Drama merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tertua di dunia. Sejak lahir ribuan tahun lalu, drama bukan hanya berfungsi sebagai hiburan, melainkan juga menjadi sarana pendidikan, refleksi moral, kritik sosial, hingga cermin budaya suatu masyarakat. Perjalanan sejarah drama dari Yunani Kuno sampai era modern menunjukkan bahwa seni ini terus bertransformasi sesuai perkembangan zaman.
1. Drama di Yunani Kuno
Drama pertama kali muncul di Yunani pada abad ke-5 SM. Ia lahir dari tradisi pemujaan kepada dewa Dionysus, dewa anggur dan kesuburan. Pertunjukan drama dilakukan di amfiteater terbuka yang mampu menampung ribuan penonton.
Ada dua jenis drama utama pada masa itu:
Tragedi, yang menceritakan kisah-kisah penuh konflik moral dan sering diakhiri dengan kematian tokoh utama. Contoh terkenal adalah karya Sophocles, Oedipus Rex.
Komedi, yang menampilkan cerita-cerita ringan, penuh sindiran, dan menghibur. Tokoh pentingnya adalah Aristophanes.
Bagi masyarakat Yunani, drama tidak sekadar hiburan. Ia berfungsi sebagai ruang refleksi, sarana pendidikan, sekaligus media politik untuk mengkritik kehidupan sosial.
2. Drama di Romawi Kuno
Setelah Yunani runtuh, budaya dramanya diadopsi oleh Romawi. Teater Romawi berkembang dengan panggung yang lebih besar, dekorasi megah, serta penggunaan efek khusus untuk menarik penonton.
Jika di Yunani drama berfungsi untuk pendidikan dan refleksi, di Romawi drama lebih diarahkan sebagai hiburan rakyat. Pertunjukan sering digelar di arena publik atau pesta besar, lengkap dengan musik, tarian, bahkan atraksi tambahan.