Mohon tunggu...
erisman yahya
erisman yahya Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah, maka kamu ada...

Masyarakat biasa...proletar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bupati "Aseng"

5 Februari 2018   13:22 Diperbarui: 5 Februari 2018   13:55 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Jombang. Sumber : SINDO News

Untuk kesekian ratus kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/walikota. Masyarakat seakan sudah kebas, tak hirau lagi dengan kasus-kasus seperti itu. Bagi masyarakat mungkin lebih menarik menonton kontes dangdut, yang jelas menghibur. Daripada menonton "orkestra" penangkapan yang hanya menaikkan tensi dan tak ada wujud kesudahan.

Hari ini ditangkap kepala daerah A, minggu depan B dan seterusnya, layaknya orang arisan. Menjadi kepala daerah seolah hanya berjalan menuju sel penjara. Ketika dilantik gagah memakai seragam kebesaran. Beberapa bulan atau beberapa tahun setelah itu, keluar dari Kantor KPK dengan seragam oranye dan senyum kegetiran.

Semua bertanya, apa sebenarnya yang salah dalam sistem demokrasi kita ini?

Di negeri yang kapitalis dan masyarakat yang pragmatis, kekuasaan kadang seperti bola api di musim hujan. Ia baru menyala kalau sudah disulut "bensin". Semakin besar nyalanya, semakin besar pula kuota bensin yang harus disiramkan. Sayangnya, bensin sering kali langka. Konon "bensin" di negeri ini dikuasai segelintir orang saja. Bayangkan, kekayaan empat orang sama dengan sekira 100 juta orang. Jomplang.

Sementara kekuasaan ibarat candu. Ia menggilai banyak orang. Dan, orang-orang yang "gila" ini pun bergerilya mencari bensin yang terbatas itu tadi. Untuk disiramkan kepada mulut-mulut pragmatis yang siap melahap.

Apa boleh buat. Demi sebuah kekuasaan, didukung dengan sistem pemilihan langsung. One man one vote. Bermunculanlah para bandar bensin, yang siap menyalurkan bensin-bensin itu tadi. Sayangnya, para bandar ini diduga banyak yang hitam. Bahkan kemungkinan ada asing dan juga aseng.

Begitu sang jagoan terpilih dan dilantik menjadi kepala daerah, sang bandar siap merapat, menagih bensin yang sudah kemana-mana. Kepala daerah pun bagai kerbau yang dicucuk hidungnya. Menerima perintah apapun dari sang bandar. Pemerintah yang konon orientasinya melayani, kini berubah jadi profit oriented. Kalaupun ada sedikit sentuhan untuk masyarakat. Itu hanya sekedar pencitraan.

Hal yang tak bisa harus jadi bisa. Yang tak boleh harus jadi boleh. Aturan yang dibuat sengaja untuk dilanggar. Pokoke, semua potensi dimaksimalkan, agar dapat meraup untung sebesar-besarnya. Tapi sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya ia bakal jatuh juga. Sekali, dua kali, seratus kali, mungkin bisa lolos dari jeratan hukum. Pas yang di seratus satu kali, dahan yang biasa jadi pegangan, rupanya sudah lama dimakan rayap. Apa boleh buat. Tupai akhirnya jatuh ke tanah. Terjerembab. Langsung pula disergap anjing. Berdarah-darah. ***

Inilah kondisi yang dulu barangkali jadi pemikiran Gamawan Fauzi di akhir masa jabatannya sebagai Mendagri di era Presiden SBY. Pengalaman jadi bupati dan gubernur di Sumbar, memberinya pengalaman yang sangat berharga tentang bagaimana fakta yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Gamawan pun berijtihad untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada anggota Dewan saja. Sesuai amanat Pancasila sila keempat. Sayangnya, banyak yang menolak dengan berbagai alasan. Penolakan itu juga didukung oleh banyak media, yang diduga juga dikuasai asing dan aseng.

Ah, tak usahlah kita berdebat tentang sistem langsung atau tidak. Kita nikmati sajalah orkestra yang sumbang ini. Sampai kita semua benar-benar capek. Lalu tersungkur, memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa. Tobat Nasuha.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun