Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Tokoh Sastra Sunda "Ki Umbara"

9 Agustus 2020   12:05 Diperbarui: 24 September 2022   18:51 1559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sangat jarang generasi saat ini mengenal tokoh sastra Sunda. Paling banter satu atau dua orang yang bisa disebut, dan tergolong masyhur di banyak kalangan. Antara lain, misalnya Utuy Tatang Sontani, atau Ajip Rosidi.  

Tentu, khususnya, untuk masyarakat Jawa Barat,  dan Indonesia, kedua tokoh ini sudah tidak asing lagi. Mereka setidaknya telah mewarnai jalannya kesusasteraan di Indonesia.  Dari generasi dulu, bahkan hingga sekarang.

Namun begitu sesungguhnya ada banyak tokoh sastra sunda yang dikenal di masanya. Salah satunya "Ki Umbara".  Nama ini bukan nama asli. 

"Ki Umbara" boleh disebut sebagai nama alias, atau nama pena usai menuangkan olah pikirnya dalam tulisan. Dulu, sangat umum di kalangan pengarang untuk tidak menyebutkan nama aslinya pada setiap karyanya. Alasannya bisa macam-macam.

"Ki Umbara" sendiri barangkali memiliki arti sebagai Bapak Pengembara (Ki dari Aki; Umbara; Pengembara), atau mungkin pembaca bisa menerjemahkan arti lain secara tepat. 

Dari nama itu boleh jadi ia memang seorang pengembara atau pengelana, dari satu kota ke kota lain, di wilayah Jawa Barat.  Ia tidak secara tetap, misalnya sejak lahir hingga tua, bahkan tiada, ada di suatu kota tertentu.

Dari google diperoleh informasi, ia bernama asli H. Wiredja Ranusulaksana. Nama yang memiliki tipikal orang sunda. Lahir pada 10 Juli 1914 di Desa Bendungan, Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. 

Desa Bendungan sendiri, berada sekitar 15 kilometer ke arah timur dari ibukota Kabupaten Kuningan. Desa ini secara geografis di belah oleh aliran sungai Cisande, yang kadang kering di musim kemarau, dan melimpah di saat penghujan.

Air boleh dibilang cukup untuk mengairi sawah yang ada di desa ini. Ketika di masa kelahirannya boleh jadi desa ini sangat subur. Meski di bawah penguasaan masa kolonial. Atau pemimpin masyarakatnya, atau kepala desa (Kuwu) ketika itu seorang Belanda. Paling tidak kehidupan masyarakatnya tentram, dan damai, sebab tak pernah terdengar terjadi kelaparan atau penyakit busung lapar di desa ini.

Menurut Entjon Suhri (87), warga Desa ini, bilang, dulu lingkungan masyarakat desa Bendungan, dihuni oleh sebagian besar petani, dan pedagang.

Pedagang ini kebanyakan ditekuni oleh masyarakat keturunan Tionghoa. Bahkan gerobak, dan delman (sado) yang ketika itu menjadi alat transportasi, bahkan angkutan orang maupun barang dimiliki oleh kalangan usahawan Tionghoa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun