit saja tidak bolehkah? Dan seterusnya, pada akhirnya selalu menjadi sebuah diskusi yang menarik. Kami jelaskan tentang konsep keTuhanan dalam Islam, bahwa Allah, meskipun tidak bisa kita lihat, namun Dia melihat kita, makan makanan haram dengan sembunyi-sembunyi sekalipun, ataupun meskipun sedikit, tetap dilarang, karena ini aturanNya dan sebagai hamba kita harus mentaatiNya, kapan dan dimanapun. Jawaban seperti ini sepertinya kurang memuaskan mereka. 

Hmm. Perlu waktu lagi untuk sampai kepada pemahaman mereka tentang ajaran Islam yang satu ini. Kami maklum, karena orang Jepang terbiasa berpikir berdasarkan logika dan ilmiah. Selanjutkan kami jelaskan juga mengapa dalam ajaran Islam, yang haram itu dilarang. Contohnya babi dan alkohol. Keduanya secara ilmiah tidak baik dikonsumsi karena mengandung penyakit dan seterusnya. Orang Jepang berkilah, bahwa mereka dari dulu makan babi tetapi sehat-sehat saja? Nah, penjelasan bagaimana lagikah yang bisa kami sampaikan? 

Akhirnya kami sampaikan bahwa ada hal-hal yang sebenarnya tidak kita ketahui, sebagai manusia, ilmu kita terbatas dibandingkan ilmu Tuhan. Tetapi diluar itu kami ingin menjadi hambaNya yang taat. Apa yang baik dimata manusia, belum tentu baik dimata Allah dan apa yang buruk dimata manusia, belum tentu buruk dimata Allah. Hikmahnya, kan masih banyak jenis bahan makanan yang bisa kita cari dan manfaatkan. Dibandingkan jenis yang haram, jumlah jenis makanan yang halal jauh lebih banyak lagi. Bukankah demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun