Ester Jusuf
Publik Indonesia saat memasuki era reformasi 1998 lalu tentu mengenal Ester Indahyani Jusuf. Ia adalah aktivis LBH Jakarta yang bersama Arnold Purba, kala itu mendirikan Yayasan Solidaritas Nusa Bangsa yang punya misi memperjuangkan kesetaraan harkat dan martabat apapun ras, etnis, agama, dan latar belakangnya melalui produk hukum yakni Undang-undang.
Setelah berjuang selama 10 tahun, pada 2008 DPR mengesahkan Undang-undang Penghapusan Diskrimininasi Ras dan Etnis (UU PDRE). Tugas selanjutnya adalah melakukan sosialisasi UU ini kepada masyarakat. Di wilayah perkotaan, kehadiran UU ini sudah terdampak, khususnya dalam ranah politik.
Menurut Ester, sekarang ini kalau ada yang bersikap rasis, terutama para politisi, masyarakat akan memakai UU PDRE untuk menegur mereka. Tetapi di desa belum terasa dampaknya.
"Pengetahuan tentang adanya hukum anti diskriminasi ini sudah ada, tetapi tidak mendalam. Mereka tahu rasialisme sudah tidak boleh. Tapi apa itu, apa sanksinya, perbuatannya apa, mereka belum memahami karena sosialisasinya belum dilakukan secara khusus," jelas perempuan kelahiran Malang ini.
Ketika kemudian sosialisasi dilakukan di pedesaan, mereka justru berpikir bahwa hukum adalah bagian yang amat menakutkan, kotor, dan tidak dimengerti. Akibatnya mereka kerap dirugikan karena tidak tahu hak, kewajiban atau sistem yang berlaku atas mereka.
"Mereka diperas luar biasa atau menjadi bulan-bulanan pihak-pihak yang mengerti hukum dan kekuasaan. Apalagi biaya jasa hukum amat tinggi saat ini. Sungguh penting pekerjaan sosialisasi dan pendidikan hukum bagi kaum awam, terutama masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah," kata Ester.
Dari situlah kemudian penerima penghargaan Ashoka Foundation 2003 ini belajar membangun literasi untuk masyarakat pedesaan.
"Kebanyakan penduduk pedesaan tak paham hukum pertanahan, aturan tentang hutan, hak atas air bersih, pendidikan atau kesehatan. Keterbatasan ini membuat mereka menjadi bersikap pasrah dan menerima saja segala keputusan dari pihak lain.
Pola ini terjadi turun temurun. Mereka menjadi makin miskin dan tak berdaya. Rantai ini mesti diputus dengan pendidikan literasi yang baik, yang membuat mereka menjadi cerdas, kritis, berwawasan dan berdaya," sahutnya tegas.
Lebih lanjut Ester juga menjelaskan bahwa prasangka rasial yang masih mewarnai pemikiran banyak orang, tak lepas dari kebijakan yang timpang dalam bidang ekonomi. Hal ini terutama dalam penguasaan atas tanah.