Mohon tunggu...
Muhammad Endriyo Susila
Muhammad Endriyo Susila Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)

Berminat pada kajian seputar Hukum Kesehatan (Health Law), khususnya Hukum Kedokteran (Medical Law), lebih khusus lagi Hukum Malpraktik Medik (Medical Malpractice Law). Latar Belakang Pendidikan: SH (UNDIP), MCL (IIUM), PHD (IIUM)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aspek Hukum Rekam Medis

12 November 2020   14:45 Diperbarui: 12 November 2020   15:40 2123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rekam Medis (medical record) adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Yang dimaksud catatan dalam definisi tersebut adalah tulisan yang dibuat oleh dokter/dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen yaitu catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.

Rekam medis dibedakan jenisnya menurut bentuk dan tujuannya. Berdasarkan bentuknya rekam medis dibedakan antara rekam medis konvensional (paper-based) dan rekam medis elektronik). Dari segi tujuannya, rekam medis dibedakan antara (1) rekam medis untuk pasien rawat jalan; (2) rekam medis untuk pasien rawat inap; (3) rekam medis untuk pasien gawat darurat; dan (4) rekam medis untuk pasien dalam keadaan bencana.

Rekam medis memiliki berbagai manfaat yaitu: (1) untuk kepentingan pengobatan pasien; (2) untuk peningkatan kualitas pelayanan; (3) untuk kepentingan pendidikan dan penelitian; (4) untuk penghitungan biaya pengobatan dan perawatan; (5) untuk penyusunan statistik kesehatan; serta (6) untuk kepentingan pembuktian dalam penanganan masalah hukum, disiplin dan etika. Pembahasan tentang rekam medis juga sering dilakukan berdasarkan fungsinya yang diuraikan menjadi enam aspek, yaitu: (1) administration; (2) legal; (3) finance; (4) research; (5) education; dan (6) documentation. Untuk memudahkan, keenam aspek ini disingkat dengan akronim 'ALFRED'.

Sesuai judulnya, tulisan ini hanya membahas rekam medis dari sisi hukum saja. Pembahasannya pun dibatasi hanya terkait dasar hukum (legal basis), kedudukan hukum (legal position), akibat hukum (legal implication), serta fungsi hukum (legal function) dari rekam medis.

Ketentuan umum tentang rekam medis dapat ditemukan dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Pratik Kedokteran dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Dalam Undang-undang Praktik Kedokteran, rekam medis diatur dalam Pasal 46 - 47, sedangkan dalam Undang-undang Tenaga Kesehatan, rekam medis diatur dalam Pasal 70-72. Substansi yang diatur dalam kedua undang-undang tersebut hampir sama, yaitu tentang wajibnya membuat rekam medis, menyimpan serta menjaga kerahasiannya. 

Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Sedangkan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa, rekam medis tersebut harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. Pasal 47 mengatur tentang status kepemilikan rekam medis, penyimpanan serta kerahasiaan rekam medis. Pasal 47 ayat (1) menyatakan bahwa dokumen rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isinya merupakan milik pasien. Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiannya oleh dokter, dokter gigi, dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Pengaturan lebih lanjut tentang rekam medis ada dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Untuk memudahkan pengutipan, selanjutnya kita sebut dengan Permenkes 269/2008 saja.  

Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda-tangan  dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung. Apabila pencatatan menggunakan teknologi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi (personal identification number/PIN). Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis, pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggung jawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis (Pasal 6 Permenkes 269/2008). Begitu pentingnya rekam medis itu sehingga setiap sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis (Pasal 7). Rekam medis harus disimpan dengan baik. Batas waktu penyimpanan berkas rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit adalah 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan (Pasal 8). Rekam medis pada sarana kesehatan non rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat (Pasal 9 ayat 1). Setelah jangka waktu berakhir, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan untuk jangka waktu 10 tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut (Pasal 8 ayat 3). Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan (Pasal 8 ayat 4).

Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan (Pasal 10 ayat 1). Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: (a) untuk kepentingan kesehatan; (b) memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakkan hukum atas perintah pengadilan; (c) atas permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri; (d) atas permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan (e) untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien (Pasal 10 ayat 2). Permintaan rekam medis untuk tujuan-tujuan di atas harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan (Pasal 10 ayat 3).

Penjelasan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 11 ayat 1). Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis tanpa izin dari pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 11 ayat 2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun