"Wabi-sabi: Jangan cari keindahan yang sempurna, tapi temukan keindahan dalam ketidaksempurnaan."Â
Di dunia yang terobsesi dengan kesempurnaan, para penulis sering kali merasa tertekan untuk menghasilkan karya yang tanpa cela sejak draf pertama. Namun, ada cara lain yang jauh lebih membebaskan: menerapkan filosofi wabi-sabi dalam proses penulisan.
Wabi-sabi mengajarkan kita untuk menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan. Draf pertama bukanlah kegagalan, melainkan bentuk paling murni dan otentik dari ide kita. Ini adalah fondasi kasar yang memiliki karakternya sendiri---penuh dengan kalimat yang janggal, alur yang tidak konsisten, dan kekosongan yang memberi ruang untuk imajinasi.
Alih-alih terburu-buru mengedit, hargai "cacat" tersebut. Sama seperti retakan pada keramik kintsugi yang diperbaiki dengan emas, revisi dan perbaikan yang Anda lakukan akan menambah kedalaman dan kekuatan pada naskah Anda.
Dengan merangkul pendekatan ini, Anda bisa melepaskan diri dari blokade penulis dan tekanan perfeksionisme. Biarkan kata-kata mengalir, rayakan keaslian draf pertama, dan pahami bahwa keindahan sejati sebuah karya tulis sering kali terletak pada jejak prosesnya, bukan hanya pada hasil akhir yang sempurna.
Disclaimer: Tulisan ini dibuat dengan bantuan tools kecerdasan buatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI