Mohon tunggu...
Humaniora

Anti Hoaks Sang Pendidik

8 November 2017   11:00 Diperbarui: 8 November 2017   15:37 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "hoaks" mempunyai arti "berita bohong". Adapun dalam Kamus Bahasa Inggris Oxford, "hoax" didefinisikan sebagai "malicious deception" atau kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Namun banyak juga orang yang mendefinisikan hoax sebagai "berita yang tidak saya sukai". Hoax bukanlah sesuatu yang baru, karena sudah ada sejak tahun 1439 (Iwan Hikmawan, rappler.com). Ketika belum ada internet, hoax menjadi sangat berbahaya karena sulit diidentifikasi. Di Indonesia hoax mulai dikenal secara luas pada tahun 2014 era pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Jokowi.

Sebagai pendidik kita mempunyai kewajiban untuk memberikan edukasi kepada keluarga, teman, saudara maupun masyarakat tentang cara mengenali  ciri-ciri hoax, cara mengatasi hoax dan cara menyikapi hoaxdalam masyarakat. Dari berbagai macam bentuk hoaxkita dapat mengidentifikasi bahwa ada beberapa ciri-ciri hoax yaitu :

  • Isi berita bohong;
  • Apabila kita tidak teliti dalam membaca berita, sering kita terjebak dalam berita bohong yang memang sengaja ditulis dan si penulis pun tahu bahwa berita tersebut adalah bohong. Dengan berbagai alasan si pembuat hoax berusaha meyakinkan pembaca bahwa apa yang ditulisnya sangat menarik bahkan yakin akan menjadi sangat viral.
  • Judulnya heboh;
  • Berita hoax seringkali memiliki judul yang heboh namun isinya tidak sesuai dengan judulnya. Kita sering tertarik membaca artikel atau ulasan hanya dengan melihat judulnya saja tanpa mengecek isinya, dengan alasan karena tulisan terlalu panjang atau tidak memiliki cukup waktu untuk membaca. Padahal jika dicermarti dengan teliti judul yang ada tidak selalu menggambarkan isinya bahkan bisa bertolak belakang.
  • Beritanya benar namun ditulis dalam konteks yang menyesatkan.
  • Kadang-kadang ada juga berita benar yang telah terjadi di waktu yang sudah lama berlalu, namun diangkat kembali seolah-olah berita tersebut baru saja terjadi atau menjadi "hot isu". Bagi masyarakat yang jarang atau tidak pernah membaca maka akan sangat menarik dan segera share ke teman media sosialnya dengan merasa bahwa ia menjadi penyampai berita yang pertama, padahal apa yang dishare tersebut merupakan isu masa lampau yang terkadang telah lama terjadi.

Pada era globalisasi ini kita telah familiar dengan komputer dan smartphone. Apalagi ditambah dengan koneksi internet sebagai pendukungnya maka banyak hal yang dapat dilakukan dalam media sosial, baik untuk sekedar berkomunikasi dengan teman sampai membuat jejaring sosial yang tak terbatas jangkauannya. Dengan adanya media dan jejaring  sosial online ini tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa manfaat positif yang dapat diperoleh, antara lain :

  • Semakin mudahnya kita menjalin komunikasi dan dapat memperoleh berita "up to date" secara cepat;
  • Untuk melakukan komunikasi dengan siapapun kita tidak harus bertatap muka atau bertemu di suatu tempat namun cukup melalui telepon pintar (smartphone), sudah dapat dilakukan. Berita-berita "up to date" dapat kita peroleh hanya dalam hitungan menit dari kejadian sebenarnya.
  • Kita dapat berkomunikasi dengan siapapun tanpa terhalang jarak dan waktu, bahkan dengan orang yang berbeda negara pun bisa asalkan jaringan internetnya mendukung.
  • Karena begitu cepatnya berita menyebar baik melalui whatshap, email, twitter, BBM, maupun aplikasi lain terkadang membuat kita ingin menjadi orang pertama yang menyampaikan suatu informasi kepada keluarga, teman, saudara maupun orang yang berada satu grup dengan kita dalam suatu media sosial. Disinilah kita harus mulai berhati-hati dan bertindak bijaksana dalam menyikapi berita-berita yang kita peroleh.

Selain manfaat positif yang dapat kita ambil, tentu saja ada dampak negatif dari perkembangan teknologi khususnya media dan jejaring sosial. Adapun dampak negatif jejaring sosial adalah :

  • Komunikasi langsung antar person kurang maksimal;
  • Dengan kemudahan-kemudahan yang diperoleh dari jejaring sosial saat ini menyebabkan orang malas bersilahturahmi langsung namun lebih memilih bersilaturahmi melalui media online. Misalnya ketika ada yang ulang tahun, teman dan saudara ramai memberikan ucapan selamat, pada saat ada berita duka langsung berbagai bentuk ucapan belasungkawa muncul, pada hari raya atau hari-hari besar lainnya pun terukirlah kata-kata indah yang saling dikirimkan dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan orang tidak dapat berkomunikasi langsung namun hanya sebatas kata-kata, dimana si penerima ucapan tidak dapat memastikan apakah ucapan itu merupakan pernyataan yang tulus atau hanya sekedar share saja dari kiriman teman yang diperolehnya. Sementara jika bertemu langsung reaksi dan ekspresi kita dapat terlihat dengan jelas.
  • Hubungan keluarga menjadi renggang;
  • Sudah menjadi pemandangan yang lazim di  masa kini terdapat dua atau beberapa orang duduk berdampingan atau berada pada satu meja namun masing-masing asyik dengan gadged masing-masing dan sibuk berkomunikasi dengan orang yang posisinya jauh. Komunikasi yang terjalin tidak maksimal dan terkadang justru apa yang sedang dibicarakan pada dunia nyata hanya dipikir sepintas lalu saja karena pikiran sedang asyik bercengkrama dengan teman media sosialnya. Akhirnya dapat mengakibatkan hubungan keluarga menjadi renggang. Hal ini perlu diwaspai dan disikapi dengan bijaksana.
  • Dapat mengancam keharmonisan rumah tangga.
  • Renggangnya hubungan keluarga diatas, apabila dibiarkan saja terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan akan mengancam keharmonisan rumah tangga. Tubuh secara fisik berada di rumah namun pikiran melayang jauh mengikuti alur hubungan media sosialnya sehingga memancing pertengkaran-pertengkaran kecil yang dapat berujung pada ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
  • Saat ini orang lebih memilih berkomunikasi di dunia maya daripada di dunia nyata. Orang yang sudah ketergantungan dengan media online akan lebih memilih berkomunikasi dalam jejaring sosialnya daripada di dunia nyata. Padahal tingkat pemahaman terhadap bahasa tulis yang digunakan akan menjadi sangat rentan terhadap kesalah pahaman dan salah persepsi. Disinilah peluang orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan tindak kriminal berupa penipuan, menyebar pornografi, cybercrime maupun menyebarkan berita hoax. Berita hoax dibuat biasanya untuk kepentingan seseorang atau sekelompok orang yang berakhir dengan pemberitaan yang bersifat provokatif. Berita hoax yang bersifat  provokatif sangat merugikan masyarakat yang mengkonsumsinya. Masyarakat digiring untuk saling curiga dan berpikiran tidak sehat satu sama lain. Satu pihak atau golongan tertentu yang membuat berita hoax akan menggiring opini masyarakat untuk membenci pihak lain, begitu juga sebaliknya sehingga timbul keresahan dan perpecahan. Sebuah berita benar dapat menjadi hoax dengan hanya diganti satu kata saja. Sebagai contoh kata "asli" pada berita sesungguhnya diganti kata "palsu" sudah menimbulkan makna yang sangat berbeda. Tentu saja masyarakat yang membaca terkadang tidak menyadari akan hal ini. Masyarakat yang jarang membaca dan tidak cerdas hanya memakan mentah-mentah berita hoax tanpa mencari berita yang sebenarnya, akan menjadi korban hoax dan opininya akan terbawa mengikuti keinginan pembuat/penyebar berita hoax.

Penulis akan berbagi pengalaman bahwa penulis juga pernah menjadi korban hoax salah satu pemberitaan tentang beberapa minuman yang mengandung aspartam atau pemanis buatan dimana dalam pemberitaan tersebut "MARIMAS" termasuk di dalamnya. Dengan mengatas namakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), pembuat hoax ini meyakinkan pembacanya. Pada saat itu penulis menerima pesan dari teman yang sudah kenal sangat baik, dan terpercaya. Dengan pertimbangan kepribadian pengirim yang menurut penulis merupakan pribadi yang baik, maka penulis yakin bahwa berita tersebut benar adanya. Tanpa pikir panjang penulis langsung meneruskan pesan tersebut kepada suami dan beberapa teman yang lain. Disini penulis telah berperan dalam penyebaran hoax, dan penulis juga yakin bahwa teman-teman juga melakukan hal yang sama sehingga terjadilah pengiriman pesan berantai dengan sangat cepatnya dan hoax tentang minuman yang mengandung aspartam menyebar dengan luasnya. Penulis melarang anak-anak untuk membeli "MARIMAS" setelah membaca berita hoax tersebut. Penulis berusaha meyakinkan anak-anak bahwa mengkonsumsi "MARIMAS" sangatlah berbahaya persis seperti yang ditulis pada berita hoax tentang minuman yang mengandung aspartam. Beberapa waktu berikutnya penulis mendapat pesan lagi yang isinya menyatakan bahwa berita tentang beberapa minuman yang mengandung aspartam adalah merupakan berita hoax. Disini penulis mulai galau dan bingung serta baru menyadari bahwa berita yang diperoleh selama ini tidak benar. Penulis berusaha mencari informasi yang berkaitan dengan hoax ini. Setelah yakin bahwa berita yang selama ini dishare adalah hoax maka segera penulis memberikan konfirmasi kepada keluarga dan teman yang dulu pernah dikirimi berita hoax. Namun yang menjadi masalah apakah teman-teman juga melakukan hal yang sama? Bisa dibayangkan kita mengirim hoaxke satu orang saja dapat berkembang menjadi banyak orang, namun ketika kita berusaha untuk memperbaiki hanya orang yang kita kirimi saja yang dapat konfirmasi namun yang lainnya diluar kemampuan kita untuk mengendalikannya. Dari pengalaman itu penulis menjadi merasa sangat berdosa karena telah terlibat dalam menyebarkan hoaxdan setelah itu penulis menjadi lebih hati-hati ketika mendapat berita atau informasi melalui jejaring sosial.

Perlu dipahami bahwa ada beberapa cara untuk mengenali hoax yaitu : dilihat dari judul yang nampak heboh, terdapat kata-kata yang meminta bahkan memaksa untuk share, tidak ada sumber yang jelas, waktu juga tidak jelas tanggalnya hanya menggunakan kata besok, hari ini, hari Senin, kemarin, lusa tanpa menampilkan tanggal yang tepat. Terkadang muncul kata-kata ancaman apabila tidak share maka akan terjadi kesialan, atau jika share akan mendapatkan rezeki yang tak terduga, intinya penulis hoax memberikan intervensi sehingga pembaca akan merasa bersalah apabila tidak share.

Apabila masyarakat tidak tidak selektif dalam membaca berita, maka ketika mendapat berita hoax akan terkena dampak negatif dari hoax yaitu kecenderungan orang  untuk saling curiga, terjadi perpecahan atau perselisihan dan membuat keresahan dalam masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya semacam edukasi untuk keluarga, teman dan masyarakat dalam menyikapi hoax. Apalagi sebagai pendidik kita punya kewajiban untuk mengedukasi anak didik kita dalam menyikapi hoax. Edukasi untuk anak didik kita dapat disampaikan pada sela-sela waktu kita mengajar.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika kita mendapat berita hoax di media sosial, yaitu :

  • Membaca berita secara utuh tidak hanya judulnya saja. Para pembuat hoax biasanya merekayasa judul sedemikian sehingga orang-orang langsung tertarik dan menduga-duga isi berita hanya dengan membaca judulnya saja tanpa membaca isinya. Kebanyakan orang malas membaca berita secara keseluruhan. Jika membaca berita yang kelihatan dari judulnya saja hal itu tidak mungkin terjadi, maka perlu dibaca isinya dengan teliti. Masyarakat perlu membaca isi berita secara keseluruhan.
  • Jangan terburu-buru share artikel, foto, atau pesan berantai tanpa membaca sepenuhnya dan yakin akan kebenaran isinya.
  • Rutinlah membaca berita dari sumber yang terpercaya dan terhormat. Orang yang rentan terkena hoax adalah orang yang jarang mengkonsumsi berita. Kecenderungan orang sekarang malas membaca artikel yang agak panjang karena terbiasa membaca pesan singkat melalui SMS atau WA. Apabila belum yakin akan kebenaran isi berita jangan terburu-buru share, atau apabila malas membaca seluruh isi berita maka hapus saja pesan tersebut tidak usah dishare.

Kita perlu meyakinkan keluarga, teman dan anak didik kita agar memerangi hoax. Caranya dengan menyampaikan tentang dampak negatif yang mungkin timbul dari hoax, kemudian menyarankan tindakan yang harus dilakukan apabila mendapat berita hoax, yakni dengan menghapus pesan atau tidak perlu meneruskan pesan berantai. Dengan begitu maka kita telah memutus mata rantai berita hoax yang tentu saja hal ini sangat tidak diinginkan oleh pembuat berita hoax. Target pembuat berita hoax adalah ada sebanyak-banyaknya orang yang membaca hoax. Apabila pesan tidak kita share maka secara otomatis tidak akan banyak yang membaca hoax tersebut, hal ini berarti kita telah mencegah penyebaran hoax. Selain itu kita dapat memasang poster-poster anti hoax ditempat-tempat umum yang strategis sehingga dapat dibaca oleh masyarakat umum. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang cerdas dan bijaksana dalam menyikapi hoaxdan menjadi orang yang anti hoaxdan dapat menyebarkan kebaikan dalam keluarga khususnya dan di masyarakat pada umumnya.

Ditulis Oleh :                                                                                                                                                                                                                                                                                   Endang Widiarti Ningrum, S. Si.                                                                                                                                                                                                                                                     SMP Negeri 1 Sapuran

#antihoax #marimas #pgrijateng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun