Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Zonasi oh Zonasi

23 Juni 2019   20:54 Diperbarui: 23 Juni 2019   21:09 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gara-gara Mendikbud Muhajir Effendi elektabilitas kata zonasi naik drastis. Yang paham dan sok paham rajin mengulasnya di lini masa. Kata ini pun jadi bahan kelakar netizen Indonesia yang dikenal supel, ramah dan sadis dalam menerima isu apapun.

Mereka yang memang sudah  jenuh dengan isu perselingkuhan politik di MK pengen mengalihkan perhatian sejenak. Bak sumber daya alam yang dapat dipergunjingkan, kata zonasi jadi pilihan menarik untuk diperbincangkan. Dia menjadi bahan kelakar yang tak kunjung habis. Lalu tercetuslah ide agar mereka dizonasikan sesuai dengan tabiat dan keadaan  masing-masing.

Yang jomblo menuntut zonasi khusus tempat mencari jodoh. Mereka sudah apatis dengan kantor-kantor biro jodoh yang bertebaran di dunia maya. Maunya sih langsung jodohan di dunia nyata. Janjian di deket kuburan. Habis itu bersepakat. Sah sudah ke penghulu.

Yang sudah punya pasangan tak kalah genit. Maunya pemerintah siapin wilayah otonomi khusus bagi pengamal sunnah. Ceritanya pengen poligamy gitu.Jelas tuntutan ini akan ditolak oleh emak-emak se-Indonesia.

Prinsip penzonaan itu sih bagus. Napi narkoba satu zona dengan sesama penikmat narkoba. Kalo ngumpul bareng napi koruptor nanti barang buktinya di korup juga. Yang untung tentu napi narkoba. Ancaman hukumannya berkurang.  

Cilakanya para koruptor tambah gila-gilaan usai nyantri di  penjara. Biasanya korupsi ratusan juta, gara-gara pengen beli narkoba nilai korupsinya terpaksa  dinaikin. Dari ratusan juta ke angka milyaran rupiah. Parah.

Masuk akal juga kalo hukum mengatur pemisahan antar napi sesuai dengan jenis pelanggaran mereka. 

Yang kita  khawatirkan justeru setelah MK mengumumkan hasilnya. Jangan-jangan mereka yang tidak terima menuntut zona khusus juga. Ada zona cebi, zona kampri, zona golpi dan zona lainnya. Repot juga negara ngurusi zona kaum fanatik tadi. Di kasih ruang takutnya mereka bebas ngomongin soal makar-makaran. Tidak dikasih ruang  gawatnya  mereka teriak lantang di medsos dan menyebar hoaks. Ya udah. Batasin saja akses bermedia. Tetap dikasih ruang, tapi dipersempit. Simpel.

Tuntutan di atas belum serem. Yang mengerikan itu jika kaum beragama juga menuntut zona khusus. Zona surga misalnya. Jelas zona ini dihuni kaum yang taat beribadah. Mereka sudah males ngumpul dengan kaum yang dituding "kayu bakarnya" api neraka. Maunya dipisahin aja biar ibadah mereka selancar persidangan MK.

Sebaliknya kaum narkobais dan koruptor  juga nggak pengen juga deket-deket dengan kaum lurus tadi. Capek ah tiap menit diomelin mulu. Jadi objek dakwah. Kayak surga sudah dalam genggaman. Bagi mereka, beribadah atau tidak itu urusan gue. Privasi gue. Jangan ikut campur. Toh siapa tau esok-esoknya gue dapet hidayah. Kalo ternyata kelak gue lebih alim dari elo, apa elo rela gue dakwain mulu saban menit? Nah nah nah.

Repotnya, jika zona surga dan neraka terbentuk, apa mereka sudi akur dan hidup berdampingan dengan menghargai pilihan hidup masing-masing? Kayaknya sulit sih. Zonasi itu tolok ukurnya adalah jarak. Penghuni antar zona relatif berdekatan. Penghuni zona surga kayaknya menolak keras jika berdekatan dengan zona neraka. Ngapain capek-capek ibadah di zona  surga, kalau teriakan penghuni neraka yang lagi mabok narkoba masih kedengaran? Mending masuk neraka sekalian!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun