Mohon tunggu...
erisman yahya
erisman yahya Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah, maka kamu ada...

Masyarakat biasa...proletar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Negeri Gaduh "Kabeh"

24 Agustus 2018   09:58 Diperbarui: 24 Agustus 2018   10:33 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: tribunnews.com

Terkadang rindu juga dengan masa-masa orde baru (orba). "Uenak Zaman Koe Toh," begitu tulisan yang terpampang di belakang salah satu mobil truk pengangkut semen, dengan gambar Pak Harto yang tersenyum penuh wibawa.

Rindu tentu bukan dengan sikap otoriternya Pemerintahan Pak Harto. Tapi rindu dengan pemerintahannya yang kuat, kondisi dan suasana yang kondusif serta wibawa pemerintah yang tegak berdiri.

Keruntuhan orba yang digantikan dengan era reformasi pada 21 Mei 1998 memang disambut dengan gegap-gempita oleh mayoritas masyarakat. Era keterbukaan dan kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat terbuka lebar. Semua orang boleh ngomong. Semua orang bisa menyampaikan aspirasi. Semua sama di mata hukum.

Tapi mungkin karena kita kurang siap dengan keadaan plus aturan yang mengatur juga belum memadai (atau bisa juga kondisi seperti ini memang sengaja dipelihara), akhirnya suasana berbangsa dan bertanah air seakan tak ada ademnya. Setiap hari rakyat dipertontonkan dengan silang pendapat, serang-menyerang antar pejabat tinggi negara. Masing-masing merasa benar dan ingin menunjukkan kualitas dan pengaruhnya.

Masih segar dalam ingatan, bagaimana dulu Menko Perekonomian yang ketika itu dijabat Rizal Ramli dengan terang-benderang "menyerang" Wakil Presiden Jusuf Kalla soal pembangunan pembangkit listrik. Hari ini kita juga dipertontonkan dengan aksi saling sindir antara Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dengan Menkeu Sri Mulyani soal utang negara.

Kalau sudah para petinggi saja seperti itu, bagaimana dengan parpol yang memang saling berseberangan. Hampir setiap hari Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon (Gerindra) dan Fahri Hamzah (dulu PKS) mengritik dan menyerang kebijakan-kebijakan pemerintah. Di sisi lain, parpol-parpol pendukung setengah mati memuji-muji pemerintah.

Hal yang sama terjadi di organisasi sosial kemasyarakatan (ormas). Ormas pendukung seolah melihat pemerintahan Jokowi-JK layaknya pemerintahan yang tiada duanya. Berhasil di semua lini. Namun ormas penentang melihat dan menilai gagal dimana-mana.

Di media sosial (medsos) "pertempuran" akar rumput justru benar-benar terjadi. Terutama antar prajurit cebong dan kampret. Dua binatang yang sama begoknya. Masing-masing juga sering melontarkan kata-kata layaknya binatang sesuai dengan nalarnya yang memang sangat pendek.

Selisih dan perang pendapat sejatinya tidak hanya di tingkat pemerintahan pusat, tapi juga sampai bahkan ke tingkat desa. Saling bongkar-membongkar kesalahan seolah sudah menjadi trend di negeri ini. Merasa seperti malaikat yang tak pernah berbuat salah.

Lalu, kalau negeri ini ribut terus, terus kapan "kerja, kerja, kerja" itu dapat maksimal dilaksanakan? Sementara, selain bekerja, pemerintah terkadang, nampaknya juga sibuk menghabiskan waktu untuk pencitraan. Lalu, kapan nasib rakyat kecil akan terpikirkan? Sementara perut mereka sering keroncongan..!  

Semestinya, setiap kritik yang kita sampaikan hendaklah kritik yang konstruktif. Kritik yang membawa kepada kebaikan. Bukan pada kepentingan pribadi atau kelompok. Apalagi hanya untuk bikin gaduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun