Mohon tunggu...
Erika Pebrianawati
Erika Pebrianawati Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswi yang sedang menuntut ilmu dikota pelajar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Keberhasilan Pengajaran Bahasa Arab Terletak Pada Gurunya?

16 Juni 2012   13:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:54 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara tentang belajar bahasa Arab, bahasa Arab itu sendiri merupakan salah satu bahasa asing (foreign language) di Indonesia yang menempati peringkat kedua setelah bahasa Inggris. Bahasa ini menjadi bahasa resmi bagi Negara Asia khususnya dikawasan timur tengah. Di Indonesia sebenarnya menjadi potensi besar bagi bahasa Arab menjadi bahasa asing yang popular, tetapi realitanya harus diakui bahasa Arab hanya menjadi bahasa orang tertentu saja. Maksudnya, bahasa Arab hanya digunakan hanya dikalangan pondok pesantren bahkan di sekolah-sekolah yang berada dibawah naungan kementrian agama seperti tsanawiyah dan aliyah saja jarang menggunakan bahasa arab sebagai alat komunikasi.

Mengapa demikian? Karena pembelajaran bahasa Arab di Indonesia “Gagal” dalam pelaksanaannya. Lalu dimana letak kesalahanya? Haruskah kita mengulangi lagi kegagalan tersebut? Jika kita perhatikan banyak orang termasuk peserta didik menganggap bahasa arab adalah bahasa yang sangat rumit dan terkesan angker,bahasa Arab itu sendiri seolah-olah bersifat sakral, jika salah sedikit akan berdosa krena termasuk bahasa agama, bukan begitu?. Bahasa Arab kalah pamor dengan bahasa asing lainnya seperti Jepang, Korea, Mandarin dan Jerman. Dan yang terpenting adalah problem keprofesionalisme guru bahasa Arab itu sendiri.

Tentu akan timbul beberapa pertanyaan dalam benak kita. Bagaimana proses pembelajaran yang selama ini berlangsung? Dan bagaimana pula action ‘sang guru’ kita saat di kelas? Keberadaan guru dalam suatu proses pembelajaran sesungguhnya memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting. Dr. George Lozanov, seorang peneliti pendidikan dan tokoh Metode Pembelajaran Cepat dari Bulgaria berujar,” Pengaruh guru sangat jelas dalam kesuksesan siswa” (Lozanov : 1980). Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh pencetus Metode Belajar Quching (quantum teaching), Bobbi de Porter (2002) yang berpendapat bahawa guru itu sebagai penggubah keberhasilan belajar siswa.

Pemahaman di atas bukan berarti guru sebagai sosok segala-galanya dan amat mendominasi. Siswa tetap diperlakukan sebagai subjek belajar yang memiliki kedudukan penting dalam proses pembelajaran. Guru harus mampu dan mau melihat jauh kedepan dalam menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai suatu sistem.

Bahwa selain faktor-faktor pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan tanggap terhadap ide pembaharuan serta wawasan yang lebih luas sesuai dengan keprofesiannya, pada diri guru sebenarnya masih memerlukan persyaratan khusus yang bersifat mental. Persyaratan khusus ini adalah fakor yang menyebabkan seseorang itu merasa senang, karena merasa terpanggil hati nuraninya untuk menjadi seorang pendidik/guru. Oleh Waterink, faktor khusus itu disebut dengan istilah rouping atau ” panggilan hati nurani”. Pepatah Arab pun juga mengatakan : Metode itu lebih penting daripada sebuah materi, dan guru itu lebih penting daripada sebuah metode, tetapi hati seorang guru jauh lebih penting dari seorang guru. Dan “hati nurani seorang guru” inilah yang merupakan dasar bagi seorang guru untuk melakukan kegiatannya, karena hati menunjukkan keikhlasannya.

Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Kompetensi profesional guru menjadi faktor yang sangat menunjang peningkatan kualitas belajar siswa. Salah satu tugas guru adalah mengajar. Setiap guru memiliki kompetensi mengajar. Tetapi mengajar yang bagaimana? Dalam life long learning “educator are guide to source of knowledge” yaitu guru sebagai pendidik yang dapat membimbing peserta didik dalam mencari sumber pengetahuan tersebut. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan termasuk pembelajaran bahasa Arab di Indonesia tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas.

By Erika Hime ^^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun