Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menimbang Kesiapan SBY yang (Hendak) Berperang

8 Februari 2018   10:29 Diperbarui: 8 Februari 2018   10:33 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY Mengadakan Jumpa Pers Terkait Penyebutan Namanya dalam Kasus e-KTP (sbr gbr. : http://makassar.tribunnews.com)

Kasus tindakan pidana korupsi (tipikor) proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) benar-benar memasuki babak baru. Polemik  dan bahkan babak perang.

"This is my war", demikian ujar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam konferensi pers yang digelar di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (DPP PD) Jakarta (Selasa, 06/02/2018).

Mantan Presiden RI ke-6 itu pantas berang. Tak diduga dan dinyana, tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba dalam lanjutan sidang kasus tipikor e-KTP dengan mendudukkan mantan Ketua Umum (Ketum) Golkar dan mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), nama SBY ikut pula diseret-seret.

Adalah mantan kader Partai Demokrat (PD) dan mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Mirwan Amir yang pertama kali menyebut dan menyeret nama mantan Presiden ke-6 itu masuk dalam pusaran kasus ketika hadir sebagai saksi dalam lanjutan sidang e-KTP. Mirwan, entah berdasarkan fakta atau ilusi, harus menyebut dan menyeret nama SBY dalam kesaksiannya. Kesaksian tersebut Mirwan berikan ketika menjawab pertanyaan salah satu anggota Penasehat Hukum (PH) Setnov, yakni Firman Wijaya yang menanyakan tentang keterkaitan partai pemenang pemilu 2009 dan SBY sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di bidang Pemerintahan saat itu.

Kesaksian dan pernyataan Mirwan Amir dan Firman Widjaya kemudian berbuntut panjang. Segara setelah kesaksian yang diberikan dalam persidangan, kemudian dikonfirmasi ulang oleh Firman Widjaya sebagai PH Setnov melalui telekonfrence, PD pun bereaksi. Melalui Tim Hukum PD, Firman Wijaya kemudian dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas tuduhan pencemaran nama baik.

Ketika akan mau melaporkan Firman Wijaya ke Bareskrim Polri, Tim Hukum PD telah memberikan alternatif tawaran. Bahwa laporan itu tidak akan diteruskan bila Firman Wijaya bersedia menyatakan permohonan maaf. Permohonan maaf tersebut harus ditujukan kepada SBY sebagai pribadi maupun mantan Presiden, sekaligus juga kepada PD sebagai institusi di mana SBY juga sebagai Ketum-nya.

Tawaran Tim Hukum PD itu juga sudah masuk pada tataran aksi. Di mana pada suatu kesempatan Tim Hukum PD kemudian bertemu dengan Firman Wijaya. Tapi entah kenapa, "pertemuan" tersebut tidak memberikan solusi terbaik (win-win solution) bagi kedua belah pihak. Mungkin terdapat perbedaan penafsiran antara Tim Hukum PD dan Firman Wijaya sehingga kedua belah pihak bersikukuh pada penafsirannya masing-masing. Hingga akhirnya harus memaksa SBY turun gelanggang dan mendeklarasikan siap perang!

SBY melakukan konferensi pers untuk memberikan klarifikasi terhadap upaya percobaan pembunuhan karakter (character assanation) dirinya, dinastinya, dan partai yang dipimpinnya terkait penyebutan namanya dalam lanjutan sidang kasus e-KTP. Menurut SBY bahwa perkembangan terkini kasus e-KTP sungguh telah "menyimpang" dan mengalir jauh hingga merambah ke mana-mana. Menurut SBY, ada upaya rekayasa yang sengaja menarik sebanyak mungkin orang dan pihak dalam kasus e-KTP. Juga termasuk "mengkondisikan" dirinya dan PD sebagai master mind, yang ghalibnya tidak "tahu menahu" atas kongkalikong penggarongan kekayaan negara melalui proyek e-KTP hingga 2,3 triliyyun rupiah itu.

Seperti halnya peristiwa-peristiwa sebelumnya, di mana ketika ada "masalah" SBY selalu bersikap sangat reaktif. Entah itu terkait langsung maupun tidak langsung dengan pribadi (nama)-nya, the big family-nya, dinastinya, PD, ia senantiasa menunjukkan sikap sangat "proaktif" dalam memberikan proteksi maksimal atas berbagai kemungkinan negatif yang akan terjadi. Bahkan sikap reaktif nan resisten yang ditunjukkan SBY, kadang kemudian menimbulkan tafsir, bahwa SBY sedang memainkan melodrama, politik melankolis. Selalu ingin menempatkan dan menunjukkan bahwa diri dan the big family-nya sedang menjadi target politik tertentu. Seakan-akan ingin menampikan diri sebagai "korban" politik balas dendam.

Dalam dunia politik, dikenal ada istilah playing victim. Berlaku seakan-akan menjadi korban sebuah konspirasi (ke)jahat(an). "Playing victim, yaitu teknik memposisikan diri sebagai korban atau orang yang terluka demi mengelabui musuh dan lingkungan."

Apakah  yang sedang dilakukan dan dipertontonkan SBY juga bisa dikategorikan sebagai upaya playing victim? Mengingat strategi memposisikan diri seolah-olah sebagai "korban" sudah senantiasa diproyeksikan oleh SBY dalam berbagai situasi sosial dan politik Indonesia, sejak sebelum menjadi orang nomor satu di negeri ini maupun setelah lengser dan menjadi mantan saat ini. Karena itu, patut pula kita mencermati, sejauh mana upaya berlaku sebagai "korban" itu dapat memberikan implikasi positif bagi dinasti SBY dalam kontestasi pertarungan politik jelang 2019?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun