Sejenak mari menoleh di kampung asal bapak pembesar Republik ini, Wapres Jusuf Kalla. Kabupaten Bone adalah salah satu daerah yang melahirkan sejumlah tokoh-tokoh nasional, maka syak wasangka kemudian daerah bersejarah ini sungguh mengalami kemajuan yang begitu pesat.
Kini Kabupaten Bone ibarat sudah menjadi “kota” megah, berhiaskan bangunan dan deretan pemandangan taman bunga yang elok dipandang mata. Di kiri-kanan jalan, berbagai produk-produk luar negeri terpampang jelas menyelimuti kota.
Kabupaten Bone menjadi tempat yang menyenangkan bagi banyak kalangan, tua, muda, pria, wanita, hingga anak kecil juga tidak menjadi alpa berkunjung di segala tempat-tempat mewah itu. Tidak memandang status sosial, produk dari luar ini dihidangkan kepada siapapun dengan nuansa Barat. Tetapi, di atas menara gading, menara “kesuksesan” ini, kesannya kemudian, Bone hanya sejuk dipandang dari atas bangunan dengan semerbak bunga beberapa taman kotanya. Sikap jumawa dari kursi kekuasaan, malah membuat kita semua menjadi lupa akan budaya/produk lokal kita, lupa pada peningkatan sumber daya pendidikan untuk tunas muda kita.
Di Kabupaten yang banyak menyimpan nilai histori inilah, melahirkan suka cita sekaligus duka cita. Silahkan menengok perkembangan dan pembangunan di wilayah perkotaan Bone yang begitu pesat. Tidak butuh waktu lama, Bone bisa ‘disulap’ menjadi kota bernafas “kapitalisme”. Dengan selimut donor-donor internasional beberapa produk lokal perlahan mulai ditinggalkan.
Lalu yang menjadi patut disayangkan, beberapa orang hingga komunitas dari kita yang mencari dan menelusuri adat lokal, sebagai cermin kekhasan daerah, kini mulai hilang. Adakah kita menjatuhkan pilihan hanya pada sumber daya manusia yang dengannya memperoleh lapangan pekerjaan, tetapi melupakan penyakit konsumerisme masyarakat yang semakin tidak bisa dibendung, akibat ‘glamournya” kehidupan kota. Adakah sumber daya alam tidak menarik, kiranya pantas diberi perhatian, agar didayagunakan oleh orang-orang lokal?
Yang pasti, apa yang terjadi di tanah latenritatta ini? Apa lagi kalau bukan gelimang tempat-tempat hiburan saja. Entah sudah pada jumlah ke berapa, seakan telah menjadi gaya hidup baru di Bone. Dan Sekonyong-konyongnya, bagi sebagian kalangan, perubahan ini malah menjadi bukti kalau Bone saat ini konon sudah maju. Padahal tidak, tidaklah demikian, ini sebuah kegelisahan. Gelisah karena diperhadapkan pada budaya instan yang datang menyerbu kearifan lokal kita sendiri. Gelisah karena dengan serta merta budaya kearifan lokal malah terpinggirkan. Orang lebih sudi berkumpul dengan para kerabatnya hanya di tempat mewah, hiburan, tempat karaoke, dan kafe-kafe.
Lapangan Merdeka yang kini menjadi ikon Bone, dengan segala perbaikan dan pembangunannya demi kepentingan umum, nyatanya juga belum menunjukkan manfaat yang berarti bagi semua masyarakat Bone. Justru masyarakat dengan gadgetnya semakin merapikan ketidakjelasan perbaikan Lapangan Merdeka, Lapangan Merdeka hanya menjadi tempat selfie ria bagi anak-anak muda,
Kiranya, perlu penelaahan kembali bagaimana peruntukan yang terbaik untuk Lapangan Merdeka ini? Kenapa tidak memberi nafas pendidikan pada Lapangan Merdeka? Jika memang hanya dijadikan area berpose, bukankah dengan kehadiran pedagang kaki lima di sekelilingnya lebih baik? Bukankah dengan kebijakan yang semacam itu justru akan memacu perekonomian, khususnya para pedagang, dan tak terkecuali pada umumnya untuk kemajuan Kabupaten Bone.
Sayang seribu sayang, para pedagang ini direlokasi ke tempat yang sepi pengunjung. Tempat yang lagi-lagi diperhadapkan dan dipaksa bersaing dengan kafe. Dengan dalih gengsi dan trendnya gaya hidup, kafe-lah menjadi pilihan untuk bersantai, bukan pedagang kaki lima yang sejatinya mereka juga butuh nafkah untuk memenuhi kebuhan hidup sanak keluarganya,
Sudut Lainnya
Beranjak dari gaya hidup baru tersebut, beberapa sudut lainnya lantas menjadi kurang (di)istimewa(kan). Diantaranya, Perpustakaan Daerah yang sepi pengunjung. Padahal nyawa dari sebuah perpustakaan, bukan hanya banyaknya buku berjejer di rak, tetapi banyaknya pengunjung dan kenyamanan ruang baca.