Korupsi di negeri ini memang sangat sulit diberantas. Salah satu sebabnya adalah rangkap jabatan, yang memungkinkan seseorang menyalahgunakan kekuasaan yang dipegangnya.
Jabatan yang paling strategis dalam masalah hukum adalah Menteri Hukum dan HAM. Karena itu banyak partai yang mengincar jabatan ini untuk menyelamatkan kadernya jika terlibat kasus korupsi.
Ketika periode pertama Jokowi menjadi presiden, Menkumham berasal dari Partai berlambang banteng. Tidak ada prestasi kecuali mengubrak-abrik partai. Dia sendiri tercantum dalam daftar penerima uang korupsi E-KTP yang sampai sekarang belum selesai.
Ternyata dalam periode kedua, tidak ada perubahan, jabatan Menkumham diberikan lagi pada orang yang sama. Hal ini justru membuat suram harapan untuk memberantas korupsi.
Sekarang kita lihat kenyataan yang terjadi ketika banyak kader PDIP terindikasi melakukan tindak korupsi. Menkumham tidak melakukan upaya untuk menegakkan hukum, malah membentuk tim pembela untuk tersangka kasus korupsi.
Ini adalah salah satu penyalahgunaan kekuasaan. Semua orang tahu posisi dia sebagai menteri. Tak layak dan tak etis menjadi pembela tersangka korupsi. Kalau memang partai menunjuk tim pengacara, bukankah masih ada kader partai lainnya yang memiliki kemampuan hukum.
PDIP justru memperlihatkan belangnya sendiri, mengangkangi jabatan Menkumham untuk sewaktu-waktu digunakan menyelamatkan kadernya yang terlibat korupsi. Dan saat ini fakta menunjukkan bahwa koruptor terbanyak berasal dari partai ini.
Sebagian besar pejabat eksekutif  berasal dari partai akibat kompromi politik dalam memenangkan pemilu. Jelas, kepentingan partai di atas kepentingan bangsa dan negara.Â
Maka para koruptor merasa tenang, ayem dan tenteram karena merasa mereka sudah mempunyai 'tim pengaman' di level eksekutif dan yudikatif. Hukum bisa direkayasa untuk kepentingan mereka. Apalagi jika para koruptor ini selalu memberikan upeti kepada partai.
Negara ini menjadi surga para koruptor, dijamin tak tersentuh. Resiko paling berat cuma menjadi penghuni kerangkeng selama satu tahun. Mereka menghisap uang rakyat lebih kejam dari binatang lintah atau drakula.
Tak heran jika hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Sebagai contoh, rakyat kecil yang mengambil getah karet seharga 17 ribu dihukum lebih berat dari seorang koruptor.Â