Mohon tunggu...
Yanyan Endian
Yanyan Endian Mohon Tunggu... Pengacara - sederhana, smart, jujur, profesional

Master Hukum konsen dengan korporasi, pertambangan, Konstitusi dan Pemerintahan. pernah menjadi dosen selama 18 tahun, aktif dalam berbagai kegiatan sosial politik dan profesional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari-hari Kami ya Pancasila

3 Juni 2020   18:55 Diperbarui: 3 Juni 2020   19:10 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hampir 3 bulan saya tidak berkunjung ke Pesantren Alfalak di Kota Bogor, tepatnya di kampung Pagentongan Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat. Pagi hari tanggal 3 Juni 2020 hari menuju siang saya tiba di Pesantren Alfalak setelah melewati komplek pesantren yang begitu sepi senyap jauh dari keadaan biasanya yang ramai dengan hiruk pikuk santri mengisi hari-harinya. 

Sampai di rumah karib saya seorang Kyai muda KH. Ade Mansur, SH., yang saya kenal baik ternyata tidak ada di rumah dan informasinya ada di komplek mesjid Alfalak. Saya menyusul ke sana ternyata beliau yang juga biasa dipanggil Syeikh Mansur oleh Syeikh Amin (seorang penerus dan keturunan dari Tuan Syeikh Abdul Qadir Al Zailani yang terkenal itu).

Maksud hati untuk bersilaturahmi akhirnya keasyikan dan larut dalam sebuah kegiatan Dapur Umum yang khusus diselenggarakan di lingkungan RW.6 Kelurahan Loji Kota Bogor Barat yang digagas oleh Kyai Muda ini. Sungguh mengasyikan, di saat orang mempertenyakan eksistensi Pancasila di Pesantren ini malah terlihat jelas kehidupan Pancasila. 

Pesantren Alfalak yang berada di tengah masyarakat Pagentongan bergerak senyap menyapa hati warga RW.06 Loji Kota Bogor yang jenuh dengan suasana untuk melepas Lelah sesaat berbagi kepada sesama, urun rembug bahan makanan seadanya, dan jadilah nasi bungkus. 

Tidak banyak, sekitar 40 bungkus dengan menu nasi untuk porsi dua orang, tambah telor bumbu balado, mie telor kecap. Ya seperti itulah. Cukuplah untuk standar gizi dan maknanya sangat dalam. Di saat sulit seperti ini, disaat orang memperdebatkan kenapa itu kenapa ini dengan bansos, di sana malah sudah jauh berbuat nyata untuk warga sekitar.

Kok hanya 40 bungkus tidak cukup dong! Memang karena itu yang mendapat nasi bungkus pun bergilir, hanya satu RT setiap harinya yang mendapatkan nasi bungkus dan begitu seterusnya secara bergilir. Apakah jumlahnya akan terus 40 bungkus? Tentu tidak, saat ini bahan makanan hanya cukup untuk 40 bungkus, demikian keterangan KH. Ade Mansur seorang Kyai muda yang menggagas kegiatan ini.

Kyai muda ini dengan ramah memberikan pandangan sederhananya, bahwa berdebat tidak ada ujung pangkal perihal suatu masalah tidak membantu apa-apa. Akan bermakna jika kita melakukan sesuatu walaupun itu tidak besar tetapi dirasakan manfaatnya oleh warga. Inilah kami dalam kehidupan pesantren, Pancasila adalah hari-hari kami. Jadi dalam kondisi new normal atau kondisi apapun hari-hari kami yang seperti ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun