Beberapa hari terakhir ini saya tertarik pada berita viral mengenai sebuah karya seni instalasi yang terbuat dari bambu dan 'nongkrong' di sekitar Bundaran Hotel Indonesia. Akhirnya pada Jumat kemarin, saya menyambangi dan mengamati karya seni itu sebelum merayakan 17-an di Monas. Kening saya sampai berkerut melihatnya.
Secara bentuk memang mengundang tanda tanya dan multi tafsir. Dilihat dari ujung yang menghadap patung, mengingatkan saya pada cacing atau makhluk yang ada di dasar laut. Namun kalau dilihat dari sisi depan Wisma Nusantara, kok lebih mirip tubuh manusia yang sedang bersenggama (maaf).
Dari sisi atas pun (kalau kita melihat dari ketinggian gedung, karya seni ini memang seperti orang bersetubuh (maaf lagi). Sehingga tak ayal banyak yang menganggap karya seni ini menjurus kepada porno. Lho, kok Gubernur Anies justru memasang karya seperti ini?Â
Saya pribadi bukan ahli seni, tetapi hanya penikmat seni. Ilmu tentang itu mungkin terlalu minim. Saya cuma bisa menafsirkan sekedar saja apa yang terlintas di hati dan pikiran. Saya tidak berdebat tentang hal itu.
Dalam seni, orang bebas berimajinasi, bahkan dengan imajinasi yang paling liar sekalipun. Karena itu, tidak salah dengan penciptanya, Joko Avianto, yang mengekspresikan imajinasinya dengan karya instalasi terbuat dari bambu ini. Tidak ada batasan untuk sebuah karya seni.
Joko Avianto adalah seniman Indonesia yang sudah merambah ke dunia internasional. Pada tahun 2015, karyanya yang berjudul 'Big Tree' terpajang di Frankfurt, Jerman. Ternyata, karya seni yang terpajang di bundaran HI itu bernama "Getah Getih Majapahit".
Dengan judul 'Getah Getih Majapahit' itu membuat saya juga tambah mengerutkan kening. Apa sih yang dimaksud? Apa hubungannya dengan kerajaan Majapahit? Kalau yang dimaksud bendera, kok seperti itu? Â Tapi, ah sudahlah, sekali lagi biarkan seniman berimajinasi. Kita tidak cukup mudah mengerti pola pikir seniman.
Sebenarnya saya cukup salut dengan Gubernur Anies Baswedan yang memperlihatkan dia menyukai dan menghargai karya seni. Jarang lho ada pemimpin yang demikian sehingga untuk beberapa masa, seniman seperti dianaktirikan di bumi Nusantara ini, hanya dipandang sebelah mata.
Kesalahan yang dilakukan Pak Anies, hanyalah karena pemasangan karya seni tersebut 'kurang pas'. Mungkin ini disebabkan karya seni itu sudah terlanjur dipesan jauh-jauh hari sehingga mubazir kalau tidak dipasang. Anis sudah memenuhi janjinya kepada seorang seniman.
'Kurang pas' di sini maksud saya adalah dalam kategori tidak pas tempatnya, tidak pas waktunya dan tidak pas pembiayaannya. Yah, seharusnya ada cara yang lebih baik dalam mengangkat karya seni, apalagi yang berkelas internasional.
Tidak pas waktunya, kalau ditinjau dari pemasangannya bertepatan dengan perayaan kemerdekaan Indonesia dan Asian Games, maka saya pikir dimana 'nyambungnya' karya seni instalasi tersebut dengan dua momen dan event sebesar itu? Karya seni itu tidak menggambarkan tentang hari kemerdekaan ataupun perhelatan Asian Games.