Saya percaya, anjloknya rupiah tak ada kaitannya dengan gagalnya Prabowo menjadi presiden. Juga bukan sebuah karma terhadap Jokowi yang telah menunda kemenangan Prabowo dalam kontes R1 idol. Tak ada kaitannya juga dengan perseteruan JK dan Rizal Ramli. Apalagi jika dikaitkan dengan perang statemen antara Ahok dengan Rizal yang lain. Rasanya tak masuk akal semua itu menjadi penyebab utama anjloknya nilai tukar rupiah.
Nah, dari pada mendengarkan penyebab anjloknya nilai tukar rupiah dari analis dadakan yang memposisikan diri sebagai haters bagi pemerintahan, atau menyimak bantahan dari ekonom instan yang memposisikan diri sebagai lovers-nya pemerintahan, mending kita menyimak pendapat beberapa ahli atau pelaku usaha mengenai penyebab “lain” melemahnya rupiah. Di jamin lebih objektif, independen dan masuk akal. Apalagi kalau sudah saya bumbui, pastinya lebih masuk akal. Walaupun bumbu yang berasal dari saya kurang klop, karena memang bukan ekonom, setidaknya bumbu-bumbu tersebut lebih masuk akal dibanding ucapan seorang haters akut stadium 4 atau lovers kronis stadium yang sama.
Konon, menurut ahlinya, nilai tukar rupiah yang terus melemah akhir-akhir murni disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang menyebabkan anjloknya rupiah dapat disebutkan dengan ringkas seperti di bawah ini.
1. Aksi borong dollar yang dilakukan spekulan asing menjelang akhir tahun 2014.
Aksi ini dipicu oleh momen liburan panjang seluruh umat manusia berkaitan dengan perayaan natal dan tahun baru masehi. Kebutuhan akan Dollar meningkat drastis. Para pelaku dunia usaha atau orang berduit yang ingin berlibur atau pulang kampung tentu lebih memilih dollar untuk pegangan mereka. Di belahan bumi manapun mereka berada, Money changer gampang ditemukan untuk menukar dollar mereka ke mata uang negara tujuan. Lha, kalau mereka pegang rupiah, emang bisa ditukar di Suriah? Wong ISIS saja membayar serdadu bayaran mereka dengan Dollar, kok.
2. Kebijakan moneter Eropa dan Jepang yang melemahkan Euro dan Yen.
Menurut BI, sepanjang tahun 2014, euro melemah 13 persen dan yen melemah 12 persen. kebijakan moneter (quantitative easing/QE) diambil agar pasar mata uang pemakai euro dan yen lebih kompetitif.
Imbasnya, kondisi ekonomi negara-negara berkembang menjadi tak stabil dan mata uang mereka cenderung melemah. Wajar, ibarat film, rupiah hanyalah figuran semata, bukan pemeran utama dalam film perekonomian dunia. Masalah lainnya, kita agak susah mencari sutradara perekonomian yang sekelas hollywod. Kalaupun ada, eh malah skenarionya yang berkelas Bollywod, bukan Hollywod. Kecenderungan pemirsa kita sih memang pada bollywod. Makanya gampang menampilkan adegan tak bermutu yang melenceng jauh dari skenario kelas bintang dua, sementara air mata para konsumen sudah terkuras habis, maksudnya harga kadung meningkat. Hiks...
3. Menguatnya Dollar sebagai imbas membaiknya data ekonomis Paman Sam dan keinginan AS menaikan suku bunga lebih cepat dari perkiraan.
Menurut Chief Economist & Strategic Investment IGIco Advisory Martin Panggabean, kenaikan suku bunga akan berdampak terhadap tingginya capital outflow. Martin menganjurkan agar pemerintah tetap konsisten menerapkan penggunaan rupiah dalam negeri dan menjaga volatilitas rupiah pada transaksi antarbank dari serangan spekulan.