Pemain berpostur pendek itu terdiam. Di tengah gemuruh suporter tuan rumah yang bernyanyi bahagia, ia terdiam. Seperti seorang yang kalah perang, ia melangkah dengan gontai menuju sisi lapangan. Ia tak menghiraukan hiburan rekan-rekan dan staf Argentina yang datang padanya. Kalah tetaplah kalah. Tak ada yang bisa diubah.
Di tengah duka yang menyelimutinya, toh masih saja ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Seorang anak dari kesebelasan Chile, lawannya, mendekatinya sambil membawa hanphone di tangan kanannya. Sesaat setelah cukup dekat, ia mengangkat ponselnya ke udara. Weleh, dia minta selfie toh rupanya!
 [caption caption="Anak Chile ngajak selfie. Source: Google Images"][/caption]
Banyak kisah unik yang terjadi saat pergelaran Copa America 2015 di Chile ini. Mulai dari tendangan kontroversial Neymar yang mengenai Pablo Armero sehingga berujung kartu merah baginya, Chile yang menjadi juara di rumah sendiri (pertama kali setelah 99 tahun Copa America ada), dan kembali kita melihat kesialan Messi yang tak berujung jika sedang membela timnas. Namun bagi saya, kisah bocah kecil minta selfie inilah yang paling unik dari segala kisah.
Marilah kita berandai-andai menjadi seorang Messi, menjadi pemain yang banyak dipuja-puja sebagai "dewa" sepakbola. Kita posisikan kita menjadi dirinya dengan berbagai kondisi yang amatlah pelik saat itu. Kegagalannya di dua turnamen akbar (sama-sama mencapai final), cacian dan makian yang akan ia terima dari para fans Argentina, dan saat itu ia juga sedang melihat tawa bahagia para pemain Chile di depan matanya sendiri. Buntung sudah! Nah, saat seperti itu, apa perasaan anda jika ujug-ujug ada seorang ballboy minta selfie? Sebagai catatan, anak itu berasal dari kubu lawan. Loh, kok berani?
[caption caption="Bad Luck Messi. Source: Google Images"]
Itulah profesionalitas seorang Messi. Sebagai olahragawan, ia tetap menjunjung tinggi sebuah profesionalitas. Ia telah ditempa oleh panasnya bara kegagalan di masa silam. Ia sudah banyak makan asam-garam kompetisi. Ia lebih mampu mengusir segala jengkel mood negatif sesaat, waktu ia diminta oleh fansnya untuk dipotret. Ya, walaupun Messi bersikap dingin sewaktu menerima ajakan anak itu.
Proses untuk menuju profesionalitas seseorang memang berbeda-beda. Terkadang, kita melihat bagaimana seseorang meledak-ledak emosinya, mengumbar-umbar amarahnya di depan khalayak umum tanpa memikirkan bagaimana posisi dirinya. Kita juga mendengar di berbagai media seseorang mengeluarkan cacian dan makian yang menghina orang lain, seakan-akan ia bukanlah seorang yang terdidik. Kita sudah cukup kenyang dengan itu semua.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah ini? Wah, saya tak bisa mengambil kesimpulan. Silahkan anda mengambil kesimpulan sendiri. Toh, kesimpulan setiap orang tak sama bukan?
Â
Gresik, 7 Juli 2015
Saat melihat berita Messi di TV.