Penulis pernah beberapa kali diwawancarai, penulis juga karena jabatan, pernah beberapa kali mengatur wawancara dengan salah satu konglomerat / pengusaha di Indonesia. Macam-macam jenis pewawancara (yang sering disebut kuli tinta atau kuli printer). Ada yang saat mewawancarai sudah punya pengetahuan yang cukup atas bidang yang diwawancarai, ada pula pengetahuan seadanya dan tidak jarang yang memang pengetahuannya minim. Alasan mereka yang berpengetahuan minim, seperti: baru di bidang itu (baru dirotasi), kan narasumber ahlinya ngapain cape-cape mempelajari bahan wawancara.
Padahal, menurut penulis, jaman ini untuk mencari tahu topik yang diwawancara, relatif cukup mudah. Tinggal google (di handphone juga bisa). Kita juga bisa menggoogle apa pendapat yang pernah dilontarkan sang nara sumber. Dengan demikian hasil wawancara yang kita lakukan bisa benar-benar memberikan pengetahuan baru bagi pembaca.
Namun demikian, penulis pernah ketemu wartawan yang memang sudah punya pendapat dan menginginkan pendapat itu keluar dari mulut sang nara sumber. Berkali-kali ditanya, meskipun sang narasumber sudah berkali-kali berkelit untuk menjawab secara langsung, tapi pada akhirnya ...... berita yang keluar ialah berita yang memang sudah ada di pikiran si pewawancara tersebut sejak sebelum melakukan wawancara. Tentu mengatasnamakan sang narasumber. Hebat bukan?Â
Akhirnya, seperti kata M' Nana (Najwa Shihab), pada acara Mata Najwa yang terakhir, saat wawancara sebaiknya si pewawancara sudah memiiki pengetahuan dasar atas topik yang diwawancara sehingga prosesnya jadi seperti tukar menukar pendapat.
Demikian sedikit tuiisan yang mudah-mudahan bisa jadi bahan inspirasi untuk kita semua.Â
Mari kita belajar dan bekerja seprofesional mungkin.
Terima kasih M' Nana, sampai ketemu di pekerjaan yang baru nanti.
#masihbelajarmenulis
#mantanwartawan
#mantanpublicrelation
sekarang jadi Health Social Media Consultant