Mohon tunggu...
Erenzh Pulalo
Erenzh Pulalo Mohon Tunggu... Musisi - Memanfaatkan Waktu untuk Menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Manfaat waktu untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pilar Utama Penghambat Pendidikan di Papua

10 Desember 2021   21:09 Diperbarui: 10 Desember 2021   21:14 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Siswa Kelas III SD YPK Youlimsari Kabupaten Jayapura Papua/Sumber: Dokumen Pribadi

Kementerian pendidikan dan kebudayaan, riset dan teknologi bapak Nadiem Anwar Makarim mencanangkan program merdeka belajar bagi seluruh pendidikan di Indonesia, hal ini jika disederhanakan peserta didik mempunyai kebebasan dalam belajar, dalam arti peserta didik atau siswa harus bebas belajar dimana saja dan kapan saja tanpa terhalang oleh waktu dan usia, dengan didukung oleh fasilitas pendukung seperti teknologi berupa komputer, jaringan internet dan sebagainya dan siswa mempunyai hak yang sama dalam belajar baik informal maupun non formal.

Konsep merdeka belajar bagi siswa di pelosok Papua tidak ada artinya. Waktu belajar dalam 1 minggu ada 6 hari mereka ke sekolah hanya bisa belajar 1 hari itupun waktunya hanya 1 - 2 jam.

Mengapa hal ini terjadi, awalnya diperkirakan karena wabah Covid-19 namun wabah Covid-19 bagi pendidikan juga bukan terjadi pada tahun 2019 namun sudah terjadi sebelumnya dan sudah terinfeksi sejak lama.

"Mengapa hal ini terjadi ?" Wabah Covid-19 terjadi bagi para penggerak pendidikan yang sudah terinfeksi virus malas mengajar dan dampak negatifnya anak-anak Papua tidak berkembang.

'Kami Ingin Belajar' itulah curahan hati setiap anak-anak Papua yang belum merasakan proses belajar yang baik. Mereka tiap hari lewati gunung, lembah, hutan, menyebrangi sungai, laut dan danau namun apa yang mereka temui ? Tidak ada guru. Mereka hanya bisa datang membersihkan kelas menyanyi, doa dan pulang. Terkadang teman kelasnya atau siswa yang lebih besar bahkan bisa ketua kelas sebagai guru dengan mengajak mereka untuk menyanyi dan memimpin doa lalu pulang.

Foto: Siswa kelas V SD YPK Youlimsari Sedang Berdoa/Sumber: Dokumen Pribadi
Foto: Siswa kelas V SD YPK Youlimsari Sedang Berdoa/Sumber: Dokumen Pribadi

Apa isi doa mereka ? Hanya mereka dan Tuhan yang tahu, namun dalam setiap kata-kata dan curahan hati, mereka ingin belajar dan memiliki guru yang bisa mengajar mereka dengan setulus hati.

"Kemana guru kami ?" itulah yang selalu ditanyakan oleh para siswa. Mereka ke sekolah namun tidak pernah menemui sang pelita dalam kegelapan, yang mereka temui hanya bisa menemui kursi dan meja guru yang sudah beralasan debu.

Terkadang orangtua siswa bertanya, guru-guru di sekolah ini dimana ? Mengapa anak-anak kami ke sekolah tiap hari tetapi tidak pernah belajar.

Lalu ke mana guru-guru yang dikatakan "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" pergi ? Suatu fenomena aneh yang terjadi bukan pada alam Papua tetapi pada pendidikan di Papua. Guru yang dikatakan guru hebat hadir di Papua lewat berbagai program yang didatangkan dari luar Papua dengan syarat harus bergelar sarjana dan sesuai janji mereka kami ingin mengabdi untuk anak-anak Papua dan kami cinta Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun