Mohon tunggu...
ENNY Soepardjono
ENNY Soepardjono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang senior citizen yang mencintai hidup dan mencoba bersyukur atas kehidupan itu sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asisten Rumah Tangga: Mungkinkah Dikelola Secara Lebih Profesional ?

3 Agustus 2015   11:09 Diperbarui: 3 Agustus 2015   11:30 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya pernah membaca di harian Kompas tentang keluhan dari para agen penyedia /penyalur Asisten Rumah Tangga (ART) tentang makin sedikitnya tenaga  ART. Alasannya, antara lain, mereka lebih memilih bekerja di pabrik atau kantor, karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dahulu.

Tentunya kita semua senang mendengar  peningkatan pendidikan di Indonesia, bukankah pendidikan adalah tanda dari kemajuan suatu bangsa? Bandingkan dengan jaman dahulu di mana banyak ART yang buta huruf. Pengalaman jaman saya kecil dahulu banyak ART yang sangat setia, mereka bahkan bisa bekerja lama sekali, menemani keluarga sejak anak-anak lahir, sampai anak-anak dewasa, bahkan ada juga yang sudah dianggap bagian dari keluarga  majikannya. Seingat saya, dahulu Ibu saya tidak pernah khawatir ART nya tidak akan kembali bekerja.

Sekarang jarang sekali mendengar ART yang bekerja sampai berbelas tahun seperti jaman dahulu. Sering sekali kita mendengar keluhan tentang para ART , terutama dari para Ibu rumah tangga, seperti :

--sering keluar/resign, bahkan kadang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, seperti yang pernah saya alami

--saat sebelum bekerja, mereka “meng-interview” calon majikan, misalnya  menanyakan : berapa anaknya; apakah disediakan snack ; luas rumah; dll

--saat bekerja, tidak pernah lepas dari gadget

--memilih-milih makanan yang diberikan

--dan lain-lain

Kemudian, saya teringat seorang Ibu rumah tangga asal Indonesia namun sekarang berdomisili di Hong Kong. Selama ini, dia selalu memperkerjakan ART asal Indonesia. Hal ini bukan karena dia berdarah Indonesia sehingga memudahkan komunikasi, namun karena  :  tidak banyak menuntut & mau bekerja walaupun hari libur.

Teman saya dari Hong Kong tersebut, tidak pernah khawatir karena sudah bisa memastikan bahwa ART-nya akan kembali bekerja sesudah liburan di Indonesia. Penyebabnya karena mereka saling terikat kontrak kerja, seperti layaknya pegawai kantoran.

Bagaimana dengan Indonesia, apakah kontrak kerja serupa bisa diterapkan, di mana dicantumkan dengan jelas hak dan kewajiban kedua belah pihak, serta sanksi-sanksinya ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun