Mohon tunggu...
Enang Suhendar
Enang Suhendar Mohon Tunggu... Administrasi - Warga sadarhana yang kagak balaga dan gak macam-macam. Kahayangna maca sajarah lawas dan bacaan yang dapat ngabarakatak

Sayah mah hanya warga sadarhana dan kagak balaga yang hanya akan makan sama garam, bakakak hayam, bala-bala, lalaban, sambal dan sarantang kadaharan sajabana. Saba'da dahar saya hanya akan makan nangka asak yang rag-rag na tangkalna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nining Meida, Pergi ke Bulan, dan Lunturnya Budaya Sunda

28 Januari 2022   16:59 Diperbarui: 28 Januari 2022   17:02 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jaipong (travel.detik.com) 

Mun pareng nincak ka bulan
Hayang ngaronjatkeun budaya sunda
Ketuk tilu jaipongan
Moal leungit sanajan pindah ka bulan

Lirik lagu tersebut didendangkan dengan sangat merdu oleh Nining Meida, salah satu vokalis tembang sunda asal Bandung yang cukup tersohor dengan judul Ka Bulan (menuju bulan). Lagu yang lazim kita dengarkan saat acara pernikahan khususnya di tanah Pasundan tersebut dirilis tahun 1988, lebih dari tiga dasawarsa yang lalu.

Pada lagu tersebut, Nining Meida mengungkapkan keinginannya jika suatu saat bisa menginjakan kaki ke bulan, dia ingin meningkatkan eksistensi budaya Sunda. Menurutnya, budaya sunda seperti ketuk tilu (perpaduan antara unsur tari dan pencak silat) dan tari jaipongan tidak akan luntur keberadaannya meski sudah berada di bulan. Cita-cita yang sangat luhur dari mojang priangan yang lahir pada 6 Juni 1965 tersebut.

Meski liriknya sederhana, namun ternyata menggambarkan tentang makna filosofis yang begitu mendalam sekaligus menyentil warga sunda sendiri. Apakah saat ini budaya Sunda cukup populer di lingkungan urang Sunda sendiri? Apakah saat ini budaya Sunda lestari di tanah pasundan sendiri? Apakah urang Sunda terbiasa menikmati pagelaran jaipongan sambil menikmati weekend-nya? Apakah urang sunda cukup familier menggunakan iket Sunda pada aktivitasnya sehari-hari? Atau "ngamumule" budaya Sunda hanya sekedar slogan?

Ada kabar yang cukup viral saat ini tentang tradisi sunda yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial dan mengundang komentar dari berbagai kalangan. Hal ini terkait dengan pernyataan Arteria Dahlan, seorang anggota legislatif yang dinilai kontroversial dan menyinggung masyarakat Sunda.

Beragam ekspresi dan tanggapan muncul, komentar dan sikap masyarakat Sunda pun beragam dalam menanggapinya. Sebagian komunitas Sunda membuat laporan aduan ke Polda Jawa Barat, sebagian lagi melaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Paling ramai adalah demontrasi dan aksi damai di depan komplek DPR/MPR yang dilakukan Aliansi Komunitas Jawa Barat dengan berbagai tuntutannya. Apa yang dilakukan oleh masyarakat Sunda tersebut merupakan ekspresi kekecewaaan yang dinilai wajar dan sudah berada pada jalur yang tepat dalam merespon pernyataan Arteria Dahlan.

Pada sisi lain, beberapa waktu yang lalu, terdapat kisah viral lainnya yang mengemuka di media sosial dan banyak disukai oleh netizen. Kisah tentang Odading "Mang Oleh" yang akan menjadikan siapapun yang memakannya menjadi gaul dan seperti Iron Man. Odading "Mang Oleh" yang rasanya "Anjing Banget" mampu menyedot perhatian dan animo masyarakat untuk membeli Odading Mang Oleh.

Budaya dan tradisi Sunda yang saya kenal adalah orang-orang yang someah hade ka semah, matak betah kanah manah. Urang Sunda adalah orang yang welas asih hade basa, sadaya ge da baraya seperti lirik lagunya Kungpow Chicken -- Tribute to Bandung keur Persib.

Dari uraian diatas kita memahami bahwa urang Sunda yang hade basa sepertinya mulai berkurang. Urang Sunda yang dikenal publik dan viral adalah urang Sunda yang diujungnya terselip kata "Anjing" (sama seperti lirik lagunya Kungpow Chicken -- Tribute to Bandung keur Persib). Dan kita memaklumi semua itu.

Alih-alih ngaronjatkeun budaya sunda hingga ke bulan, di bumi Pasundan sendiri budaya Sunda telah terdegradasi dan kehilangan jati dirinya. Budaya Sunda seolah-olah kehilangan karakternya. Padahal budaya memiliki peran dan fungsi yang cukup sentral sebagai landasan utama dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maka, cita-cita Nining Meida seharusnya membuka mata urang Sunda tentang pentingnya menjaga nilai-nilai luhur, eksistensi dan keluruhan tradisi Sunda yang melegenda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun