Timnas Indonesia selalu punya tempat istimewa di hati rakyat. Saat Garuda bertarung di kualifikasi Piala Dunia 2026, stadion berubah jadi lautan merah putih, layar televisi dipenuhi wajah penuh harap, dan media sosial ramai oleh doa serta komentar suporter. Kalau nanti timnas benar-benar lolos ke panggung dunia, itu bukan cuma sejarah di lapangan hijau, tapi juga peluang besar untuk membangkitkan industri olahraga nasional.
Buat suporter, Piala Dunia adalah mimpi panjang yang selalu terasa jauh. Tapi bayangkan jika Garuda akhirnya ada di sana, bersanding dengan tim-tim besar dunia. Euforia itu akan menyebar ke mana-mana. Jersey timnas bakal jadi rebutan, sponsor akan datang lebih deras, dan tiap laga timnas bisa jadi hajatan nasional yang menggerakkan banyak sektor.
Sepak bola memang sering disebut hanya hiburan, tapi di balik hiburan ada mesin ekonomi yang berputar. Jepang dan Korea Selatan sudah membuktikannya sejak tampil di Piala Dunia 2002. Qatar juga menunjukkan bagaimana sepak bola bisa mengubah wajah sebuah negara, dengan stadion baru, pariwisata melonjak, dan investasi yang masuk miliaran dolar. Kalau mereka bisa, Indonesia juga punya kesempatan yang sama.
Kita ini punya modal yang jarang dimiliki negara lain: basis suporter yang luar biasa besar. Dari kota sampai desa, dari pekerja sampai pelajar, semua rela berhenti sejenak hanya untuk menyaksikan timnas. Modal sosial sebesar ini, jika digabung dengan prestasi dunia, bisa berubah jadi modal ekonomi. UMKM di sekitar stadion bisa ikut hidup, produk olahraga buatan lokal bisa lebih dikenal, dan pariwisata kita ikut terdongkrak.
Sebenarnya, industri olahraga Indonesia sudah mulai bergerak. Produk buatan dalam negeri, seperti bola, raket, dan alat fitness, sudah diekspor ke banyak negara. Indonesia bahkan duduk di peringkat ke-24 dunia sebagai pengekspor alat olahraga. Tapi semua itu masih terasa kecil dibanding potensi pasar kita. Andai timnas bisa tampil di Piala Dunia, dunia akan menoleh, dan itu bisa jadi promosi gratis yang tak ternilai untuk industri olahraga nasional.
Kalau bicara peluang, dampaknya bisa datang dari banyak arah. Hak siar televisi pasti melonjak, sponsor lokal maupun internasional akan rebutan untuk menempelkan logo di dada Garuda, dan merchandise resmi timnas akan jadi barang wajib suporter. Bukan cuma apparel besar, konveksi kecil pun bisa ikut kecipratan rezeki. Wisata olahraga pun bisa tumbuh, karena pertandingan timnas selalu jadi magnet. Hotel, transportasi, sampai pedagang kaki lima akan ikut merasakan manisnya.
Tapi jangan lupa, di balik semua harapan itu ada tantangan besar. Infrastruktur olahraga kita masih jauh tertinggal. Stadion yang layak jumlahnya terbatas, training center modern bisa dihitung dengan jari, dan manajemen klub sering kali masih berantakan. Kalau fondasi seperti ini tidak dibenahi, jangan-jangan euforia Piala Dunia hanya berhenti di pesta sesaat. Setelah itu, industri olahraga kita kembali lesu seperti biasanya.
Ada lagi soal ketergantungan pada produk impor. Coba lihat jersey timnas, sepatu, bahkan bola pertandingan resmi. Semuanya masih didominasi merek global. Artinya, kalau tidak ada strategi yang matang, keuntungan ekonomi hanya akan terbang ke luar negeri. Momentum besar seperti Piala Dunia mestinya bisa jadi jalan untuk memperkuat brand lokal. Jadi tidak cuma jadi penonton, tapi benar-benar pemain di industri olahraga.
Di sinilah peran Erick Thohir jadi sorotan. Sebagai Menpora sekaligus Ketua Umum PSSI, posisinya unik sekaligus strategis. Ia bisa menggunakan tiket Piala Dunia sebagai pemicu kebijakan lintas sektor. Kemenperin bisa digandeng untuk memperkuat manufaktur alat olahraga, Kemenparekraf bisa mendorong pariwisata olahraga, UMKM bisa dilibatkan dalam merchandise, dan Kemenkeu bisa menyiapkan insentif fiskal. Semua bisa bergerak kalau ada visi yang jelas.
Erick sendiri pernah bilang saat pertama memimpin PSSI: “Sepak bola Indonesia terlalu lama jadi beban. Tugas kita adalah menjadikannya kebanggaan, bukan lagi masalah.” Nah, kalau benar Garuda bisa menembus Piala Dunia, ucapannya itu bisa diperluas: sepak bola bukan cuma kebanggaan, tapi juga motor ekonomi olahraga nasional. Tinggal bagaimana pemerintah, federasi, dan swasta mau duduk bersama mengubah euforia jadi peluang nyata.