Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengawal Suksesi Demokrasi 2019

15 Februari 2019   15:19 Diperbarui: 15 Februari 2019   15:43 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
brazilianpoliticalsciencereview.org

Benarkah antusias masyarakat menyaksikan debat pilpres kedua 17 februari ini sangat tinggi ?. Bagi rakyat yang perduli pada kelangsungan bangsa ini tentu jawabnya pasti dan jelas. Antusiasme masyarakat ini juga terlihat secara umum dari optimisme dan harapan masyarakat terhadap debat pilpres yang kedua ini agar menjadi lebih  berkualitas daripada debat perdana sebelumnya.  

Sebuah tuntutan yang sah dan wajar saja. Semestinya memang dapat dipenuhi karena nyatanya sudah sangat banyak  saran teknis dan solusi yang ditawarkan oleh para pakar, ahli dan akademisi  kepada KPU sebagai penyelenggara debat agar menjadi lebih berkualitas. Setuju atau tidak debat pilpres ini harus dipahami sebagai peluang strategis bagi kedua capres untk meningkatkan popularitas maupun elektabilitasnya karena potensial merebut hati masyarakat pemilih yang masih mengambang  dan diperkirakan jumlahnya masih krusial bahkan menjadi kunci yang sangat menentukan. Masih ada sekitar 15 persen masyarakat pemilih yang masih belum tetap pilihan politiknya.  

Artinya  kemampuan kedua kandidat menggaet  swing voters  melalui forum debat pilpres ini  akan menjadi kunci kemenangan pada kompetisi suksesi demokrasi 2019 ini. 

Tentu tergantung pada  pembuktian kemampuan tiap calon dalam menyampaikan grand strateginya, apakah ide nya dapat diterima akal sehat atau hanya sekedar "lips service" penghias mimpi saja, mengingat diantara visi dan misi kedua pasangan calon presiden saat ini nyatanya memang tidak jauh berbeda. Kurang lebih sama saja. Yang perlu diingatkan bagi sema pihak adalah setiap upaya dan strategi yang digunakan harus tetap tunduk kepada aturan Undang-Undang pemilu yang berlaku.

Mengapa ?, realitasnya walaupun sudah banyak contoh "tokoh" yang karena terlalu "bersemangatnya" berkompetisi pada suksesi demokrasi ini akhirnya menjadi korban karena terkena pasal pelanggaran pidana pemilu. 

Disadari atau tidak walaupun sudah banyak yang menjadi korban namun (tetap) masih banyak juga ditemukan tindakan maupun ucapan para politisi yang bertentangan dengan UU Pemilu sehingga berujung pada pidana. 

Melihat fakta miris yang masih terjadi seperti ini selayaknya bagi kita semua untuk membantu mengingatkan  kedua kandidat dan tim suksesnya agar lebih berhati-hati lagi bertindak dan ber orasi pada sisa masa kampanye 2 bulan terakhir ini. Intinya, jangan sampai "hanya"  karena sekedar ngotot mempertahankan pendapat pada adu debat pilpres malah berakibat pada masalah pidana pemilu yang seharusnya dapat dihindari. 

Pertanyaannya sekarang, apakah aturan Undang Undang Pemilu ini memang sudah dibaca dan dipahami secara utuh oleh semua pihak yang berkompetisi atau baru dipahami sebahagian saja ?. Buktinya masih banyak yang keliru menafsirkannya.

Sebagai negara hukum (rechstaat) tentunya semua strategi yang diterapkan tim sukses dalam memenangkan calon presidennya harus sesuai dengan aturan hokum Undang Undang Pemilu. Regulasi yuridis normatif pemilu 2019 adalah UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU ini secara tegas dijelaskan beberapa larangan dan sanksi hukum bagi peserta pemilu. 

Diantara larangan yang cukup sering dilanggar oleh peserta pemilu adalah kampanye di luar jadwal, perusakan dan penurunan alat peraga kampanye peserta lain serta money politics dan SARA. mempersoalkan dasar negara, Pancasila, Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk NKRI. 

Demikian juga dilarang melakukan kegiatan yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain, menghasut (hate speech) dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat, mengganggu ketertiban umum, mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain, merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan, dan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun