Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bule, kok Ngomong Sunda?

9 Januari 2011   18:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:47 2946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12945964741709888756

[caption id="attachment_83908" align="aligncenter" width="720" caption="Suasana di konferensi ISMIL ke-14. Saya duduk di bagian belakang, pojok kanan. "][/caption] Sudah jadi hal yang lumrah mendapati bule berkelakar dalam bahasa Indonesia terutama di Indonesia, walaupun sudah bisa dijamin aksennya pasti kental. Kita tahu banyak sekali ekspatriat yang mengadu nasib dengan menjadi eksekutif di perusahaan-perusahaan swasta. Ya sudah bisa ditebak kesejahteraan mereka luar biasa jauh dengan pegawai lokal, sekalipun dari segi kualifikasinya, bisa jadi setaraf. Itulah realitas bangsa kita yang masih menjungjung tinggi segala seuatu 'berbau' bule. Di lembaga-lembaga bahasa Inggris pun, fenomena bule mengajar sudah membludak. Betapa tidak, memasang seorang bule saja sebagai pengajar bisa menjadi daya tarik hebat untuk menjaring siswa. Masalah kualifikasinya, jangan tanya. Sebagian hanyalah bemodalkan takdir jadi bule yang tentunya fasih dalam bahasa Inggris. Salah satu teman bule saya di sini yang pernah mengajar bahasa Inggris di Indonesia mengaku pernah dibuat kesal oleh kolega bulenya sendiri karena sering mengarang cerita ketika disodori pertanyaan-pertanyaan kebahasaan. Sebagian bule-bule ini tidak bisa berbahasa Indonesia. Atau bahasa Indonesianya tidak fungsional. Kembali ke urusan bule berbicara bahasa kita, saya pernah 'ditipu' mentah-mentah oleh seorang bule. Ketika menjadi trainee di salah satu hotel berbintang di Bandung, saya pernah melayani tamu bule yang memesan Soto Madura. Dia penasaran apa itu Madura. Saya pun menjelaskannya sebatas pengetahuan saya. Akhirnya, kami pun berbincang panjang mengenai pelbagai hal. Sampai pada satu pertanyaan, "Sir, where are you from?" tanya saya. Dia jawab, "Oh, I'm from Bogol." Saya langsung merasa bodoh karena belum pernah dengar negara bernama Bogol. Saya terus bertanya mengenai negaranya itu, yang dia jawab dengan antusias, sambil sesekali melempar senyum. Akhirnya, dia bilang sambil tertawa lebar, "Saya dari Bogor, Pak Eri." Saya pun ikut tertawa, walaupun masih bingung. Mana mungkin orang bule fasih bahasa Inggris berasal dari Bogor, sekalipun bahasa Indonesianya juga fasih. Dia pun akhirnya terus terang bahwa asalnya dari Belanda tapi sudah begitu lama kenal tinggal di Bogor. Jadi Bogor sudah menjadi asalnya. Ah dasar bule ! Intinya sekalipun secara persentase mungkin tidak banyak, tidak sedikit juga bule fasih berbahasa nasional kita. Bisa jadi, sebagian kita pernah menjumpai contohnya. Tapi, bule berbahasa Sunda, sepertinya agak sulit mendapatinya. Perkiraan saya salah besar. Saya pergi ke kota Minneapolis, tepatnya ke Universitas Minnesota, untuk menghadiri International Symposium on Malay/Indonesian Linguistics yang ke-14. Saya sudah bisa menduga akan menjumpai bule-bule yang nyeroscos dalam bahasa Indonesia, karena toh konferensinya juga berkaitan dengan itu. Dugaan saya betul seratus persen. Banyak bule yang menggunakan bahasa Indonesia. Namun, tanpa disangka, seorang bule menghampiri saya selepas presentasi. "Kumaha damang?" ucap dia. Sontak saja saya kaget. Siapa mau menyangka bule berbicara Sunda di tanah airnya sendiri. Setelah berbincang sekian lama, baru diketahui bahwa dia menikah dengan orang Indonesia dan banyak berinteraksi dengan orang Sunda. Pantesan! Pengalaman unik bertemu dengan bule berbahasa Sunda ini memang cukup membahagiakan. Ada juga toh orang asing yang belajar bahasa daerah (baca: Sunda). Padahal, di tempat asalnya sendiri, bahasa Sunda ini semakin dicuekkan oleh penutur aslinya. Tidak sedikit orang asli Sunda yang tidak tahu bahasa Sunda sama sekali. Ironis, kan? Saya melamun, jangan-jangan suatu hari nanti, orang-orang semacam yang tadi disebutkan semakin bertambah dan bahkan bahasa Sunda dijadikan bahasa kesehariaanya. Sementara, di bumi parahyangan sendiri, orang-orang Sunda yang mungkin 'malu' belajar dan berbahasa Sunda semakin fasih berbahasa Inggris dan Inggris dijadikan bahasa kesehariannya. Kalau ini terjadilah, wah, nampaknya kiamat sudah dekat. Namun, itu cuman lamunan. Semoga. Tulisan menarik lainnya: Jadi Pemulung di Amrik Pipis di Negerinya Obama I am a villager (read: wong ndeso) Where are You, Indonesian Linguists? Ke Amrik Bermodalkan Mimpi? Bisa Dong! Shalat aja Kok Repot!!! Sunda? Yes! Jawa/Bali? No!!! Bangkrut Gara-Gara Buku

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun