Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebohongan Itu Bernama Plagiarisme

2 Juni 2017   14:23 Diperbarui: 2 Juni 2017   14:36 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Plagiarisme adalah nama lain sebuah kebohongan dalam ranah akademik. Mereka yang berbuat dipanggil “Plagiator”. Sungguh panggilan menyakitkan bagi kaum intelektual yang enggan berpikir dalam menyajikan ide, gagasan  atau sebuah pandangan. Maunya serba cepat dan instan untuk mendapatkan predikat intelektual. Padahal kata paranormal, mereka ini  adalah calon pemimpin masa depan. Sayangnya mereka tidak menyadari, bangsa yang dipenuhi kaum Plagiator adalah bangsa yang ingin dibangun dengan kebohongan. Bangsa yang dibangun dengan kebohongan tidak akan membawa perubahan dan kemajuan. Kasihan sekali bangsa tersebut jika anak negerinya malah menganggap remeh soal Plagiarisme. Malah memberi batasan-batasan yang seolah ingin melegalkan plagiarisme  di satu sisi dan mengharamkannya di sisi yang lain.  

Saya sendiri tidak mau mengkerdilkan batasan Plagiat. Mau tujuannya komersil atau tidak, yang namanya Plagiat tetap saja disebut Plagiat. Dalam lumpur namanya Plagiat. Dalam rumah kaca tetap saja Plagiat. Ambil contoh resep makanan. Katakanlah saya menemukan resep makanan dan saya bagi di medsos, lalu anda jadikan resep tersebut untuk menu terbaru di restoran anda, dengan atau tanpa izin, tetap saja perbuatan anda tadi wujud sebuah Plagiarisme. Namun aspek hukumnya mungkin nihil karena resep yang lahir dari pribadi dan tidak dipatenkan dianggap milik publik! Adakah yang tahu siapa penemu resep membuat rendang? Bagaimana dengan Coca-Cola?

Batasan lainnya yang mengatakan Plagiat itu hanya berlaku di kalangan ilmiah saja, saya anggap hiburan semata Secara istilah mungkin iya, tetapi tidak secara makna.  Anak yang memindahkan jawaban temannya saat ulangan atau ujian tetap disebut plagiat, walau bahasa resminya mencontek. Seseorang yang memindahkan status orang lain dalam medsos, lalu diklaim hasil karya sendiri, tetap disebut plagiat walau bahasa kerennya adalah main copas. Mencontek, mengcopas atau menjiplak hanyalah sebuah istilah. Maknanya sama yakni kita mengambil, mencatut, mengutip atau menindahkan buah pikiran orang lain tanpa izin dan atau tanpa menyertakan keterangan sumber seolah-olah buah pikir sendiri. Jadi tak usah terkecoh dengan istilah yang terus beranak-pinak. Berpegang teguh saja pada  makna.

Dalam pandangan agama yang saya anut (Islam), perilaku Plagiarisme sangat dicela.  Ketika menyampaikan ayat Qur’an atau Hadits, siapapun yang berbicara atau menulis, sangat ditekankan untuk menyebut keterangan tambahan atau sumber dari apa yang disampaikan. Misalnya mengutip sebuah hadits. Hadits yang disampikan selalu  diawali atau ditutup dengan sebuah keterangan seperti Hadits riwayat Muslim atau Hadits riwayat Bukhari (biasa disingkat HR. Muslim atau HR. Bukhari)

Keterangan ini dimaksudkan agar pembaca dapat mengecek kebenaran hadits tersebut dari berbagai kitab hadits yang jumlahnya sangat banyak. Dari sini juga nanti akan diketahui siapa-siapa yang meriwayatkan hadits tersebut dan bagaimana derajat keshohihannya. Prosenya memang ribet dan agak merepotkan bagi yang belum  terbiasa. Hikmah terbesarnya tentu dapat menjaga keorisinilan sebuah hadits sehingga umat terhindar dari hadits-hadits palsu atau kitab-kitab hadits yang berbau Plagiarisme. Selain itu dijadikan penghargaan tertinggi bagi para pengumpul hadits yang dimaksud. Semakin banyak nama mereka dikutip dalam kebaikan, semakin banyak juga pahala yang mengalir pada ahli-ahli hadits yang tersebut.

Mengalirnya pahala pada ahli hadits, sama saja dengan mengalirnya pujian bagi orang yang pertama kali menulis artikel atau karya ilmiah. Lha, kalo karya mereka di plagiat orang lain, lalu diklaim milik si plagiator, bukankah yang mendapat pujian dan memanfaatkan kualitas pujian tersebut adalah si Plagiator?  Enak banget. Gue yang capek mikir, uangnya masuk ke rekening ente!

Kasihan sekali orang yang berakal, karena akal mereka dikalahkan oleh kebohongan yang bernama Plagiarisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun