Setiap kali berkunjung ke pusat-pusat perbelanjaan, seperti Mall dan lainnya, biasanya saya mampir ke mushalla (tempat shalat) yang disediakan pihak manajemen. Begitu waktu shalat masuk, saya ikut shalat berjamaah bersama makmum lainnya. Imamnya tentu siapa saja. Â
Tapi, ada fenomena menarik yang sering menjadi perhatian saya. Apa itu? Banyak orang yang dengan berani maju menjadi imam, meskipun bacaannya jauh dari fasih dan makhrajnya sangat berantakan. Tapi, dia pede jadi imam! Nah itu dia...
Jujur, kadang mungkin shalat saya jadi agak terganggu, karena bacaan sang imam yang berantakan. Dalam hati kadang saya ngomel, ngedumel: nih orang kok pede amat yak jadi imam, padahal bacaannya lebih-kurang anak TK. Astagfirullah..!
Padahal seharusnya, syarat menjadi imam itu, selain harus fasih, yang bersangkutan juga harus faqih atau memahami dengan baik hukum-hukum dalam shalat. Jadi, seharusnya kita tahu diri dan mengukur diri.
Tapi, setelah saya renungkan secara mendalam, barangkali fenomena ini sifatnya manusiawi belaka. Sebab, secara naluriah, manusia itu memang suka "dikedepankan" alias jadi imam atau pemimpin. Ibarat pepatah, imam atau pemimpin itu biasanya "ditinggikan seranting, didahulukan selangkah." Lebih terhormat. Setiap manusia, secara naluri memang senang dan suka dihormati.
Makanya jangan heran. Untuk jadi pemimpin apapun, manusia saling berebut. Berkompetisi. Bahkan kadang saling sikut dan sikat. Lihat saja misalnya, bagaimana kompetitifnya pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati bahkan pemilihan setingkat Ketua RT.
Dan, silahkan juga diperhatikan, betapa banyak orang yang sebenarnya tidak punya kemampuan, tapi sangat pede mencalonkan diri. Pasang baliho dimana-mana. Minta rakyat memilih dirinya. Alamaaaakkkk...