Menginjak tahun ketiga perkuliahan, saya dihadapkan pada tantangan baru yang menuntut bukan hanya kesiapan akademik, tetapi juga kematangan mental dan kedewasaan berpikir. Program Asistensi Mengajar yang saya ikuti bukan sekadar kewajiban kampus, melainkan menjadi titik balik penting dalam perjalanan saya sebagai calon pendidik yang berdaya dan berdampak. Program ini membuka pintu bagi saya untuk memasuki dunia pendidikan yang nyata, di mana teori yang selama ini dipelajari harus diterapkan secara langsung dalam konteks kelas yang dinamis dan penuh tantangan.
Saya, Enno Rietmadhany Angelica, mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi angkatan 2022 Universitas Negeri Malang, bersyukur mendapatkan kesempatan berharga ini. Penempatan saya di SMK Negeri 1 Sooko Mojokerto menjadi pengalaman yang membentuk cara pandang dan cara saya memaknai profesi pendidik. Di sekolah ini, saya mengajar mata pelajaran Dasar-Dasar Akuntansi kelas X, saya ikut serta membantu kegiatan belajar mengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran. Perlahan, saya mulai menyadari betapa kompleks dan menantangnya menjadi seorang pendidik profesional.
Hari pertama saya dihadapkan pada situasi yang menegangkan. Adaptasi dengan lingkungan baru, memahami karakteristik peserta didik, serta membangun relasi dengan rekan pendidik menjadi tantangan awal yang harus saya lalui. Namun, dukungan dari guru pamong dan semangat belajar peserta didik menjadi energi yang mendorong saya untuk cepat beradaptasi. Saya belajar bahwa menjadi pendidik tidak cukup hanya mengajar, tetapi juga membangun relasi yang hangat, menjadi teladan, dan mampu menghadirkan ruang kelas yang inklusif serta berdaya bagi semua peserta didik, sejalan dengan tujuan SDGs 4 yaitu memastikan pendidikan inklusif dan berkualitas.
Salah satu tantangan terbesar adalah menyederhanakan materi akuntansi yang cenderung abstrak agar lebih mudah dipahami. Saya harus berpikir kreatif dalam membuat media pembelajaran yang interaktif, seperti memanfaatkan Quizziz, video pembelajaran, dan PPT menarik. Pemanfaatan teknologi ini membuka pandangan saya tentang pentingnya integrasi digital dalam pendidikan abad 21, di mana keterampilan literasi digital menjadi bagian penting dari kualitas pendidikan yang bermakna dan relevan, sebagaimana ditekankan dalam SDGs 4.
Tidak semua berjalan mulus. Saya kerap menghadapi kelas yang kurang fokus atau peserta didik yang tampak pasif. Situasi ini memaksa saya untuk terus belajar mengelola kelas secara lebih kreatif dan fleksibel, menghadirkan suasana belajar yang lebih partisipatif. Saya belajar bahwa seorang pendidik harus adaptif, inovatif, dan selalu membuka ruang dialog yang aman bagi peserta didik agar mereka merasa dihargai dan memiliki peran aktif dalam pembelajaran.
Di sisi lain, saya menyadari bahwa pembelajaran bukanlah proses satu arah. Melalui interaksi di kelas, saya pun belajar dari peserta didik, dari antusiasme mereka, pertanyaan kritis, hingga komentar spontan yang seringkali membuka perspektif baru bagi saya. Proses ini memperkuat keyakinan saya bahwa pembelajaran yang berkualitas haruslah bersifat dialogis, partisipatif, dan memberdayakan, sebagaimana esensi pendidikan yang dicanangkan dalam SDGs.
Program ini juga mempertegas cita-cita saya untuk menjadi pendidik yang bukan hanya kompeten secara akademik, tetapi juga inspiratif, kreatif, dan menjadi agen perubahan di dunia pendidikan. Saya ingin menciptakan pembelajaran akuntansi yang kontekstual dan mampu membekali peserta didik dengan keterampilan hidup yang relevan, menghubungkan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja dan masyarakat, seperti yang diamanatkan dalam target SDGs 4 tentang pendidikan yang relevan dan berkualitas.
Dukungan guru pamong saya, Ibu Senly, yang memberikan ruang eksplorasi dan kepercayaan kepada saya dalam mengembangkan metode pengajaran, menjadi contoh nyata bahwa sinergi antara pengalaman pendidik senior dan semangat inovasi mahasiswa Asistensi Mengajar sangat penting untuk menciptakan pendidikan yang dinamis dan progresif. Kolaborasi semacam ini merupakan salah satu pilar dalam mencapai target SDGs 4, yaitu membangun kemitraan yang memperkuat sistem pendidikan nasional.
Saya juga belajar mengatur waktu dan mengelola stres di tengah berbagai tuntutan akademik. Pengalaman ini mengajarkan saya tentang pentingnya disiplin, tanggung jawab, dan refleksi diri sebagai bagian dari proses menjadi pendidik yang profesional. Melihat perubahan kecil pada peserta didik, seperti peningkatan semangat belajar dan partisipasi mereka, menjadi hadiah terbesar bagi saya. Hal ini memperkuat komitmen saya untuk terus menekuni profesi ini dengan sepenuh hati. Pengalaman ini membuka mata saya bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, melainkan tentang bagaimana kita memfasilitasi tumbuhnya potensi peserta didik, membimbing mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Akhirnya, Program Asistensi Mengajar ini bukan hanya menjadi kegiatan akademik, tetapi menjadi pengalaman hidup yang memperkuat panggilan hati saya sebagai seorang pendidik. Saya percaya bahwa pendidikan berkualitas dan inklusif adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik, bagi peserta didik, bagi saya, dan bagi Indonesia. Dan saya yakin, langkah kecil yang saya ambil dalam program ini adalah bagian dari kontribusi saya untuk mewujudkan SDGs, khususnya SDGs 4 tentang Pendidikan Berkualitas untuk Semua.